Dua Tahun Sejak Operasi 1027: Perkembangan Terkini Dan Tantangan Bagi NUG
Pada 27 Oktober 2023 pasukan pemberontak Myanmar yang tergabung dalam Aliansi Tiga Bersaudara (3BA) melancarkan Operasi 1027, sebuah serangan militer yang telah berhasil membebaskan puluhan pemukiman di Negara Bagian Shan dan Negara Bagian Arakan/Rakhine dari cengkraman rezim junta militer Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dipimpin oleh Jendral Senior Min Aung Hlaing. Setelah 3BA melancarkan Operasi 1027, kelompok pemberontak di berbagai wilayah Myanmar melancarkan serangan serupa yakni Operasi 1107, Operasi 1111, dan Operasi 0307. Saat ini ketiga serangan tersebut berhasil membebaskan ratusan pemukiman dan mengurangi kendali yang dimiliki oleh SAC di negara bagian tersebut. Dari ketiga serangan tersebut, Operasi 0307 yang dilancarkan oleh kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Kachin (KIA) dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) merupakan serangan terbaru yang dilancarkan oleh para pemberontak.
Sejauh ini serangan dilancarkan KIA dan PDF telah berhasil membebaskan berbagai kotakecil di perbatasan utara Myanmar-China seperti Sadung/Sadon, Pang War, Lweje, dan Laiza. Pembebasan seluruh kota kecil tersebut merupakan kemenangan signifikan bagi KIA-PDF karena hal tersebut mengurangi jalur perdagangan antara SAC dan China. Berkurangnya jalur perdagangan antara SAC dan China merupakan sebuah keuntungan karena hal tersebut akan memiliki dampak negatif terhadap perekonomian SAC karena volume perdagangan antara China dan Myanmar akan berkurang sehingga pendapatan junta militer pada akhirnya tergerus. Selainmembebaskan kota perbatasan, pasukan pemberontak KIA-PDF juga membebaskan Desa Singtawn yang merupakan pemukiman strategis karena desa tersebut merupakan salah satu pusat perdagangan batu giok. Dalam pertempuran untuk membebaskan seluruh pemukiman tersebut, pasukan pemberontak KIA-PDF juga berhasil mendapatkan kemenangan penting dengan menghancurkan pasukan pembantu SAC yaitu milisi Tentara Demokratik Baru-Kachin (NDA-K) yang sebelumnya mengendalikan kota perbatasan kecil Kan Paik Ti di perbatasan utara Myanmar-China.
Sementara itu di Negara Bagian Arakan/Rakhine, Selatan Myanmar pasukan pemberontak Tentara Arakan (AA) berhasil menguasai sebagian besar pemukiman di wilayah tersebut. Kemenangan terbaru bagi AA terjadi pada akhir Desember 2024 pada saat mereka berhasil menguasai markas Komando Daerah Militer (Kodam) Rakhine yang berada di Kota Praja Ann. Setelah menguasai markas tersebut AA menawan beberapa petinggi Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang tidak bisa melarikan diri seperti Wakil Komandan Kodam Brigadir Jendral (Brigjen) Thaung Tun dan Kepala Staf Operasional Kodam Brigjen Kyaw Kyaw Than. Kemenangan ini merupakan sebuah perkembangan positif bagi AA karena hal ini menandakan bahwa kendali SAC di Negara Bagian Arakan/Rakhine hampir runtuh. Klaim ini diperkuat dengan perekrutan paksa yang dilakukan SAC terhadap etnis Rohingya untuk membangun ulang pasukan mereka yang sebagian besar telah dihancurkan atau melarikan diri akibat dari serangan AA. Akan tetapi perekrutan paksa ini merupakan sebuah pisau dua arah bagi SAC karena etnis Rohingya sebelumnya merupakan salah satu kelompok etnis tertindas di Myanmar. Hal ini terlihat pada tahun 2017 saat Tatmadaw meluncurkan kampanye pembantaian terhadap etnis Rohingya yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa. Oleh karena itu terdapat kemungkinan bahwa perekrutan paksa etnis Rohingya dapat menggerus kekuatan SAC karena mereka tidak ingin bertempur dengan militer yang menghancurkan hidup mereka. Akan tetapi etnis Rohingya juga kurang enggan membiarkan AA menguasai Negara Bagian Rakhine/Arakan karena pandangan mereka terhadap Rohingya lebih buruk dibandingkan SAC.
Hal ini merupakan sebuah isu bagi pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang pada tahun 2023 menyatakan etnis Rohingya merupakan bagian dari Myanmar berdasarkan asas kewarganegaraan ius soli. Pernyataan ini merupakan sebuah perkembangan positif bagi etnis Rohingya karena dalam pernyataan tersebut NUG menghapuskan Undang-Undang Kewarganegaraan Tahun 1982 yang diskriminatif sehingga mereka secara sah diakui sebagai warga negara Myanmar. Akan tetapi kelompok anti-junta yang memiliki pandangan negatif terhadap etnis Rohingya seperti AA merupakan tantangan bagi NUG karena jika dibiarkan hal tersebut dapat merusak persatuan yang saat ini dimiliki oleh para kelompok pemberontak dan stabilitas Myanmar setelah junta dikalahkan. Resolusi untuk menyelesaikan konflik tersebut tidak mudah akan tetapi NUG dapat melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketegangan antara AA dan etnis Rohingya. Hal ini dapat dilakukn dengan membentuk sebuah forum untuk mengakomodasi keresahan kedua kelompok yang diharapkan dapat membentuk jembatan rekonsiliasi.
Selain tantangan internal seperti yang dihadapi di Negara Bagian Arakan/Rakhine, NUG juga harus menghadapi berbagai tantangan eksternal seperti China yang semakin gencar dalam mendukung rezim Min Aung Hlaing. Hal ini dapat dilihat dengan pembentukan organisasi tentara bayaran seperti Wagner PMC yang bertugas untuk menjaga proyek Belt and Road Initiative China di Myanmar. Selain itu China juga meningkatkan penjualan senjata ke SAC dan hal tersebut dapat dilihat dengan penjualan pesawat tempur FTG-2000 yang digunakan oleh Angkatan Udara Myanmar untuk menghancurkan pemukiman warga sipil. Untuk menghadapi tantangan ini hal utama yang perlu dilakukan NUG adalah untuk meningkatkan kapabilitas mereka dengan menambah stok persenjataan berat dan force multiplier seperti artileri, mortir, FPV drone, dan rudal pertahanan udara (MANPADS). Selain itu pasukan pemberontak seperti PDF, KIA, dan AA harus menyesuaikan taktik agar mereka dapat bersembunyi dari pesawat tempur SAC.