AUKUS

Menteri Pertahanan Australia Richard Marles. (EPA-EFE/SHAWN THEW)

June 7 2023

Australia: Aukus dan Quad Tidak Bermaksud Menggantikan ASEAN

Chatrine Debora America, Asia Pacific, Europe, News, Politics, Security and Defence ASEAN, AUKUS, Australia, Defence, Indonesia, QUAD 0

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, menyatakan bahwa pakta keamanan AUKUS dan dialog keamanan QUAD tidak bertujuan menggantikan peran sentral ASEAN dalam menjaga keamanan kooperatif di kawasan. Menurut Marles, kelompok tersebut hanya merupakan pelengkap.

Dalam diskusi di Shangri-La Dialogue, Marles menjelaskan bahwa ASEAN adalah model pertama keamanan kooperatif dan tidak ada mekanisme lain yang bisa menyatukan kelompok negara penting dalam menciptakan keseimbangan strategis yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Namun, Marles menambahkan bahwa tantangan strategis saat ini menunjukkan bahwa kelompok kecil seperti AUKUS dan QUAD dapat melengkapi arsitektur keamanan regional yang sudah ada.

Marles menolak kritik yang mengklaim bahwa AUKUS dan QUAD bertujuan untuk menghilangkan peran 10 anggota ASEAN dalam blok regional. Dia menekankan bahwa AUKUS adalah pengaturan transfer teknologi, bukan aliansi, sementara QUAD fokus pada keterlibatan praktis di luar bidang pertahanan.

Marles menyatakan bahwa tantangannya adalah memastikan kerja sama ini tidak bersifat kompetitif dengan ASEAN, melainkan saling melengkapi, yang menjadi inti dari keterlibatan Australia di wilayah tersebut.

Diketahui bahwa Australia merupakan anggota AUKUS, pakta keamanan trilateral dengan Amerika Serikat dan Inggris, serta anggota QUAD, dialog keamanan yang melibatkan AS, India, dan Jepang. Pada bulan Maret, AUKUS mengumumkan kesepakatan di mana Australia akan memperoleh armada hingga delapan kapal selam bertenaga nuklir.

Di sisi lain, Marles juga menyindir program militer Tiongkok yang dianggap tidak transparan. Selain itu, Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, menyatakan pentingnya membantu Australia dan AS dalam pengembangan kapal selam, yang dipandang sebagai respons terhadap meningkatnya investasi militer Tiongkok. Tiongkok sendiri mengkritik QUAD dan AUKUS sebagai “blok” anti-Tiongkok dan menyebut keberadaan kelompok tersebut sebagai “kontradiksi” terhadap sentralitas ASEAN di kawasan.

Marles menegaskan bahwa Australia telah berusaha sejelas mungkin dalam mengomunikasikan postur dan niat pertahanannya. Dia juga membandingkan keterbukaan Australia dengan kurangnya jaminan strategis dalam penumpukan militer Tiongkok. Marles mendesak Tiongkok untuk lebih transparan mengenai penumpukan militer yang signifikan tersebut, namun tidak menjelaskan secara spesifik bagian mana dari program militer Tiongkok yang dianggap tidak jelas.

Indonesian President Joko Widodo appears to be more kindly inclined to the Quad and AUKUS. Indonesian Presidential Palace

May 22 2023

Does Widodo want to embrace Quad and Aukus?

Chatrine Debora Asia Pacific, Europe, Politics, Security and Defence, Think AUKUS, Joko Widodo, QUAD 0

President of Indonesia Joko Widodo (Jokowi) told the Strait Times, “We should view the Quad and AUKUS as partners, and not competitors … ASEAN’s aim is to make the region a stable and peaceful one.” The statement came while Indonesia was chairing ASEAN, and it may give fresh air to Australia, which is currently steadfastly developing its submarine capabilities. At the same time, it also signals a ‘softer’ approach of Indonesia to the security alliance in the Indo-Pacific.

The Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) and the trilateral security pact among Australia, the United Kingdom, and the United States (AUKUS) are both consisting of Australia. The two pacts aim to counter China’s military power and political power in the region.

