Rusia Kirim Pasukan Tambahan ke Ukraina, Ingin Perang atau Gertak?
Rusia memberi ancaman langsung pada stabilitas keamanan Ukraina karena mengirimkan puluhan ribu anggota pasukan ke perbatasan Ukraina. Seorang Jenderal Amerika Serikat (AS) menyatakan pengiriman pasukan tambahan Rusia ke Ukraina memiliki risiko rendah hingga sedang bagi Ukraina dalam beberapa minggu yang akan datang.[1] Lalu, mengapa Rusia melakukan tindakan ini?
Pasca Aneksasi Krimea 2014
Rusia dan Ukraina memiliki sejarah kompleks secara budaya, politik, dan keamanan terutama pasca aneksasi Krimea tahun 2014 lalu, sehingga Rusia meningkatkan kekuatan militer dan gerakan separatis di Donbass, di mana konflik tersebut menelan korban belasan ribu orang hingga sekarang. Rusia juga siap melakukan intervensi untuk “membantu” masyarakat berbahasa Rusia di wilayah Timur Ukraina, jika Ukraina berencana menggunakan kekerasan pada separatis pro Rusia.[2] Politisi Rusia Dmitry Kozak menyatakan Rusia akan bertindak tergantung dari tingkat eskalasi, namun juga mengingatkan bahwa eskalasi ini bisa jadi menjadi awal dari kejatuhan Ukraina.[3] Meskipun sudah jelas menggambarkan sebuah ancaman, namun Rusia menekankan tindakan peningkatan kekuatan militer bukanlah sebuah ancaman karena masih berada di teritorial Rusia.
Rusia dan Ukraina, bersama Jerman dan Prancis menyetujui perjanjian Minsk pada 2015 lalu dan bertemu melalui Paris Summit pada 2019 lalu untuk mengingatkan loyalitas dan kepatuhan pada perjanjian pelucutan senjata Minsk hingga 2021 ini.[4] Namun melihat peningkatan militer Rusia di wilayah perbatasan Timur dan Utara Ukraina, serta jatuhnya 21 korban tentara Ukraina hingga Maret lalu memicu kondisi krisis keamanan nasional dan regional semakin meningkat. Menurut Uni Eropa, jumlah tentara Rusia mencapai lebih dari 100,000 anggota yang ditempatkan di perbatasan serta wilayah Krimea.[5] Jumlah ini bahkan lebih besar dibandingkan tahun 2014 lalu sehingga risiko dan kekhawatiran eskalasi politik dan keamanan juga cukup tinggi. Ukraina mengutuk keras tindakan Rusia terutama karena peristiwa ini berdekatan dengan rencana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk bertemu Jerman dan Prancis. Tindakan Rusia tidak hanya mengancam keamanan, namun juga politik karena pelanggaran perjanjian Minsk bersama Ukraina.
Apa yang diinginkan Rusia?
Terdapat beberapa tingkatan yang digunakan sebagai konsiderasi proses pembuatan kebijakan, yakni individual, domestik atau negara, lalu hubungan antar negara. Tindakan Putin terhadap Ukraina, setidaknya untuk saat ini, bukan sebuah rencana untuk langsung menyerang Ukraina, namun lebih kepada gertakan untuk melihat reaksi, baik dari Ukraina dan negara lainnya, sekaligus sebagai upaya meningkatkan kekuatan militernya secara bertahap. Meskipun jelas akan mengundang pertentangan dan kecaman dari Eropa dan AS, namun Putin tetap memutuskan pengiriman kekuatan militer tambahan tersebut.
Secara domestik dan global, pertama Rusia memiliki keterikatan sosial budaya dengan jumlah masyarakat berbahasa dan etnis Rusia di wilayah Timur dan Selatan Ukraina yang mencapai delapan juta jiwa. Alasan nasionalisme ini salah satunya yang membuat Rusia merasa perlu “melindungi” masyarakatnya. Kedua, isu ekonomi juga menjadi alasan Rusia mengingat Ukraina sebagai pengekspor gandum, metal, dan minyak pernah menjadi salah satu rekan dagang terbesar Rusia namun sekarang menjadi lebih dekat dengan Eropa, sehingga Rusia ingin mendorong Ukraina bergabung dengan perjanjian The Eurasian Economic Union (EAEU) yang dipimpinnya. EAEU merupakan perjanjian perdagangan bebas yang dibentuk sejak tahun 2015 lalu dan baru beranggotakan lima negara seperti Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, and Russia.[6]
Ketiga, kondisi politik dan keamanan, di mana Rusia ingin menunjukkan kehadiran dan kekuatan Rusia di regionalnya. Terlebih dengan kepemimpinan baru AS sekarang dengan Biden yang menggunakan pendekatan hubungan diplomasi dengan Ukraina serta upaya Ukraina mendekati Eropa agar bergabung dengan NATO, membuat Ukraina semakin mendekat dengan Barat dan AS. Kedekatan ini akan meningkatkan kapabilitas militer, ekonomi, dan politik Ukraina, sehingga Rusia merasa kondisi ini tidak menguntungkan bagi negaranya.
