Program Re-Horizon 3: Kandidat Yang Ideal Untuk Mencapai Deterrence Filipina
Pada 25-27 September 2024 sebanyak 291 perusahaan pertahanan internasional dari berbagai negara seperti Lockheed Martin, Rafael, BrahMos, dan Saab menunjukan produk-produk mereka dalam pameran pertahanan Asia Defense & Security (ADAS) yang dilaksanakan di gedung World Trade Center Manila. Pameran pertahanan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Filipina sebagai upaya untuk menarik industri pertahanan yang dapat berkontribusi dalam program modernisasi pertahanan Filipina. Program modernisasi pertahanan ini disetujui oleh Presiden Bongbong Marcos pada 24 Januari 2024 dengan nama Re-Horizon 3. Dalam program ini Angkatan Bersenjata Filipina akan membeli berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) canggih dan mengembangkan berbagai kapabilitas seperti inteljien C4ISTAR, domain awareness, dan deterrence dari ancaman maritim dan udara. Menurut juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina Kolonel Francel Margareth Padilla program ini dapat memastikan kesiapan Angkatan Bersenjata Filipina dalam menghadapi dinamika ancaman baru.
Program Re-Horizon 3 cukup ambisius dengan anggaran sebesar USD 35 miliar untuk menggantikan alutsista milik Angkatan Bersenjata Filipina yang sudah usang serta membeli alutsista baru yang diperlukan untuk meningkatkan deterrence Filipina terhadap China yang semakin agresif dalam mempertahankan klaim mereka di Laut China Selatan. Salah satu kapabilitas yang perlu ditingkatkan untuk mencapai deterrence adalah pertahanan udara karena perbandingan kekuatan udara antara Filipina dan China sangat timpang. Saat ini Filipina tidak memiliki pesawat tempur multiguna sementara Angkatan Udara China memiliki pesawat tempur seperti Shenyang J-10 dan J-11 selain memiliki kapabilitas multiguna juga lebih unggul dibandingkan dengan pesawat tempur paling canggih yang saat ini dimiliki oleh Angkatan Udara Filipina yaitu jet tempur ringan FA-50PH Golden Eagle buatan Korea Selatan.
Ketimpangan kekuatan ini merupakan masalah besar bagi Filipina karena saat ini mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mencapai deterrence atau untuk menghadapi China jika perang meletus di Laut China Selatan. Oleh karena itu Re-Horizon tiga disetujui karena salah satu tujuan dari program modernisasi ini adalah untuk membangun kekuatan Angkatan Udara Filipina. Dari segi jumlah Re-Horizon 3 cukup ambisius karena program ini menargetkan Angkatan Udara Filipina untuk memiliki sekitar 40 jet tempur multiguna canggih yang dapat dilengkapi dengan rudal jarak menengah dengan anggaran sebesar USD 5,3 miliar hingga 7,1 miliar. Filipina sendiri akan membeli pesawat tempur berdasarkan proses tender. Dalam proses ini pemerintah Filipina menganalisa tawaran yang telah diberikan industri pertahanan untuk menentukan pesawat tempur yang sesuai bagi Angkatan Udara Filipina dan skema pendanaan bagi pembelian tersebut.
Beberapa pesawat tempur yang sudah ditawarkan oleh berbagai perusahaan di pameran pertahanan ADAS. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Filipina memiliki banyak kandidat pesawat tempur yang dapat mereka pilih untuk melengkapi kekuatan udara mereka. Untuk menentukan kandidat tersebut diperlukan pemahaman tentang dinamika ancaman yang dihadapi oleh Filipina. Saat ini ancaman utama yang dihadapi oleh Filipina adalah China yang semakin agresif dalam mempertahankan klaim mereka di Laut China Selatan dengan melakukan aksi-aksi provokatif yang telah meningkatkan ketegangan dan melukai beberapa personel Angkatan Bersenjata Filipina. Untuk menghalau China melakukan aksi serupa Filipina perlu membangun postur pertahanan yang dapat meningkatkan deterrence dan untuk mencapai hal tersebut diperlukan pesawat tempur dengan teknologi canggih dan dapat menggunakan berbagai variasi persenjataan untuk mengimbangi kekuatan udara China dan menjadi sebuah force multiplier di wilayah sengketa. Selain itu jarak jangkau juga menjadi sebuah perhatian karena jarak dari Filipina ke Kepulauan Spratly adalah 690 km. Jarak ini mewajibkan pesawat tempur yang akan digunakan oleh Angkatan Udara Filipina untuk memiliki jangkauan tempur luas agar mereka dapat melakukan patroli udara dalam jangka waktu panjang. Dapat disimpulkan bahwa kandidat pesawat tempur yang ideal bagi Angkatan Udara Filipina adalah jet yang memiliki teknologi canggih, dapat menggunakan berbagai variasi persenjataan, dan memiliki jangkauan yang luas.
