Pencabutan TAP MPRS No. 33 Tahun 1967: Rehabilitasi Politik Presiden Soekarno
Pada 9 September 2024, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyerahkan surat resmi tidak berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari Presiden Sukarno. Penyerahan surat tersebut digelar di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V DPR/MPR/DPD yang juga dihadiri oleh Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan anggota lain dari keluarga Presiden Soekarno. Bamsoet menyatakan bahwa pencabutan tersebut merupakan tindak lanjut dari surat yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang tidak lagi berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 yang kemudian dibahas dalam rapat pimpinan MPR RI pada 23 Agustus 2024. Selain itu, Bamsoet juga menyatakan bahwa MPR berkomitmen dalam merehabilitasi reputasi Presiden Soekarno dan mengembalikan hak-hak yang sebelumnya tidak didapatkan oleh sang proklamator akibat dari ketetapan tersebut.
Pencabutan TAP MPRS ini disambut baik oleh keluarga dari Presiden Soekarno dan hal tersebut disampaikan oleh Guntur Soekarnoputra yang berterima kasih kepada pimpinan MPR RI. Selain itu, Guntur juga menyampaikan keinginannya untuk merehabilitasi nama baik dari Presiden Soekarno karena menurutnya hal tersebut penting dilakukan untuk kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa. Guntur juga menegaskan bahwa Presiden Soekarno tidak pernah terlibat dalam pemberontakan G30S/PKI dan menyesalkan tuduhan yang diberikan kepada sang proklamator tanpa melalui proses peradilan. Selain Guntur, presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri juga terharu atas pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad.
TAP MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan MPRS RI yang menurunkan Soekarno dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan pada 12 Maret 1967 karena pidato Nawakarsa dan Pel-Nawakarsa dari Presiden Soekarno ditolak oleh MPR RI karena dianggap tidak memenuhi kepentingan rakyat. Alasan lainnya adalah laporan dari Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Mayor Jendral Soeharto yang menyatakan bahwa Presiden Soekarno melakukan kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan pelaku G30S dan melindungi tokoh-tokoh yang terlibat.