As a neighbouring country, at the beginning of the announcement of the pact in 2021, Indonesia “repeatedly and forcefully” raised its national security concerns over the pact to Australia. Indonesia is highly concerned with the pact that includes intelligence sharing and constructing and deploying nuclear-powered submarines. Moreover, it could also elevate the tension with China and the arms race among countries. Then, why would Joko Widodo change his approach to Australia?

No engagement in formal talks with AUKUS or QUAD, yet

After Widodo’s statement, the Indonesian envoy to the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) confirmed that the regional organization has not held any formal talk with either the Aukus security alliance or the Quad group. The envoy emphasized that Widodo’s statement was based on general knowledge that ASEAN is open to any interaction and cooperation that benefit ASEAN and its members.

Institutional balancing theory introduces the concept of using multilateral institutions as a strategy for states to address security challenges. The theory believes in the importance of economic interdependence and the distribution of capabilities in shaping state behaviour. Distribution of capabilities refers to the relative distribution of power, resources, and capabilities among states within a regional system.

ASEAN is positioned as a vital power in the rivalry among big countries in the Indo-Pacific, and ASEAN must keep its relevance by maintaining security and stability in the region. In the Strait Times interview, President Widodo believes that ASEAN has various forms of diplomacy; hence collaboration, cooperation, and active involvement are the principles of ASEAN. He restated that ASEAN does not favour conflict in the region or isolation.

Jokowi’s remarks reflect that despite the concern, ASEAN, particularly Indonesia, still have similarities and common goals with Australia to maintain regional security and stability. Instead of countering the pacts, Widodo believes that Indonesia and ASEAN should embrace and cooperate with the Aukus and Quad instead.

Additionally, with bilateral relations with Australia, Indonesia developed a comprehensive defence agreement which includes various aspects such as military medicine, technology, and even the defence industry. The two countries committed to enhancing military engagement, which will also deepen trust, cooperation, and practical arrangement for both countries.

Institutional balancing to ensure economic cooperation and security are the foundation that Indonesia wants to develop among ASEAN and Aukus, or Quad. From the Quad perspective, it is also advantageous for the Quad allies to utilize the positive regard they have earned and involve compatible allies in Southeast Asia. Instead of merely echoing the repetitive phrase of ASEAN centrality, the Quad could take the lead in aligning ASEAN’s perspective with regard to the Indo-Pacific framework.

While each Quad member maintains separate ties with ASEAN nations, it is in the broader interest of both the Quad and ASEAN to ensure a unified approach towards realizing a free and inclusive Indo-Pacific, which can be considered a key priority for both parties.

New Zealand prime minister Jacinda Ardern and French president Emmanuel Macron. The Aukus pact has highlighted the growing divide between New Zealand and its traditional allies. Photograph: Alain Jocard/AFP via Getty Images

April 1 2023

Selandia Baru Akan Gabung AUKUS?

Chatrine Debora Asia Pacific, Europe, News, Politics, Security and Defence AUKUS, Keamanan, Selandia Baru 0

Pemerintah Selandia Baru mengonfirmasi bahwa negaranya sedang berdiskusi mengenai bergabungnya mereka dengan aliansi AUKUS yang didirikan oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia. Menteri Pertahanan Selandia Baru, Andrew Little, mengonfirmasi bahwa mereka telah ditawari kesempatan untuk bergabung dengan pilar kedua AUKUS yang mencakup sharing teknologi militer canggih seperti komputasi kuantum dan kecerdasan buatan.

Namun, Selandia Baru belum ditawari kesempatan untuk bergabung dengan pilar pertama yang berkaitan dengan nuklir. Pernyataan Little ini muncul setelah Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Nanaia Mahuta, mengunjungi sejumlah diplomat China dan mengemukakan kekhawatiran tentang AUKUS yang dapat membahayakan Perjanjian Rarotonga.

Little menegaskan bahwa keputusan untuk bergabung dengan AUKUS tidak akan ditentukan oleh penolakan domestik maupun asing. AUKUS sendiri bertujuan untuk mempromosikan Indo Pasifik yang bebas, terbuka, aman, dan stabil, tetapi China menyuarakan keprihatinannya terhadap kesepakatan tersebut.

