Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Kembali Melorot, Apa Kata Jokowi?
Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia kembali mengalami penurunan dari angka 38 di tahun 2021 menjadi 34 di tahun 2022. Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menyatakan bahwa penurunan ini menjadi jumlah yang paling drastis sejak era reformasi.
Penurunan IPK Indonesia tahun 2022 tersebut menempatkan posisi Indonesia menjadi 110 dari 180 negara di dunia. Padahal sebelumnya di tahun 2021 Indonesia berada di posisi ke-96 dari 180 negara. Penurunan peringkat dan poin ini menunjukkan adanya perubahan signifikan terhadap indeks persepsi korupsi dibandingkan tahun lalu.
Laporan TII mengenai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) tahun 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli dalam mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.
Setidaknya terdapat tiga indikator yang membuat posisi IPK Indonesia turun drastis yakni Political Risk Service, IMD World Competitiveness Yearbook, dan PERC Asia Risk Guide. Ketiga indikator ini mengalami penurunan besar yang menunjukkan bahwa para pelaku usaha sepanjang tahun 2022 menghadapi risiko politik dalam berusaha di Indonesia. Terlebih, dengan angka korupsi yang tinggi, hal ini akan memperburuk iklim investasi dan pembangunan di Indonesia.
Respons pemerintah
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD turut menanggapi skor IPK Indonesia 2022. Mahfud meniai bahwa hasil indeks yang dirilis oleh TII bukanlah sebuah fakta. Menanggapi penyataan tersebut, Sekjen TII mengatakan bahwa survei korupsi tersebut memang disebut persepsi karena sulit mengukur fenomena korupsi.
Selain itu, Mahfud MD juga menyatakan bahwa hampir semua negara termasuk Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura mengalami penurunan indeks persepsi korupsi.
Di kesempatan lain, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa IPK Indonesia tahun 2022 akan menjadi masukan bagi pemeirntah dan juga aparat penegak hukum untuk memperbaiki diri.
Presiden Joko Widodo juga menyampaikan lima poin penting seperti; penegasan agar tindak korupsi pemerintah harus terus dikejar disertai dengan penyitaan aset-aset obligor BLBI yang tidak kooperatif, Jokowi meminta agar proses tindakan pidana korupsi tidak ada tebang pilih dan harus dilakukan secara profesional. Presiden Jokowi juga mendorong agar dua rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Transaksi Uang Kartal lebih cepat diproses. Selain itu, terkait dengan keketuaan dalam G20 yakni pemberantasan korupsi, Jokowi juga menegaskan bahwa agenda ini akan diteruskan pada keketuaan ASEAN. Terakhir, Ia menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi.
Di sisi lain, Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yuris Rezha Kurniawan mengatakan bahwa kemunduran pemberantasan korupsi diakibatkan oleh lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelaku tindak pidana korupsi.