Pemilihan umum calon presiden Prancis tahun 2022 baru dilaksanakan pada tanggal 10 April lalu. Namun pada putaran pertama pemilihan, dari 12 kandidat presiden, yakni delapan pria dan empat wanita, tidak ada yang mampu melampaui lebih dari 50 persen suara pemilih. Emmanuel Macron mendapat dukungan suara sekitar 27 persen, sedangkan Le Pen di posisi kedua dengan 23 persen.
Capaian dukungan Le Pen merupakan hasil terbaik kandidat presiden dari National Rally atau Front National di putaran pertama.
Dua kandidat presiden teratas yakni Emmanuel Macron dan Marine Le Pen akan melaksanakan pemilihan putaran kedua yang akan dilaksanakan tanggal 24 April nanti. Kedua kandidat mulai ‘menyerang’ satu sama lain sebagai bagian dari kampanye mereka.
“Emmanuel Macron, jika karena suatu kesalahan dia terpilih kembali, maka Ia akan merasa bebas untuk melanjutkan kebijakannya tentang kehancuran sosial,” kata Marine Le Pen dari partai sayap kanan. Di sisi lain, Macron menuduh pemimpin partai Rally Nasional sayap kanan tersebut sebagai “demagog.” Demagog merujuk pada pemimpin yang dinilai menghasut dan memperoleh kekuasaan dengan menyesatkan rakyat.
Macron juga mengkritik rivalnya mengenai beberapa agenda ekonomi seperti tentang umur pensiun yang dipangkas menjadi umur 60 tahun bagi orang-orang yang mulai bekerja sebelum umur 20 tahun. Kebijakan lain yang dikritik yakni penghapusan pajak penghasilan untuk pekerja umur di bawah 30-an dan PPN energi dikurangi menjadi 5,5% dari 20%. Macron menilai kebijakan tersebut sulit dilakukan jika Prancis ingin serius mengatasi kesejahteraan masyarakat, sekaligus memenuhi hak pensiunan dan pelayanan masyarakat.
Bagaimana fokus kebijakan Macron dan Le Pen?
Dilansir dari The Independent, berikut beberapa kebijakan domestik dan luar negeri kandidat presiden Macron yakni:
- Menaikkan usia pensiun secara bertahap dari umur 62 tahun menjadi 65 tahun dan meningkatkan pensiun bulanan minimum;
- Penambahan enam reaktor nuklir generasi baru, mengembangkan energi matahari dan ladang angin di laut;
- Memperkuat perbatasan eksternal kawasan bebas paspor Eropa dan menciptakan kekuatan baru untuk mengontrol perbatasan nasional dengan lebih baik;
- Mempercepat pemrosesan permohonan suaka dan izin tinggal dan mendeportasi mereka yang tidak memenuhi syarat;
- Memberikan beberapa tunjangan kesejahteraan bersyarat pada 15-20 jam pelatihan, serupa dengan kebijakan di negara-negara seperti Inggris; dab
- Asuransi pengangguran, yang saat ini menjamin pekerja hingga dua pertiga dari gaji mereka selama dua tahun jika mereka kehilangan pekerjaan, akan dikaitkan dengan kekuatan ekonomi.
Sedangkan dari sisi Le Pen, berikut beberapa fokus kebijakannya;
- Mengakhiri kebijakan reunifikasi keluarga, membatasi tunjangan sosial hanya untuk orang Prancis dan mendeportasi orang asing yang menganggur selama lebih dari setahun;
- Menerapkan kebijakan “Beli produk Prancis” untuk tender umum;
- Potong usia pensiun minimum menjadi 60 untuk mereka yang mulai bekerja sebelum 20;
- Potong pajak penghasilan untuk mereka yang berusia di bawah 30 tahun, dan potong PPN energi menjadi 5,5 persen dari 20 persen;
- Mengganti ladang-ladang energi angin dan investasikan dalam energi nuklir dan air; dan
- Sebuah undang-undang yang melarang jilbab Muslim di semua tempat umum, dan melarang acara dan pembiayaan yang dianggap menyebarkan “Islamisme.”
Pendekatan yang digunakan oleh Le Pen cukup ekstrem karena pandangan nasionalisme, anti imigran, diskriminasi orang asing, dan lain-lain. Jika Le Pen berhasil menyusul Emmanuel Macron diputaran kedua, politisi Eropa mengkhawatirkan potensi terganggunya fungsi Uni Eropa. Le Pen dikenal sebagai seorang anti-Uni Eropa, dan berpandangan untuk mengurangi kontribusi Prancis di Uni Eropa, sekaligus mempromosikan koalisi dengan negara yang juga berselisih dengan Uni Eropa seperti Hungaria dan Polandia.
Tidak hanya itu, kampanye Le Pen juga banyak yang berlawanan dengan nilai dan prinsip kebebasan berpindah Uni Eropa, sehingga tidak dipungkiri muncul isu Frexit atau French Exit. Le Pen dikenal cukup dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di mana Le Pen bergantung pada pinjaman bank Rusia untuk kampanye presidennya di tahun 2017 lalu.
Di sisi lain, Macron juga mendapat kritik dari pemilih Prancis. Saat mengunjungi kota di Mulhouse, penduduk setempat mempertanyakan kebijakan Macron yang dinilai tidak berpihak pada kaum miskin dan juga mengenai pemenuhan hak tenaga kesehatan yang dinilai buruk. Macron merespons dengan menjanjikan kenaikan kecil pendapatan bagi para pekerja kesehatan.