Pembahasan mengenai hukum kriminalisasi terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, dan lain-lain (LBGT+) di Ghana masih bergulir. Penggunaan akronim LGBTQ+ merujuk pada orientasi seksual dan identitas gender yang masih memiliki banyak perdebatan di berbagai wilayah dunia, termasuk di Ghana.
Pengusul kebijakan, terutama dari pihak oposisi, akhir-akhir ini terus menekan Presiden Nana Akufo-Addo untuk mempromosikan hukum anti-LGBTQ+ di Ghana. Promosi hukum ini banyak ditentang karena melanggar hak asasi, namun juga diapresiasi oleh masyarakat Ghana karena isu agama dan budaya.
Orientasi seksual salah satunya “gay” juga sudah dianggap hal ilegal bagi negara Afrika Barat ini. Hukuman bagi para “gay” mencapai 3 tahun penjara, di mana hukum pembaruan kali ini menginginkan peningkatan hingga 5 tahun penjara. Bahkan untuk kalangan yang membantu untuk melindungi atau mendukung hak-hak LGBTQ+ diusulkan agar dihukum hingga 10 tahun penjara.
Usul hukum kriminalisasi LGBTQ+ ini diberi nama “The Promotion of Proper Human Sexual Rights and Ghanaian Family Values Bill” atau RUU Promosi Hak-Hak Seksual Manusia yang Layak dan Nilai-nilai Keluarga Ghana.” Usul hukum ini mengatur mengenai persyaratan mendakwa “tersangka”, menjatuhkan hukuman penjara, tindakan “rehabilitasi,” hingga penuntutan agar melakukan operasi medis jika sudah terlanjur melakukan operasi pergantian jenis kelamin.
Jika usulan hukum ini lolos di parlemen, Presiden memiliki hak untuk menolak, mengkritisi, menandatangani, atau melarang hukum ini ditetapkan. Namun, jika dilihat dari survei Afrobarometer tahun 2014 lalu tentang isu ini, hampir 90 persen masyarakat Ghana menyetujui jika adanya kriminalisasi dari komunitas LGBTQ+.
Isu Politik-Ekonomi dalam Pembahasan Usul Hukum LGBTQ+ di Ghana
Meskipun Presiden Nana Akufo-Addo pernah berjanji agar isu LGBTQ+ di Ghana akan tetap ilegal di masa pemerintahannya, namun peresmiannya secara hukum akan memiliki dampak yang cukup besar.
Keputusannya akan sangat sensitif karena bisa semakin meningkatkan kekerasan pada komunitas LGBTQ+ dan juga menghambat upaya pemulihan kerja sama bisnis dengan asing. Keterbukaan dan perlindungan hak asasi manusia yang sangat penting bagi investor asing terutama Barat menjadi hal lain yang perlu dipertimbangkan Akufo-Addo.
Namun di sisi lain, oposisi juga menekankan perlunya perlindungan budaya Ghana dari pengaruh asing, guna melindungi generasi muda di masa depan. Terlebih, mengingat kelompok agama atau tetua kebudayaan masih sangat kental dan berpengaruh di Ghana.
Isu Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
Pada bulan Mei lalu, puluhan aktivis gay sempat ditangkap karena menghadiri maupun berkumpul membahas kelompok “mereka” yang dianggap kepolisian sebagai pelanggaran hukum. Namun, untungnya mereka sudah dibebaskan.
Dunia internasional melayangkan kekhawatiran terkait peningkatan tindak diskriminasi kepada para komunitas ini. Dilansir Reuters, Direktur Hak LGBTQ+ Ghana, Alex Kofi Donkor, juga menyatakan masyarakat menjadi takut untuk muncul ke publik karena sentimen homofobia sedang meningkat, terutama jika hukum ini disetujui.
Para ahli dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan adopsi kebijakan ini akan mencederai promosi hak-hak dasar manusia, termasuk masyarakat lain yang mendukung maupun bersimpati atas komunitas LGBTQ+.
Berkaitan dengan isu ini, tidak dipungkiri merupakan isu sensitif terutama jika dikaitkan dengan nilai agama dan sosial. Namun, meskipun memiliki nilai maupun cara pandang yang berbeda, kekerasan pada sesama manusia tetap tidak bisa dibenarkan.