Berbagai pesawat tempur yang dapat dianggap sebagai kandidat bagi Angkatan Udara Filipina seperti F-16 Fighting Falcon, KF-21 Boromae, JAS-39C/E Gripen, dan Dassault Rafale. Keempat pesawat ini merupakan pesawat tempur multiguna dengan teknologi yang cukup canggih. Akan tetapi desain kedua pesawat berbeda karena F-16 dan JAS-39C/E merupakan pesawat dengan mesin tunggal sementara KF-21 dan Rafale menggunakan dua mesin. Perbedaan desain ini tentu berdampak terhadap jangkauan tempur yang dapat dicapai oleh pesawat tempur tersebut karena pesawat dengan dua mesin cenderung memiliki jangkauan lebih luas karena memiliki tangki bahan bakar lebih besar. Dalam konteks ini Rafale dan KF-21 unggul karena kedua pesawat tersebut memiliki jangkauan tempur sebesar 1,851 km dan 1,000 km sementara F-16 hanya memiliki jangkauan tempur sebesar 860 km. JAS-39C/E merupakan pengecualian yang unik dalam hal ini karena pesawat tersebut memiliki jangkauan tempur sebesar 1,300 km. Dalam konteks persenjataan keempat pesawat cukup serbaguna karena dapat menggunakan berbagai rudal anti-udara dan anti-kapal yang digunakan oleh negara anggota NATO. Akan tetapi JAS-39C/E dan KF-21 merupakan pengecualian karena kedua pesawat hanya bisa menggunakan rudal anti kapal buatan negara mereka sendiri yakni RBS-15 dari Swedia dan Air-to Ship Guided Missile II dari Korea Selatan, sementara Rafale dan F-16 dapat menggunakan rudal anti kapal AGM-84 Harpoon yang telah digunakan oleh berbagai negara. Rafale juga memiliki rudal anti kapal sendiri yaitu MM-140 Exocet yang memiliki reputasi sebagai senjata yang sudah teruji dan hal tersebut dapat dilihat dengan ditenggelamkannya kapal Angkatan Laut Inggris HMS Sheffield dalam Perang Falkland pada tahun 1982.
Terlepas dari pesawat tempur yang akan dipilih oleh Angkatan Udara Filipina dampak yang akan diberikan bagi deterrence Filipina cukup besar karena pesawat tersebut dapat meningkatkan kehadiran mereka di Laut China Selatan dan hal tersebut dapat membantu dalam menegaskan klaim Filipina di wilayah sengketa. Sehingga jika perang meletus di Laut China Selatan, seperti yang dijelaskan sebelumnya, pesawat tersebut dapat digunakan sebagai force multipliers. Dalam konteks ini pesawat yang dimiliki oleh Angkatan Udara Filipina dapat digunakan dengan menggunakan strategi anti-access area denial (A2/AD) untuk menangkal serangan yang dilancarkan oleh China dan membatasi gerak mereka dalam zona perang dengan menyerang titik-titik penting. Strategi ini merupakan cara yang dapat Filipina gunakan untuk mencoba mengimbangi perbandingan kekuatan yang ada. Untuk mencapai hal tersebut pesawat tempur yang akan dibeli Angkatan Udara Filipina harus digunakan secara pintar agar tidak mudah dihancurkan oleh Angkatan Udara China, hal tersebut bisa dicapai melalui beberapa cara seperti menggunakan dispersed operations atau dengan memperkuat hanggar penyimpanan pesawat tersebut.