Pada 9 Mei 2024 Wakil Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) Marsekal Madya (Marsdya) Andryawan Martono bertemu dengan Wakil Kepala Staf Pasukan Pertahanan Udara Jepang (JASDF) Letnan Jenderal (Letjen) Takuto Ogasawara di Canberra Australia dalam sela acara Air, Space, and Cyber Conference 2024. Dalam pertemuan tersebut Marsdya Martono berdiskusi dengan Letjen Ogasawara tentang rencana latihan bersama antara TNI AU dan JASDF. Rencana ini disambut baik oleh TNI AU karena mereka dapat mempelajari taktik, strategi, dan teknologi baru yang digunakan oleh JASDF. Selain itu latihan bersama ini dapat memperkuat hubungan antara Jepang dan Indonesia. Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Indonesia Prabowo Subianto mengunjungi Jepang pada 3 April 2024 untuk bertemu dengan Perdana Menteri Fumio Kishida untuk membahas peningkatan kerja sama pertahanan antara kedua negara.
Kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Jepang merupakan sebuah hal yang relatif baru karena walaupun kedua negara dekat secara ekonomi, politik, dan budaya kerja sama dalam sektor pertahanan masih relatif terbatas dalam aspek pertukaran pelajar dan perwira serta partisipasi dalam latihan bersama bilateral dan multilateral. Sebelumnya keterbatasan kerja sama ini merupakan sesuatu yang wajar karena pada Februari 1976 Parlemen Jepang mengesahkan undang-undang yang melarang ekspor persenjataan ke negara mana pun. Larangan ini membuat persenjataan dan komponen persenjataan yang diproduksi di Jepang secara ekslusif digunakan oleh Pasukan Pertahanan Jepang (JSDF). Sebagai contoh pada Februari 2014 Jepang terpaksa menghentikan negosiasi kontrak pengadaan mesin untuk main battle tank (MBT) Altay buatan Turki akibat dari larangan ekspor persenjataan dan komponen persenjataan tahun 1976.
Akan tetapi larangan ini dilonggarkan pada April 2014 oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk mengurangi biaya produksi persenjataan yang akan digunakan oleh JSDF. Pelonggaran ini membuka pintu bagi industri pertahanan Jepang untuk menjual persenjataan dan komponen persenjataan mereka dengan persyaratan tertentu berdasarkan tiga prinsip dasar dalam penjualan dan hibah peralatan dan teknologi pertahanan. Pelonggaran larangan ini merupakan perkembangan positif untuk Indonesia karena membuka pintu kerja sama industri pertahanan antara kedua negara, hal ini pertama kali terjadi pada Maret 2021 dengan penandatanganan perjanjian kerja sama militer. Dalam perjanjian kerja sama ini Jepang berkomitmen untuk menjual persenjataan seperti kapal fregat multiguna dan siluman kelas Mogami ke Indonesia. Selain itu pada Juni 2023 Indonesia meninjau pembelian mesin turbofan Pratt & Whitney F100 bekas F-15J Peace Eagle yang digunakan JASDF. Peninjauan tersebut dilakukan karena mesin tersebut memiliki kesamaan dengan mesin yang digunakan oleh F-16 Fighting Falcon TNI AU sehingga dapat digunakan sebagai cadangan atau pengganti.
Walaupun penjualan tersebut masih dalam proses negosiasi atau pembahasan lebih lanjut, hal ini menunjukan potensi yang ada dalam kerja sama antara Jepang dan Indonesia di sektor industri pertahanan. Dari sudut pandang Jepang, kerja sama industri pertahanan dengan Indonesia dapat menguntungkan mereka karena Negeri Sakura dapat membuka pasar baru untuk ekspor persenjataan dan komponen persenjataan, hal ini dapat membantu perekonomian Jepang yang pada Februari 2024 sempat mengalami resesi. Selain itu pembukaan pasar baru akan memberikan dampak positif terhadap industri pertahanan Jepang yaitu peningkatan kapasitas produksi jika mereka berhasil mendapatkan kontrak penjualan senjata dari mancanegara. Peningkatkan kapasitas produksi ini akan berdampak baik terhadap industri pertahanan Jepang karena dapat mengurangi biaya produksi persenjataan dengan economies of scale. Terakhir, kerja sama industri pertahanan dengan Indonesia bisa memperkuat hubungan antara kedua negara serta memperkokoh posisi Jepang sebagai responsible power yang berkontribusi untuk mencapai perdamaian dunia. Hal ini sesuai dengan kebijakan luar negeri Jepang berdasarkan Doktrin Abe yang mendorong Negeri Sakura untuk menjaga perdamaian dunia secara proaktif.
Sementara itu dari sudut pandang Indonesia kerja sama industri pertahanan dengan Jepang dapat memberikan banyak manfaat. Manfaat pertama yang bisa didapatkan Indonesia adalah mempelajari bagaimana industri pertahanan Jepang bisa mencapai kemandirian. Jepang merupakan contoh baik untuk dipelajari karena industri pertahanan Negeri Sakura mampu memproduksi sebagian besar persenjataan yang digunakan oleh JSDF. Hal ini penting untuk dipelajari Indonesia karena berdasarkan UU No. 16 Tahun 2012 industri pertahanan negara harus mencapai kemandirian. Selanjutnya, manfaat kedua yang bisa dicapai oleh Indonesia adalah mempelajari metode produksi yang digunakan oleh industri pertahanan Jepang untuk mengembangkan kapasitas industri pertahanan dalam negeri. Dalam hal ini Indonesia dapat mempelajari bagaimana otomatisasi dapat digunakan untuk mempermudah dan merampingkan produksi persenjataan. Terakhir, karena Jepang merupakan negara yang memiliki teknologi militer canggih terdapat kemungkinan bagi mereka untuk melakukan transfer of technology ke Indonesia dalam rangka pengembangan persenjataan canggih dan produksi persenjataan bersama. Hal ini merupakan suatu kemungkinan yang bisa dikejar oleh Indonesia karena beberapa negara seperti Inggris dan Italia sedang melakukan kerja sama dengan Jepang untuk mengembangkan pesawat tempur generasi ke-6. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa jika kerja sama ini dijalankan, perlu ada komitmen finansial dan politik jelas dari Indonesia dan Jepang agar program tersebut dapat berjalan untuk mencapai target yang ditentukan.