Menteri Pertahanan Selandia Baru, Andrew Little, menekankan bahwa penolakan dari domestik maupun asing tidak akan menjadi faktor penentu dalam keputusan Selandia Baru untuk tidak bergabung dalam pilar kedua AUKUS. Ia menyatakan bahwa sebagai pemimpin negara, mereka harus membuat penilaian tentang kepentingan terbaik jangka panjang mereka dan apa yang dapat mengubah dunia dan kawasan dengan cepat.

Komitmen anti-Nuklir

Selandia Baru tidak pernah ditawarkan kesempatan untuk bergabung dengan pilar pertama, dan tidak akan menerimanya, karena posisi anti-nuklirnya. Little mengatakan keanggotaan Aukus apa pun “tidak boleh mengorbankan kewajiban hukum kami dan komitmen moral kami untuk bebas nuklir”.

“[Keanggotaan Aukus] akan berfokusi tentang jenis teknologi … yang diperlukan untuk melindungi personel pertahanan,” katanya. “Biasanya domain awareness, sehingga teknologi pengawasan, dan teknologi radio yang memungkinkan kita melakukan itu.” Little bertemu bulan ini dengan Kurt Campbell, koordinator keamanan nasional AS untuk wilayah Indo-Pasifik.

Dilema gabung AUKUS

Minggu lalu, juru bicara kebijakan luar negeri oposisi Selandia Baru, Gerry Brownlee, menyatakan keprihatinannya sendiri tentang apakah Aukus akan membuat lebih sulit bagi pasukan Anzac untuk beroperasi bersama.”

Sebelumnya, juru bicara urusan luar negeri oposisi Selandia Baru, Gerry Brownlee, mengungkapkan kekhawatirannya tentang kesulitan bagi pasukan Anzac untuk beroperasi bersama dengan keputusan AUKUS ini. Namun, pada Selasa lalu, Brownlee menarik kembali komentarnya dan menyatakan bahwa Australia memiliki hak untuk membuat keputusan yang terbaik bagi mereka.

“Keprihatinan kita bukanlah untuk melihat militerisasi Pasifik, tetapi untuk menjaga perjanjian Rarotonga dan itu adalah dasar dari jaminan yang kami terima dari Australia terkait pengaturan tersebut,” kata Mahuta, Menlu Selandia Baru.

Selandia Baru juga memikirkan hubungannya dengan China. China sangat menentang AUKUS, dengan juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin menyatakan “kekhawatiran yang sangat serius dan penolakan yang tegas” dari China. Belum jelas apakah China memiliki kekhawatiran yang sama terkait bagian-bagian non-nuklir dari AUKUS.

U.S. President, Prime Minister of the United Kingdom, and Prime Minister of Australia arrive for the Australia â United Kingdom â United States (AUKUS) Partnership meeting at Naval Base Point Loma in San Diego, California, United States on March, 13, 2023. (Photo by Tayfun Coskun/Anadolu Agency via Getty Images)

March 16 2023

AUKUS Nuclear Submarine Plans and Xi Jinping Third Term

Anita Susanto Asia Pacific, Politics, Security and Defence, Think AUKUS, Australia, China, Navy, Submarine, United Kingdom, United States, Xi Jinping 0

The members of AUKUS: The United States, United Kingdom, and Australia have announced more details of how Australia will acquire nuclear submarines under a security pact for the Asia Pacific. Even though under the agreement, AUKUS is aimed at preserving a “free and open” Indo-Pacific, Australia will buy three American nuclear submarines.

Also according to a joint statement by the three country leaders on March 13^th, as they met in California, Australia will have the option to purchase two more of the nuclear submarines after the initial deal in the 2030s. As we all know, the security agreement is part of an ongoing effort by the three nations to respond to Beijing’s growing military and increasing presence in the region.

