Gubernur Bali, I Wayan Koster, telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan pelanggaran yang dilakukan oleh turis asing di Pulau Dewata menyusul beberapa insiden yang muncul belakangan ini. Koster mengklaim bahwa pihaknya sedang menindak warga negara asing atau turis yang melakukan kegiatan ilegal di Bali, seperti bekerja secara ilegal, mengendarai kendaraan motor secara ugal-ugalan, dan bukan bertindak karena adanya postingan viral di media sosial.
“Saya ingin membuatnya jelas bahwa saya tidak bertindak karena postingan viral. Tidak ada pengaruh dari postingan viral. Kami telah melakukan ini sejak Covid-19,” kata Koster dalam konferensi pers di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali pada hari Minggu (12/3).
Mengusulkan untuk cabut Visa on Arrival WN Rusia dan Ukraina
Koster mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mencabut visa on arrival (VoA) bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang ingin berkunjung ke Bali. Ia telah mengirim surat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan salinan kepada Menteri Luar Negeri, untuk meminta pembatalan VoA.
Kebijakan ini dianggap penting karena banyak laporan tentang warga negara dari dua negara tersebut yang melakukan pelanggaran di Bali dengan memakai kedok sebagai turis. Selain itu, karena negara mereka sedang berkonflik, banyak warga yang ingin mencari kenyamanan di Bali. Koster juga menyatakan bahwa pencabutan VoA ini kemungkinan tidak hanya berlaku bagi warga dari dua negara tersebut, namun bisa juga berlaku bagi beberapa negara lain karena saat ini ada 86 negara yang diberikan VoA.
Beberapa bulan terakhir, kasus WNA dan turis asing yang bermasalah menjadi sorotan publik, terutama mereka yang melanggar aturan hukum di Indonesia seperti mengendarai motor tanpa kelengkapan surat dan helm, berkendara ugal-ugalan, membuat KTP palsu, dan menyalahgunakan izin tinggal dan bekerja secara ilegal.
Menurut Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Barron Ichsan, sepanjang Januari hingga Maret 2023, terdapat 22 WNA di Bali yang ditindak oleh Imigrasi karena melanggar aturan administrasi keimigrasian, dengan WNA Rusia menjadi pelanggar terbanyak dengan jumlah lima orang.
Berkaitan dengan rencana mencabut VoA ini, Ditjen Imigrasi Kemenkumham mengungkapkan bahwa pada bulan Maret 2023, terjadi penurunan penggunaan Visa on Arrival (VoA) dan Electronic Visa on Arrival (e-VoA) untuk warga negara Rusia dan Ukraina di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Jumlah pengguna VoA asal Rusia mencapai 5.196 orang, sementara Ukraina mencapai 566 orang pada tanggal 12 Maret 2023.
Selain itu, Ditjen Imigrasi juga mencatat bahwa tren kedatangan wisatawan asal Rusia dan Ukraina menggunakan VoA dan e-VoA menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada bulan Februari, terdapat lebih dari 15.000 orang dari Rusia dan 2.000-an orang dari Ukraina yang menggunakan VoA dan e-VoA. Sedangkan pada bulan Januari, jumlah wisatawan asal Rusia mencapai hampir 20.000 orang dan Ukraina mencapai lebih dari 2.000 orang.
Dubes Ukraina ungkap Kekecewaannya
Dalam konferensi pers daring pada Selasa (14/3), Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, mengeluarkan pernyataan kecewa terkait usulan Gubernur Bali I Wayan Koster untuk mencabut Visa on Arrival (VOA) bagi warga negara Rusia dan Ukraina yang ingin berkunjung ke Bali. Vasyl menyebut pernyataan Koster sebagai “tak berdasar” dan menyatakan kekecewaannya terhadap sosok yang ia anggap rasional selama ini.
Vasyl menegaskan bahwa warga Ukraina tak ada kaitannya dengan warga Rusia yang melakukan kesalahan di Bali. Menurutnya, alasan Koster yang mengaku khawatir soal konflik Rusia-Ukraina tak bisa dijadikan alasan untuk mencabut VOA warganya. Vasyl menilai keberadaan warga Ukraina di Bali dan di beberapa wilayah Indonesia kebanyakan karena ingin mencari keamanan dari perang yang tengah berlangsung kini.
“Saya pikir ini sangat menyinggung diri saya sendiri sebagai warga negara Ukraina. Menyama-nyamakan warga Rusia dan Ukraina serta menyalahkan mereka dan lain-lain adalah sesuatu yang tidak benar. Saya kira ini sangat menyakitkan,” ujarnya.
Selain itu, Vasyl juga membeberkan data terkait kejahatan yang dilakukan oleh warga Ukraina di Indonesia. Menurutnya, hanya ada delapan orang Ukraina yang dideportasi dari RI sejak 2019 silam, dan hanya lima orang yang di penjara karena terbukti bersalah. “Dan mereka bukan melakukan kejahatan besar. Mereka cuma memanipulasi uang dan lain-lain, bukan kejahatan serius seperti pembunuhan,” ucapnya. Vasyl menekankan bahwa pengambilan keputusan yang tepat harus didasarkan pada fakta dan data yang akurat, bukan asumsi atau prasangka terhadap suatu kelompok.