Kementerian Luar Negeri Koordinasi Upaya Penyelamatan Korban TPPO Di Myanmar
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan sedang mengkoordinasikan upaya penyelamatan bagi 20 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar (9/9).
Dalam sebuah video viral, para korban mengaku bahwa mereka ditipu dengan tawaran untuk bekerja di Thailand; namun para pelaku TPPO membawa mereka ke Myanmar tanpa sepengetahuan mereka. Selain itu, para korban juga menyatakan bahwa mereka dipaksa untuk bekerja 15 jam per hari tanpa dibayar dan seringkali disiksa jika tidak mencapai target.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Kemlu, para korban diduga berada di kawasan Hpa Lu, sebuah wilayah pegunungan terpencil yang berada di dekat Myawaddy, kota perbatasan Myanmar-Thailand. Lebih lanjut, Hpa Lu, yang berada di negara bagian Kayin, diketahui merupakan wilayah yang telah berada dalam kendali kelompok pemberontak Karen National Liberation Army (KNLA) sejak Maret 2024.
Menanggapi situasi ini, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon menyatakan bahwa saat ini mereka sedang melaksanakan koordinasi dan komunikasi dengan otoritas dan aparat keamanan Myanmar untuk menyelamatkan WNI yang sedang disekap di Hpa Lu. Selain berkoordinasi dengan aparat keamanan, KBRI Yangon juga melaksanakan komunikasi informal ke jejaring yang berada di Myawaddy dan wilayah sekitarnya untuk mendapatkan informasi tambahan.
Disamping itu, Kemlu menghimbau kepada warga Indonesia untuk tetap berhati-hati dan waspada terhadap tawaran pekerjaan dari luar negeri yang tidak memerlukan visa kerja dan tidak menandatangani kontrak kerja sebelum pemberangkatan. Selain itu, untuk bekerja di luar negeri, Kemlu juga menghimbau agar masyarakat dapat meminta informasi dan prosedur resmi melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), BP2MI, dan dinas tenaga kerja setempat.
Sejak tahun 2020 hingga 2024, Kemlu telah menangani sekitar 107 pengaduan kasus TPPO di Myanmar, dimana 44 WNI berhasil dibebaskan sementara 63 diantaranya masih disekap. Salah satu WNI yang menjadi korban adalah pekerja yang berinisial SA yang saat ini sedang disekap di Myanmar sejak Agustus 2024. Dalam sebuah wawancara, pihak keluarga menyatakan bahwa SA menjadi korban, bermula dari ajakan temannya yang bernama Risky untuk bekerja di Thailand dengan gaji sebesar US$ 10,000 atau sekitar Rp 150 juta. Akan tetapi, SA dibawa ke Myanmar tanpa sepengetahuannya dan dipekerjakan di lokasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Saat ini, SA disekap di sebuah rumah susun dekat Myawaddy dan keluarga korban diminta uang tebusan sebesar US$ 30,000 atau sekitar Rp 475 juta.