Presiden Uganda Sahkan UU Anti-LGBT Ter-Ekstrem Sedunia
Ketua Parlemen Uganda mengonfirmasi bahwa Presiden Uganda, Yoweri Museveni, telah menandatangani beberapa undang-undang anti-LGBTQ yang paling ekstrem di dunia, menentang tekanan internasional.
Undang-undang tersebut mengamanatkan hukuman penjara seumur hidup bagi siapa pun yang terlibat dalam hubungan seks sesama jenis. Setiap orang yang mencoba menjalin hubungan sesama jenis dapat terancam hukuman penjara hingga satu dekade.
Rancangan undang-undang tersebut turut membahas hukuman mati bagi “homoseksualitas berat” yang meliputi hubungan seks dengan anak di bawah umur, berhubungan seks saat HIV positif, hubungan sesama anggota keluarga (incest), hubungan dengan orang berkebutuhan khusus, hubungan di bawah tekanan, dan saat seseorang tidak sadarkan diri.
Undang-undang ini juga menjadikan pendidikan seks bagi komunitas gay sebagai tindakan kriminal dan membuatnya ilegal untuk tidak melaporkan pelaku homoseksualitas berat kepada polisi. Undang-undang ini juga menyebutkan “rehabilitasi” – terapi konversi yang banyak dikritik – bagi pelaku homoseksual.
Museveni telah mengirim rancangan undang-undang ini kembali ke parlemen untuk direvisi pada awal tahun ini. Versi terbaru undang-undang ini disahkan pada bulan ini.
Kritik internasional termasuk dari Presiden AS
Presiden Uganda yang sudah lama menjabat ini telah menghadapi kritik yang luas dari pemerintah Barat, termasuk AS, terkait undang-undang ini. Presiden AS, Joe Biden, mengutuk dengan tegas undang-undang baru di Uganda yang anti-gay, menyebutnya sebagai “memalukan” dan “pelanggaran tragis terhadap hak asasi manusia universal”. Pemimpin Inggris dan Eropa juga mengutuk undang-undang tersebut, dengan diplomat puncak Uni Eropa, Josep Borrell, menggambarkannya sebagai “menyedihkan.”
Dalam pernyataannya pada hari Senin (29/5), Biden menyatakan bahwa undang-undang tersebut merupakan “tanda terbaru dari tren yang mengkhawatirkan dalam pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi di Uganda.”
Dia juga menyatakan bahwa Amerika akan “mengevaluasi dampak undang-undang ini terhadap segala aspek keterlibatan Amerika Serikat dengan Uganda.”
Sebelumnya, Undang-undang yang memiliki sifat homofobia di Uganda sudah dibatalkan oleh pengadilan pada tahun 2014. Ketua parlemen, Anita Annet Among, merayakan penandatanganan undang-undang ini dengan mengatakan bahwa parlemen telah “menjawab jeritan rakyat kami.”
“Saya berterima kasih kepada Yang Mulia, presiden, atas tindakan tegasnya demi kepentingan Uganda. Dengan penuh kerendahan hati, saya berterima kasih kepada rekan-rekan saya, Anggota Parlemen, yang mampu menahan tekanan dari pengganggu dan teori konspirasi pesimis demi kepentingan negara,” tambahnya.
Anita Annet Among, Ketua Parlemen Uganda, memimpin sidang saat pengajuan rancangan undang-undang Anti-Homoseksual di Parlemen di Kampala, Uganda, pada tanggal 9 Maret.
Anggota masyarakat sipil sudah mencoba menantang undang-undang ini.
“Ini tidak mengherankan bagi siapa pun yang mengikuti perkembangan ini secara cermat, tetapi tetap sangat mengkhawatirkan bahwa negara ini secara kejam mendiskriminasikan minoritas seksualnya. Garis pertempuran telah digambar dan tahap berikutnya dalam persaingan ini akan berlangsung di pengadilan,” kata Nicholas Opiyo, seorang pengacara hak asasi manusia.
Dampak dari UU baru ini membuat komunitas LGBTQ ketakutan, sehingga banyak dari mereka menutup diri, bahkan meninggalkan rumah dan kabur ke luar negeri. Aktivis lainnya juga mengatakan bahwa mereka akan mengajukan gugatan hukum terkait UU tersebut.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Dikaitkan dengan isu yang sama di Indonesia, sebelumnya, Mahfud Md menjelaskan alasan mengapa larangan terhadap LGBT tidak dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Menurut Mahfud, sulit untuk membuktikan secara hukum tindakan LGBT.
“Dilarangnya LGBT tidak bisa dimasukkan di dalamnya. Tidak ada larangan terhadap LGBT. ‘Tapi, itu kan hukum agama?’ Namun, bagaimana cara memasukkannya,” ujar Mahfud Md dalam pidatonya pada Rakernas KAHMI 2023 yang disiarkan melalui akun YouTube KAHMI Nasional, seperti dilaporkan oleh detikcom pada hari Minggu (21/5).
“Karena LGBT adalah kodrat, tidak bisa dilarang. Jadi yang dilarang adalah perilakunya. Orang LGBT diciptakan oleh Tuhan. Oleh karena itu, tidak bisa dilarang,” tambahnya.
Mahfud menjelaskan bahwa dalam KUHP, larangan diberlakukan terhadap hubungan seksual di luar nikah dengan anak di bawah umur. “Maka, rumusan dalam KUHP adalah, siapa pun yang melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan anak di bawah umur. Dalam hal ini, LGBT dapat masuk ke dalam rumusan tersebut meskipun tidak mencakup semua kasus,” ungkapnya.