Dukungan Eropa, negara Baltik dan AS terhadap Ukraina
Wilayah geopolitik Ukraina penting terutama bagi negara Baltik seperti Lithuania, Estonia, dan Latvia, negara-negara Eropa, dan AS mengingat negara-negara ini memiliki hubungan yang tidak baik secara politik dan keamanan terutama dengan tindakan konfrontasi Rusia. Terlebih, Rusia juga menambah kapal perang di Laut Hitam sekitar wilayah Selat Kerch yang berdekatan dengan Ukraina. Kekuatan militer ini termasuk dua kapal angkut tank kelas Ropucha yang bisa mengangkut beban sebesar 450 ton dan 15 kapal kecil yang kedepannya akan terus ditambahkan kekuatannya.[7] Konfrontasi militer di Teluk Hitam sejauh ini belum menunjukkan intensi melakukan agresi atau invasi, namun lebih kepada intimidasi dan gertakan yang cukup membuat negara Baltik merasa terancam sehingga banyak negara mendorong Rusia untuk tidak melakukan konfrontasi.
Lalu, meskipun belum menjadi anggota NATO, Eropa sudah melakukan pertemuan untuk membicarakan isu keamanan ini, di mana Ukraina juga meminta bantuan Uni Eropa untuk memberikan “sanksi sektoral” pada Rusia sebagai upaya deeskalasi. Namun hingga saat ini, Uni Eropa belum memberikan sanksi apapun pada Rusia dan tekanan yang diberikan atas Rusia masih sangat terbatas. Selanjutnya dari AS, Biden berbicara dengan Zelensky melalui telepon dan menyatakan dukungannya pada Ukraina untuk melindungi kedaulatan politik dan wilayah teritorial Ukraina. Berbagai respon ini diharapkan bisa lebih menekan tindakan konfrontasi Rusia yang mengancam kestabilan keamanan dan perdamaian regional Eropa.
[1] John Haltiwanger, Top US general in Europe says there’s a low-to-medium risk Russia invades Ukraine in the next few weeks, Insider, https://www.businessinsider.com/low-medium-risk-russia-invades-ukraine-us-general-2021-4?r=US&IR=, 2021.
[2] BBC, Ukraine conflict: Moscow could ‘defend’ Russia-backed rebels, BBC, https://www.bbc.com/news/world-europe-56678665, 2021
[3] Ibid.,
[4] Talha Yavuz, 5 things to know about Russia-Ukraine crisis, Anadolu Agency, https://www.aa.com.tr/en/infographics/5-things-to-know-about-russia-ukraine-crisis/2203544, 2021
[5] TRT World, EU: ‘More than 100,000’ Russian troops amassed near Ukraine, TRT World, https://www.trtworld.com/europe/eu-more-than-100-000-russian-troops-amassed-near-ukraine-46048, 2021.
[6] Arkady Moses, New Policy Memo: Will Ukraine Join (and Save) the Eurasian Customs Union?, Ponars Eurasia, https://www.ponarseurasia.org/new-policy-memo-will-ukraine-join-and-save-the-eurasian-customs-union/, 2013.
[7] Reuters, Russia beefs up warship presence in Black Sea as Ukraine tensions simmer, Reuters, https://www.reuters.com/world/europe/russia-beefs-up-warship-presence-black-sea-ukraine-tensions-simmer-2021-04-17/, 2021
Krisis Perbatasan Rusia-Ukraina, Ada Apa dengan Jerman? - DIP Institute
January 31, 2022 @ 1:53 pm
[…] Rusia mengenai kemungkinan masuknya Ukraina ke aliansi NATO bukan tanpa alasan. Jika Ukraina bergabung […]