Kapal Higgins: Kapal Pendaratan yang Mengubah Sejarah
Saat ini dunia mungkin akan kesulitan menemukan alutsista militer yang begitu erat kaitannya dengan invasi Sekutu ke Normandia seperti LCVP (Landing Craft, Vehicle, Personel/kapal pendarat, kendaraan, personel), yang juga dikenal sebagai “Kapal Higgins.”[1]
Kapal ini terkenal dengan ciri khas dari kemampuan manuvernya yang dapat menjatuhkan muatan secara bersamaan, tongkang motor kecil yang bisa dikendarai dalam perairan dangkal ini terkenal mendaratkan pasukan GI Amerika dan pasukan negara-negara Persemakmuran di pantai-pantai Prancis pada tanggal 6 Juni 1944.
Faktanya, seluruh rencana Operasi Overlord, dan dengan demikian juga pembebasan Eropa itu sendiri, bergantung pada kapal-kapal seperti LCVP.[2] Panglima Tertinggi Sekutu, Jenderal Dwight D. Eisenhower mengakui hal tersebut. “Tanpa kapal-kapal ini kami tidak akan pernah bisa mendarat di pantai terbuka.” [3]
Lebih dari 23.000 kapal Higgins diproduksi selama Perang Dunia Kedua. Model yang umum digunakan memiliki panjang 36 kaki dan lebar hampir 11 kaki. Didukung oleh mesin diesel berkekuatan 225 tenaga kuda, kapal ini dapat melaju dengan kecepatan 12 knot (14 mph) dan mengangkut 36 tentara tempur bersenjata lengkap atau kendaraan seberat 6.000 pon. Kapal Higgins biasanya dioperasikan oleh empat awak dan dipersenjatai dengan sepasang senapan mesin kaliber 0,30.
Awalnya dikenal sebagai kapal Eureka, kapal ini merupakan gagasan Andrew Jackson Higgins[4] seorang pengusaha pelayaran dari New Orleans yang merancang kapal ini pada tahun 1926 sebagai kapal tongkang motor yang dapat bermanuver dan berdasar dangkal untuk mengangkut kargo melalui rawa Louisiana. Haluan ‘spoonbill’ kapal Eureka memungkinkannya dikemudikan langsung ke pantai atau tepi sungai untuk menurunkan kargo, dan setelah itu pilot dapat menyalakan mesin.[5]
Karateristik lekukan di bagian bawah lambung kapal higgins menutup sebagian baling-balingnya, sehingga kapal dapat beroperasi di kedalaman air kurang dari tiga meter tanpa merusak baling-balingnya. Higgins berharap kapal Eureka miliknya akan menjadi sukses besar bagi para pengebor minyak di Teluk Meksiko, penjebak ikan di Mississippi, dan bahkan penjual minuman beralkohol. Pesanan dalam jumlah besar gagal terwujud dan dia hampir saja gulung tikar selama masa Depresi, hingga militer AS tertarik pada kapal yang tidak biasa ini.
Korps Marinir AS menjadi sangat tertarik dengan kapal Eureka setelah seorang perwira yang ditempatkan sebagai pengamat militer di Tiongkok, Victor H. Krulak, menyaksikan Jepang menggunakan kapal-kapal kecil seperti kapal pendaratan kelas Daihatsu selama Pertempuran Shanghai tahun 1937.[6] Krulak mencatat bahwa ramp kapal yang dapat diturunkan memungkinkan pasukan untuk turun dari haluan dengan cepat, daripada harus memanjat sisi kapal dan menceburkan diri ke dalam ombak.[7]
Korps marinir meminta Higgins, yang telah menjual sejumlah kecil kapal Eureka-nya kepada Penjaga Pantai dan Insinyur Angkatan Darat, untuk memodifikasi desainnya agar menyertakan ramp yang serupa. Dia membuat beberapa prototipe dan mendemonstrasikannya. Meskipun mendapat tentangan keras dari Biro Kapal Angkatan Laut, Marinir terkesan dan akhirnya memesan armada kapal Eureka mereka sendiri. Lebih banyak kontrak akan segera menyusul.[8]
Meskipun digunakan untuk serangan amfibi, kapal Higgins ternyata sangat tipis. Untuk menjaga agar kapal tetap ringan, dan untuk menekan biaya, bagian samping dan belakang kapal biasanya terbuat dari kayu lapis – bukan bahan yang ideal untuk menghentikan peluru. Meskipun ramp baja di haluan memberikan perlindungan bagi pasukan dari tembakan musuh, model-model selanjutnya dimodifikasi untuk membawa pelapis baja.
