Jepang Membentuk Komando Operasi Gabungan untuk Meningkatkan Koordinasi Militer
Jepang pada Senin (24/03/2025) secara resmi meluncurkan Komando Operasi Gabungan (JJOC) baru untuk memusatkan struktur komando Pasukan Bela Diri Jepang dan meningkatkan koordinasi operasional di seluruh cabang militer. Pembentukan JJOC menandai reformasi signifikan guna memperkuat kemampuan pertahanan Jepang di tengah meningkatnya ketegangan regional.
Tonggak Sejarah dalam Strategi Pertahanan Jepang
JJOC, yang terletak di Kementerian Pertahanan di daerah Ichigaya Tokyo, akan mengawasi operasi Pasukan Bela Diri Darat (GSDF), Pasukan Bela Diri Maritim (MSDF), Pasukan Bela Diri Udara (ASDF), Komando Pertahanan Siber, dan Grup Operasi Ruang Angkasa. Restrukturisasi ini memungkinkan koordinasi dan respons yang lebih efektif terhadap ancaman keamanan nasional, termasuk potensi konflik atas Taiwan, ketegangan di Semenanjung Korea, dan perselisihan di Laut China Timur.
Menteri Pertahanan Jepang Jenderal Nakatani menekankan pentingnya komando ini, dengan menyatakan, “Negara kita menghadapi lingkungan keamanan pascaperang yang paling parah dan kompleks. Pembentukan Komando Operasi Gabungan memiliki arti penting bagi keamanan Jepang.” Selama upacara peresmian, Nakatani menyerahkan bendera komando kepada komandan pertamanya, Jenderal Kenichiro Nagumo, dan menginstruksikannya untuk memastikan kesiapan dalam menghadapi segala kemungkinan dan setiap saat.
Meningkatkan Kerja Sama Pertahanan AS-Jepang
Jenderal Nagumo akan menjadi mitra Jepang untuk Komando Indo-Pasifik militer Amerika Serikat (AS), berkoordinasi secara erat dengan Pasukan AS Jepang (U.S. Forces Japan, USFJ). Washington sebelumnya telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan misi dan tanggung jawab USFJ guna memperdalam interoperabilitas militer bilateral. Akan tetapi, laporan terbaru menunjukkan bahwa kendala keuangan dapat menunda atau membatalkan perubahan ini di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Hal ini dikarenakan kemungkinan pemerintahan AS akan memangkas biaya pertahanan lebih dari USD800 miliar.
Terlepas dari ketidakpastian ini, pembentukan JJOC diharapkan dapat meningkatkan postur pertahanan Jepang dan memungkinkan integrasi yang lebih baik dengan pasukan militer AS. Struktur baru ini akan membebaskan kepala Staf Gabungan dari tugas operasional, sehingga memungkinkan mereka untuk fokus memberikan nasihat kepada menteri pertahanan, sebuah pembagian kerja yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan dalam krisis.
Pelajaran dari Krisis Masa Lalu
Sebelumnya, pendekatan Jepang terhadap operasi gabungan bergantung pada gugus tugas ad hoc yang dibentuk sebagai tanggapan terhadap keadaan darurat, seperti tanggapan terhadap Gempa Bumi dan Tsunami Besar Jepang Timur tahun 2011. Akan tetapi, meningkatnya kompleksitas ancaman keamanan modern, termasuk perang siber dan konflik berbasis ruang angkasa, mengharuskan adanya komando gabungan permanen.
Nagumo, yang memainkan peran kunci dalam tanggapan Jepang terhadap peluncuran rudal Korea Utara dan serangan udara, membawa pengalaman yang luas untuk peran barunya. “Sayangnya, lingkungan keamanan internasional sedang memburuk,” katanya. “Sudah tiga tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina, dan kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan terjadinya krisis serupa di Indo-Pasifik.”
Meningkatkan Kemampuan Serangan Balik Jepang
Aspek penting dari tanggung jawab JJOC adalah mengawasi “kemampuan serangan balik” Jepang yang baru, yang memungkinkan serangan preemptif di wilayah musuh untuk menangkal serangan. Pergeseran ini sejalan dengan strategi pertahanan Jepang yang lebih luas, yang mencakup peningkatan belanja militer dan pembentukan pasukan khusus yang meniru Korps Marinir AS
Upaya modernisasi pertahanan Jepang juga mencerminkan tren yang lebih luas yang terlihat dalam restrukturisasi militer global. Amerika Serikat dan Tiongkok telah lama mengadopsi struktur komando bersama untuk meningkatkan koordinasi lintas domain, dan Jepang sekarang mengikutinya. Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menekankan pentingnya langkah ini, dengan menyatakan, “Dengan pembentukan JJOC, SDF akan memimpin unit-unitnya secara terpusat setiap hari, mempertahankan postur pertahanan yang fleksibel dalam menanggapi ancaman yang terus berkembang.”
Implikasi Strategis bagi Kawasan
Keputusan Jepang untuk menyatukan cabang-cabang militernya di bawah struktur komando tunggal muncul pada saat meningkatnya ketegangan di Indo-Pasifik. Meningkatnya ketegasan Tiongkok terhadap Taiwan, ambisi nuklir Korea Utara, dan sengketa teritorial yang sedang berlangsung, semuanya berkontribusi pada keputusan Jepang untuk memperkuat kerangka pertahanannya.
Masa depan aliansi militer Jepang dengan AS tetap menjadi faktor kunci dalam stabilitas regional. Meskipun kedua negara telah berkomitmen untuk menjalin kerja sama pertahanan yang lebih erat, ketidakpastian mengenai pengeluaran militer Amerika dan prioritas strategis di bawah kepemimpinan Trump menyisakan beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Rincian lebih lanjut dapat muncul setelah kunjungan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth ke Jepang.