Speaking from Naval Base Point Loma in San Diego, Biden called the moment: “An inflection point in history, where the hard work of enhancing deterrence and promoting stability is going to affect the prospect of peace for decades to come”.[1] In turn, the Australian Prime Minister said that it was “the first time in 65 years and only the second time in history that the United States has shared its nuclear propulsion technology, and we thank you for it”.[2]

Meanwhile, UK Prime Minister cited growing challenges that might the three country faces “including Russia’s illegal invasion of Ukraine, China’s growing assertiveness, and destabilizing behavior of Iran and North Korea”. “Faced with this new reality, it is more important than ever, that we strengthen the resilience of our own countries,” Rishi Sunak added.[3]

In the short term, AUKUS’ plan will embed Australian military and civilian personnel with the US and UK navies and at nuclear submarine bases in the countries. The US and UK will also increase nuclear submarine stops at Australian ports in the coming years, before beginning more substantial forward rotations in Australia.

And for the long term, by the early 2030s, Washington will likely then sell three Virginia-class submarines to Australia, according to the plan released by the three countries. Meanwhile, Australia and Britain will start building a new submarine model with US technology and support, with the UK expected to deliver its first home-built nuclear submarine by the late 2030s.[4]

On the other hand, Beijing has repeatedly accused the AUKUS of adopting a “Cold War mentality” that risks a greater escalation in the region.[5] While China’s military growth itself has included the building of a sophisticated naval fleet and the construction of artificial islands in the disputed South China Sea that observers say the country has turned into bases.

With Xi Jinping has just started his third presidential term, he vowed to bolster national security and build the military into a “great wall of steel,” in the first speech of his precedent-breaking third term as president.

In front of nearly 3.000 delegates of the National People’s Congress, he said “(We must) build the People’s Liberation Army into a great wall of steel that effectively safeguards national sovereignty, security, and development interests.”[6] Xi Jinping also said that China should master their own destiny with “The great rejuvenation of the Chinese nation has entered an irreversible historical process.”[7]

According to Xi the “essence” of that rejuvenation is “national unification,” namely reunifying Taiwan with mainland China. And with Beijing has not condemned Russia’s invasion of Ukraine, it also increased fears Xi might do something similar in the near future with Taiwan.

Especially after Xi called for China to better coordinate development and security and set its economic growth target and increased its military budget. In early March, China set an official economic growth target of “around 5%” for 2023, as it seeks to revive the world’s second-largest economy after a year of tepid growth because of pandemic measures[8].

The economy added more than 12 million urban jobs last year, with the urban unemployment rate falling to 5.5%, according to the work report, which emphasized China’s focus on ensuring stable growth, employment, and prices amid global inflation and set the GDP target. China also unveiled its annual military budget for 2023, which will increase by 7.2% to roughly 1.55 trillion yuan in a draft budget report released.[9]

Pentagon leaders have identified China as the US military’s “pacing threat.” But fleet size numbers show that the US military can’t keep pace with China’s naval growth.[10] The People’s Liberation Army Navy (PLAN) surpassed the US Navy in fleet size sometime around 2020 and now has around 340 warships, according to the Pentagon’s 2022 China Military Power Report, released in November. China’s fleet is expected to grow to 400 ships in the next two years, the report says.

And maybe that is why the US agreed to share their nuclear technology. Captain Sam J. Tangredi says if history is any lesson, China’s numerical advantage is likely to lead to defeat for the US Navy in any war with China. Using technological advantage as an indicator of quality, Tangredi’s historical research on 28 naval wars (or wars with significant and protracted naval combat) indicates that 25 were won by the side with the larger fleet and only three could be said to have been won by a smaller fleet with superior technology.[11]

The arms race happening in Asia by great powers somehow has turned the region into a sensitive area that can spark conflict in seconds. Even though the joint statement by the member of AUKUS stated that these submarines are nuclear-powered, not nuclear-armed, and Australia is a non-nuclear weapons state and has committed to staying that way. It did not help to assure China that it threatens its sovereignty. With the AUKUS plans, and Xi just starting his new term, there is no certainty that the situation will instead be peaceful. Seen history itself, nations that compete would likely boost their naval forces even more, creating a non-stable region for those nations who has weak naval forces.

