Pembelian F-15EX Eagle II Indonesia: Deterrence dan Power Projection Dalam Satu Paket
Pada 10 Februari 2022, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan 36 pesawat tempur multiguna F-15EX Eagle II dan peralatan pendukung lainnya seperti radar, peralatan perang eletronika (pernika), dan persenjatan ke Indonesia dengan harga perkiraan sebesar USD 13,9 miliar. Persetujuan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin yang membahas kontrak pembelian F-15EX dan skema pembayaran yang akan diberlakukan dalam pembelian tersebut pada 20 November 2022. Negosiasi ini berlanjut dan membuahkan hasil pada 21 Agustus 2023 dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia yang diwakili oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Marsekal Muda TNI Yusuf Jauhari dan Boeing Defense yang diwakili oleh Wakil Presiden Direktur dan Manajer Program Boeing Fighters Mark Sears untuk membeli 24 pesawat tempur F-15EX Eagle II. Pembelian tersebut dilakukan berdasarkan skema penjualan militer asing (FMS) dari Amerika Serikat.
F-15EX Eagle II merupakan sebuah pesawat tempur multiguna yang dikembangkan dari F-15E Strike Eagle sebagai pengganti bagi pesawat tempur F-15C/D Eagle Angkatan Udara Amerika Serikat yang semakin usang. Pesawat tempur ini digerakkan oleh dua mesin turbofan F110-GE-129 buatan General Electric yang merupakan mesin standar bagi 80% keseluruhan armada F-15E Amerika Serikat. Pesawat ini juga dilengkapi dengan radar dan sensor canggih, sistem kendali fly-by-wire, kokpit kaca yang dilengkapi dengan head-up display (HUD) modern, dan hardpoints yang dapat membawa muatan senjata sebesar 29,500 pon (13,300 kg). Persenjataan yang dapat digunakan oleh pesawat ini juga bervariasi dari persenjataan anti udara seperti rudal AIM-9X Sidewinder, AIM-120 AMRAAM, dan AIM-260 JATM, rudal penjelajah AGM-158 JASSM, rudal anti radar AGM-88 HARM, bom GBU-31/38 JDAM, bom diameter kecil GBU-39, dan bom nuklir B61-12. Pesawat tempur ini juga memiliki jangkauan tempur yang cukup jauh yaitu 1,200 nm (2,200 km).
Berdasarkan penjelasan ini dapat dilihat bahwa F-15EX Eagle II memiliki kapabilitas yang mengesankan karena pesawat tempur ini memiliki jarak tempur yang cukup jauh dan dapat mengangkut muatan senjata besar. Hal ini merupakan sebuah keuntungan bagi angkatan udara yang menggunakan F-15EX karena pesawat ini dapat mengudara lebih lama dan dapat digunakan secara fleksibel. Selain itu karena pesawat ini merupakan pesawat buatan Amerika Serikat, sistem komunikasi yang digunakan sudah terintegrasi dengan sistem tautan data Link 16. Integrasi sistem Link 16 merupakan salah satu keuntungan unik yang dimiliki oleh alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan Amerika Serikat dan negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) karena sistem tautan data ini meningkatkan interoperabilitas dan koordinasi antara skadron dan matra lain. Hal ini dapat terjadi karena Link 16 memiliki fitur yang mana sistem tersebut mengirimkan data terbaru dan membagikannya kepada seluruh pasukan yang membutuhkan sehingga mereka mendapatkan gambaran taktis dan strategis menyeluruh.
Saat ini negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat tentang pembelian 24 F-15EX Eagle II masih berlanjut. Jika kontrak tersebut dirampungkan TNI AU akan memiliki salah satu pesawat tempur paling canggih di dunia dan hal ini dapat meningkatkan kapabilitas TNI AU serta meningkatkan deterrence dan power projection Indonesia. Kapabilitas utama yang diberikan oleh F-15EX dalam meningkatkan kekuatan TNI AU adalah kemampuannya untuk terbang dengan jarak jauh, hal ini membuat F-15EX sebagai kandidat yang ideal untuk mempertahankan wilayah udara Indonesia yang luas. Selain itu kemampuan lain dari F-15EX yang dapat menguntungkan TNI AU adalah kapabilitasnya untuk mengangkut berbagai variasi persenjataan karena pesawat tempur tersebut bisa digunakan untuk melaksanakan operasi pertahanan udara, bantuan udara, dan penyerangan strategis. Dari kemampuan untuk melancarkan ketiga operasi tersebut, kemampuan untuk melakukan penyerangan strategis merupakan keuntungan yang saat ini tidak dimiliki oleh TNI AU. Keuntungan ini, yang dapat terwujud karena F-15EX, secara langsung meningkatkan kapabilitas deterrence Indonesia karena pesawat tempur ini dapat mengangkut persenjataan yang membuat musuh potensial berpikir ulang sebelum mereka menyerang Indonesia. Selain itu kapabilitas ini juga secara tidak langsung mengembalikan kemampuan power projection Indonesia karena F-15EX dapat mengangkut persenjataan yang dapat digunakan untuk melancarkan serangan strategis ke dalam wilayah musuh dengan tujuan untuk merusak atau menghancurkan pasukan cadangan dan infrastruktur pendukung mereka.
Power projection dan serangan strategis merupakan kapabilitas yang tidak dimiliki oleh TNI AU sejak tahun 1965. Sebelum peristiwa G30S/PKI TNI AU memiliki pesawat dengan kapabilitas power projection dan deep strike yakni Tu-16 Badger. Pada tahun 1961 Indonesia membeli 26 pesawat pengebom strategis Tu-16 Badger dari Uni Soviet. Pesawat pengebom tersebut dibeli akibat dari kondisi politik dan geopolitik perang dingin yang mengharuskan TNI AU untuk memiliki pesawat yang dapat menjadi penyerang jarak jauh. Tu-16 yang dimiliki oleh Indonesia tidak hanya memiliki kemampuan untuk melakukan penyerangan jarak jauh tetapi juga pengintaian dan penyerang anti kapal. Pesawat ini digunakan oleh TNI AU hingga tahun 1965 akan tetapi peristiwa G30S/PKI dan pemutusan hubungan diplomatik dengan Uni Soviet mengharuskan TNI AU untuk memensiunkan pengebom strategis ini. Jika dibandingkan dengan F-15EX yang akan dibeli oleh Indonesia, Tu-16 hanya unggul di aspek jarak tempur yaitu 3,900 nm (7,200 km). Keunggulan ini merupakan sesuatu yang tidak mengejutkan karena kedua pesawat sudah memiliki perbedaan peran yang mencolok, F-15EX merupakan pesawat tempur multiguna yang bisa digunakan untuk berbagai misi sementara Tu-16 merupakan pesawat pengebom strategis yang hanya dapat digunakan untuk beberapa misi (pengeboman strategis dan interdiksi maritim).