Penolakan Warga Lokal terhadap Turis di Spanyol
Barcelona, sebuah kota yang terletak di pinggir laut mediterania selalu akan dikenal oleh pantai-pantai yang memanjakan mata, kombinasi indah antara seni dan arsitektur, dan klub sepak bola Barcelona yang dikenal oleh hampir semua orang di dunia menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Lebih dari 85 juta turis mengunjungi Barcelona, Mallorca, dan Kepulauan Balearic tiap tahun, membuat warga lelah dan kesal. Mereka pun turun ke jalan pada Sabtu (6/7) untuk memprotes ‘wabah’ turis berlebihan. Bagaimana sebuah negara yang mempunyai sejarah yang panjang dalam terbiasa oleh mengeksplorasi, menjajah, dan bertemu dengan peradaban baru menjadikan mereka melakukan diskriminasi terhadap turis? Apa yang mereka keluhkan
Banjir turis di Barcelona memicu lonjakan harga sewa yang membebani penduduk lokal. Harga sewa meningkat 18 persen dalam setahun dan 68 persen dalam dekade terakhir. Hal ini menyebabkan demonstrasi anti-turis dengan pesan seperti “Tourist go home” yang mengecam dampak pariwisata. Wali Kota Jaume Collboni berencana melarang lebih dari 10.000 apartemen sewa untuk turis pada 2028 untuk mengatasi masalah ini, mengikuti langkah mantan wali kota Ada Colau yang membuat undang-undang anti-turisme pada 2017. Di luar masalah perumahan, para demonstran juga menentang ekonomi yang berbasis pariwisata, yang mereka anggap membuat mereka semakin miskin dan bergantung pada pengunjung. Mereka berargumen bahwa industri pariwisata yang besar tidak hanya menaikkan biaya hidup, tetapi juga membuat kota kehilangan identitas lokalnya dan menjadikannya lebih bergantung pada aliran wisatawan.
Sebanyak 180 organisasi lokal telah bergabung untuk merencanakan protes tersebut, yang dipimpin oleh Assemblea de Barris pel Decreixement Turistic (ABDT), atau Asosiasi Lingkungan untuk Pengurangan Pariwisata. “Demonstrasi ini adalah hasil dari kerja dasar yang berlangsung selama bertahun-tahun, secara bertahap bekerja sama dengan lebih banyak organisasi,” kata ABDT dalam sebuah pernyataan tertulis kepada Al Jazeera. ABDT juga menyatakan bahwa mereka belum berkomunikasi dengan otoritas Barcelona sejak protes tersebut dan saat ini sedang menunggu tanggapan dari pihak berwenang.
ABDT dan segenap demonstran mengusulkan beberapa resolusi untuk mengurangi dampak negatif pariwisata, antara lain pembatalan rencana ekspansi infrastruktur di bandara dan pengurangan bertahap jumlah terminal kapal pesiar di pelabuhan Barcelona dan jika memungkinkan eliminasi total. Mereka juga mendesak penghapusan apartemen sewa untuk turis, baik yang resmi maupun ilegal, serta pengurangan akomodasi di kota. Selain itu, mereka menyerukan pembatasan pada acara-acara besar terutama di ruang publik. Perlindungan terhadap perdagangan lokal, perbaikan kondisi kerja dan upah bagi pekerja sektor pariwisata, serta penghentian pendanaan publik untuk pariwisata juga menjadi tuntutan utama. Para demonstran juga meminta agar industri pariwisata membayar atas eksploitasi layanan publik yang mereka gunakan, dan mengusulkan transformasi sebagian sektor pariwisata yang tersisa dengan orientasi pada kebutuhan rekreasi lokal yang lebih relevan bagi masyarakat.
Kasus penolakan wisatawan ini juga bisa ditemukan di negara lain seperti menjelang Olimpiade Paris 2024 yang dijadwalkan pada akhir Juli. Prancis pun sudah menyiapkan acara tersebut selama beberapa tahun, namun tidak semua orang di Paris setuju dan senang dengan gangguan yang ditimbulkan oleh persiapan tersebut. Penduduk kota Paris mulai menggunakan media sosialuntuk menghimbau wisatawan agar tidak mengunjungi kota tersebut selama acara olahraga tersebut, Seorang penduduk memperingatkan dalam sebuah postingan online, “Jika kamu berpikir untuk datang ke Paris untuk Olimpiade… jangan! Jangan datang… Paris sedang berubah menjadi mimpi buruk.” Alasan yang mereka sampaikan termasuk lonjakan harga hotel, penipuan turis, pencopetan, serta tarif kereta bawah tanah Paris yang hampir dua kali lipat selama musim Olimpiade.
Harga akomodasi yang tinggi turut membuat turis enggan datang. Beberapa hotel telah menaikkan tarif mereka sejak lebih dari setahun yang lalu, dengan beberapa bahkan mematok harga dua kali lipat atau lebih untuk kamar yang menghadap Sungai Seine dan lokasi Upacara Pembukaan. Banyak orang memilih untuk menghindari Paris karena mereka tidak ingin berurusan dengan potensi keramaian di metro selama Olimpiade, kemacetan lalu lintas, kemungkinan pemogokan, dan ancaman serangan teroris.
Secara keseluruhan, ini adalah masalah yang rumit dikarenakan pada satu sisi banyaknya turis yang datang pada suatu tempat wisata bisa menghasilkan pendapatan yang besar bagi negara dan UMKM setempat, namun yang dinamakan pariwisata pastinya harus ada akomodasi bagi para turis tersebut. Harga hotel dan apartemen yang disewakan melonjak tinggi, permasalahan over-tourism di Spanyol sudah terjadi bertahun-tahun sehingga mengakibatkan harga beli/sewa rumah menjadi sangat tinggi dan membuat warga lokal tidak bisa menjangkaunya hingga terjadilah demonstrasi tersebut. Untuk fenomena di Paris tidak sekasar yang ada di Spanyol dikarenakan hanya berdurasi tiga minggu, namun mempunyai dasar yang sama yang diakibatkan oleh kenaikan tarif hotel/apartemen sewa hingga transportasi umum juga terkena dampaknya. Pariwisata merupakan sumber pendapatan yang besar bagi negara dan individu, sehingga sektor pariwisata ini perlu dikelola secara serius dan profesional. Namun kurangnya pemikiran yang maju bagi warga lokal Spanyol terhadap sektor pariwisata ini telah menimbulkan kecemburuan sosial dan berdampak terjadinya penolakan terhadap turis di Spanyol.