[1] “Remarks by Potus, Prime Minister Albanese Of Australia, And Prime Minister Sunak Of The United Kingdom”, U.S. Embassy Singapore, March 13, 2023, https://sg.usembassy.gov/remarks-by-president-biden-prime-minister-albanese-of-australia-and-prime-minister-sunak-of-the-united-kingdom-on-the-aukus-partnership/

[2] “Australia, US and UK unveil AUKUS nuclear submarine plans”, Al Jazeera, March 13, 2023, https://www.aljazeera.com/news/2023/3/13/biden-to-announce-nuclear-submarine-deal-at-australia-uk-talks

[3] Op. Cit., U.S. Embassy Singapore

[4] Op. Cit., Al Jazeera

[5] Alex Gatopoulos, “The battle for the Pacific: The countries competing for supremacy”, Al Jazeera, April 19, 2022, https://www.aljazeera.com/features/2022/4/19/the-battle-for-the-pacific-the-countries-competing-for-control

[6] Nectar Gan, “Xi Jinping vows to make China’s military a ‘great wall of steel’ in first speech of new presidential term”, CNN, March 13, 2023, https://edition.cnn.com/2023/03/13/china/china-xi-jinpong-first-speech-third-term-intl-hnk/index.html

[7] Ibid.

[8] Laura He, Simone McCarthy, and Wayne Chang, “China to increase defense spending 7.2%, sets economic growth target of ‘around 5%’ for 2023”, CNN, March 7, 2023, https://edition.cnn.com/2023/03/04/economy/china-two-sessions-gdp-growth-target-military-spending-intl-hnk/index.html

[9] Ibid.

[10] Brad Lendon, “Expert’s warning to US Navy on China: Bigger fleet almost always wins”, CNN, January 17, 2023, https://edition.cnn.com/2023/01/16/asia/china-navy-fleet-size-history-victory-intl-hnk-ml/index.html#:~:text=The%20People’s%20Liberation%20Army%20Navy,Power%20Report%2C%20released%20in%20November.

[11] Captain Sam J. Tangredi, U.S. Navy (Retired), “Bigger Fleets Win”, U.S. Naval Institute, January 2023, https://www.usni.org/magazines/proceedings/2023/january/bigger-fleets-win

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Republik Rakyat China, Xi Jinping. 15 November 2022. (Foto oleh James Brickwood/Sydney Morning Herald via Getty Images)

February 25 2023

Hubungan Australia-Tiongkok: Kegelisahan China atas kapal selam nuklir Australia

Anita Susanto Asia Pacific, News, Politics, Security and Defence AUKUS, Australia, China, Diplomasi, Kapal Selam, nuklir 0

Hubungan antara Australia dan China telah membaik dengan cepat, lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang sejak Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese berkuasa tahun lalu. Namun, reaksi Beijing terhadap rencana Canberra untuk membuat kapal selam baru yang dapat menunjukkan apakah niat baik itu dapat bertahan lama setelah rencana PM Australia untuk mengunjungi Joe Biden.

Albanese diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Washington pada pertengahan Maret mendatang untuk mengungkap desain armada kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibangun dengan bantuan AS dan Inggris. Pengumuman bersama dengan Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Rishi Sunak akan menjadi tonggak penting dalam kemitraan Aukus selama 18 bulan yang dimaksudkan untuk melawan peningkatan kekuatan angkatan laut China di kawasan Asia-Pasifik.

Hal ini menjadi sulit bagi Australia, mengingat China adalah mitra dagang terbesarnya, dan ditambah dengan konflik-konflik antara Beijing dan Washington. Meskipun Menteri Perdagangan China Wang Wentao mengatakan bahwa hubunganya dengan Canberra telah membaik. “Ada keinginan di pihak China untuk berbicara dengan Australia dengan cara yang belum pernah mereka lakukan selama empat atau lima tahun,” kata Richard McGregor, penulis Asia’s Reckoning: China, Japan and the Fate of US Power in the Pacific Century.

Hubungan Canberra dengan Beijing merenggang pada awal 2020 setelah Perdana Menteri Australia saat itu Scott Morrison menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul Covid-19 yang dipandang China sebagai bagian dari upaya AS untuk menyalahkan nya pandemi terhadap China. Akibatnya, Beijing melakukan serangkaian tindakan sanksi terhadap produk Australia, meskipun membantah bahwa tindakan tersebut merupakan pembalasan.