Kapal Higgins memulai debut tempurnya pada pendaratan di Guadalkanal pada bulan Agustus 1942.[9] Kemudian pada tahun itu, pasukan Sekutu menggunakannya untuk invasi ke Afrika Utara – Operasi Torch. Pada tahun-tahun berikutnya, LCVP Higgins akan menempatkan tentara di Mediterania, Pasifik, dan tentu saja, Normandia, Prancis pada D-Day.[10] Inggris memperoleh armada kecil kapal mereka sendiri, yang mereka gunakan untuk melancarkan serangan komando di pantai Prancis menjelang Overlord.[11]
Pada tahun 1943, bisnis pembuatan kapal Higgins yang dulunya hanya memiliki 75 karyawan telah berkembang menjadi lebih dari 20.000 pekerja. Delapan pabriknya tidak hanya memproduksi LCVP, tetapi juga berbagai jenis kapal pendarat, serta PT Boats dan bahkan tabung torpedo. Pada puncak perang, pabrik-pabrik Higgins memproduksi 700 kapal per bulan. Tidak ada galangan lain yang dapat menandingi hasil yang luar biasa ini. Dan dia bukan hanya seorang pembuat kapal yang maverick, dia juga mendahului zamannya sebagai industrialis. Meskipun menjalankan operasinya di jantung wilayah Selatan yang penuh segregasi, lantai pabriknya sepenuhnya terintegrasi, dengan orang kulit hitam, kulit putih, pria dan wanita mendapatkan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Wanita dan orang Afrika-Amerika bahkan dipromosikan menjadi supervisor, sebuah praktik yang menciptakan musuh bagi taipan kelahiran Nebraska ini di antara para elit Louisiana.
Sebelum LCVP, invasi laut berskala besar lebih sulit dilakukan. Invasi ini biasanya membutuhkan pengeboman dan perebutan pelabuhan dan pelabuhan besar, yang sering kali dibentengi dengan kuat dan dipertahankan dengan baik. Namun, berkat ketersediaan kapal pendarat kecil seperti kapal Higgins, seluruh pasukan bisa didaratkan di garis pantai mana pun dengan kecepatan yang relatif tinggi. Untuk menghadapi ancaman invasi yang bisa datang dari mana saja, para komandan musuh tiba-tiba harus menyebarkan pasukan mereka ke seluruh garis pantai dan membentengi bentangan pantai yang luas. Kapal Higgins memecah kemacetan pada pergerakan kapal-ke-pantai, yang ini memberikan keuntungan taktis.
[1] Artur Herman, Freedom’s Forge: How American Business Produced Victory in World War II. New York: Random House, pp. 204-206.
[2] Anrony Beevor (2009), D-Day:The Battle for Noromandy, New York, Toronto: Viking. p.82
[3]Thomas C.Reeves, Dwight D.Eisenhower, Britannica, https://www.britannica.com/biography/Dwight-D-Eisenhower
[4]Peter Neushul, “Andrew Jackson Higgins and the Mass Production of World War II Landing Craft”. Louisiana History: The Journal of the Louisiana Historical Association 39, no. 2 (Spring 1998): 133–166.
[5] James Ciment, Thaddeus Russell, editors, The Home Front Encyclopedia: United States, Britain, and Canada in World War II, Volume 1, 2007, p. 618
[6] Goldstein, Richard (5 January 2009). “Victor H. Krulak, Marine Behind U.S. Landing Craft, Dies at 95 (Published 2009)”. The New York Times.
[7] Mark P. Parillo, (1993), The Japanese Merchant Marine in World War II. Naval Institute Pres
[8] Arthur Herman, Freedom’s Forge: How American Business Produced Victory in World War II, Random House, New York, pp. 204–206.
[9] Samuel B. Griffith, (2000), The Battle for Guadalcanal. Champaign, IL: University of Illinois Press.
[10] Holocaust Encylopedia, Operation Torch: The Anglo-American Invasion of French North Africa, https://encyclopedia.ushmm.org/content/en/article/operation-torch-algeria-morocco-campaign
[11] David Abrutat, The Secret Normandy Campaign-Inside the Allies’ Shadowy Intelligence War Before D-Day, 24 Maret 2019, https://militaryhistorynow.com/2019/03/24/the-hidden-normandy-campaign-inside-the-allies-secret-intelligence-war-leading-up-to-d-day/