Kesepakatan Ekspor Biji-Bijian Ukraina Terhenti: Ancaman Besar Bagi Banyak Negara
Pada 17 Juli waktu setempat, Rusia mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan keikutsertaannya dalam kesepakatan ekspor biji-bijian Ukraina, kembali menimbulkan kekhawatiran atas pasokan pangan global dan menggagalkan terobosan diplomatik langka yang muncul dari invasi Rusia di Ukraina. Perjanjian tersebut, yang dicapai oleh bantuan Turki dan PBB pada Juli 2022, secara resmi berakhir pada tengah malam waktu setempat menuju tanggal 18 Juli di Istanbul, Kyiv, dan Moskow.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan memperbarui pakta itu. Rusia untuk beberapa waktu mengeluh bahwa mereka dicegah untuk mengekspor bahan makanannya sendiri secara memadai, dan Peskov mengutip keberatan itu sebagai alasan untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut.
Walaupun begitu, Peskov tetap membuka pintu untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu di masa depan, “segera setelah (kesepakatan) bagian Rusia selesai.” Selama akhir pekan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengindikasikan bahwa dia tidak akan memperbarui pakta tersebut, dengan mengatakan bahwa tujuan utamanya “belum terealisasi“.
Hal ini menimbulkan harga gandum dan jagung di pasar komoditas global kembali melonjak. Runtuhnya pakta itu mengancam akan menaikkan harga pangan bagi konsumen di seluruh dunia dan membuat jutaan orang kelaparan. “Keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasi dalam Black Sea Grain Initiative akan memperburuk kerawanan pangan dan membahayakan jutaan orang yang rentan di seluruh dunia,” kata Adam Hodge, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, dalam sebuah pernyataan.
Kesepakatan Laut Hitam telah memastikan jalur yang aman bagi kapal yang membawa biji-bijian dari pelabuhan Ukraina. Sejauh ini kesepakatan tersebut memungkinkan ekspor hampir 33 juta metrik ton makanan melalui pelabuhan Ukraina, menurut data PBB. Kesepakatan itu telah diperbarui tiga kali, tetapi Rusia telah berulang kali mengancam akan menarik diri, dengan alasan terhambat dalam mengekspor produknya sendiri.
Sebelum perang, Ukraina adalah pengekspor gandum terbesar kelima secara global, terhitung 10% dari ekspor, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan. Ukraina adalah salah satu dari tiga pengekspor jelai, jagung, dan minyak rapeseed terbesar di dunia, kata Gro Intelligence, sebuah perusahaan data pertanian. Ini juga merupakan pengekspor minyak bunga matahari terbesar, terhitung 46% dari ekspor dunia, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tahun lalu, guncangan ekonomi yang mencakup dampak perang Ukraina dan pandemi menjadi alasan utama “kerawanan pangan akut” di 27 negara, yang memengaruhi hampir 84 juta orang, menurut laporan Food Security Information Network. FSIN mendefinisikan kerawanan pangan akut sebagai kekurangan pangan yang cukup sehingga membahayakan nyawa atau mata pencaharian seseorang.