Pencairan hubungan Australia dengan China baru-baru ini juga bertepatan dengan dorongan yang lebih luas dari Presiden Xi Jinping untuk meredakan ketegangan dengan Barat yang berfokus pada pembangunan kembali ekonomi. Tapi perdebatan sengit antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Anggota Dewan Negara China Wang Yi akhir pekan lalu mengenai balon China yang ditembak jatuh oleh AS awal bulan ini menunjukkan bagaimana upaya rekonsiliasi hubungan dapat berputar 180 derajat secara cepat.

Di sisi lain, hubungan Canberra dan Beijing juga diperparah oleh pertentangan China terhadap Aukus. China telah memperjelas penentangannya terhadap pakta AUKUS, berusaha membujuk Badan Energi Atom Internasional bahwa transfer teknologi propulasi nuklir merupakan pelanggaran perjanjian non-proliferasi. “Aukus pada dasarnya adalah tentang memicu konfrontasi militer melalui kolaborasi militer,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam jumpa pers rutin di Beijing pada 1 Februari.

November 2 2021

Australia Dituduh “Membohongi Prancis” Mengenai Kesepakatan Atas Kapal Selam

Anita Susanto America, Asia Pacific, Europe, News, Security and Defence AUKUS, Australia, Emmanuel Macron, prancis, Scott Morrison 0

Emmanuel Macron, Presiden Prancis mengatakan bawa Perdana Menteri Australia membohonginya terkait batalnya kesepakatan kapal selam antara dua negara tersebut pada September lalu. Macron dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison bertemu di Roma pada pertemuan G20 untuk pertama kalinya setelah Australia bergabung dengan aliansi AUKUS. Menurut pihak Prancis, tindakan Australia “perilaku yang tidak dapat diterima antara sekutu”.

Pada pertemuan G20, Macron mengatakan pada sekelompok reporter dari Australia bahwa “Saya menghargai sekali negara anda. Saya menghargai sekali pertemanan dengan masyarakat anda. Saya hanya ingin mengatakan bahwa jika kita menghargai sesuatu, kita harus melakukan sesuatu yang benar dan berperilaku sejalan dan konsisten dengan nilai yang kita bawa” dan menambahkan bagaimana tanggapan bahwa Morrison telah membohonginya, Macron memperjelas jawabannya dengan mengatakan bahwa “Saya tidak memikirkannya, saya tahu.”

Walaupun begitu, Morrison menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa dia tidak berbohong dan dia telah menjelaskan sebelumnya pada Macron bahwa kapal selam konvensional dari Prancis bukan sesuatu yang Australia butuhkan saat ini. Sehingga Australia beraliansi dengan AUKUS dan merencanakan program pembangunan kapal selam bertenaga nuklir. Walaupun pembatalan perjanjian ini terkesan sangat tiba-tiba, namun seorang diplomat Prancis mengatakan bahwa Macron telah menerima surat dari Morrison mengenai pembatalan kesepakatan tersebut.

Pada 25 Juni lalu, Prancis sendiri telah mengangkat pentingnya isu Indo-Pasifik kepada Sekertaris Negara Amerika Serikat (AS), Antony Blinken dan menjelaskan pentingnya kerja sama program kapal selam di antara Prancis dan Australia. Namun, hanya satu bulan berselang setelah pernyataan tersebut, Australia bersama AS dan Inggris mengumumkan aliansi AUKUS-nya dan membatalkan kerja sama dengan Prancis. Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa tindakan tersebut adalah “tusukan dari belakang”.

Selain Australia yang memberikan argumen bahwa pihaknya telah memberi tahu Prancis terlebih dahulu mengenai AUKUS, Joe Biden mengakui bahwa perlakuan AS terhadap Prancis “ceroboh” dalam menangani peluncuran pakta keamanan AUKUS membuat marah Paris. AS juga telah berusaha untuk meredam kemarahan Prancis dengan telah berbicara dengan pihak Prancis ketika ditanya oleh reporter pada pertemuan G20 di Roma.