Jalan Lain Menghadang China: AS dan Papua Nugini Menandatangani Pakta Pertahanan
Persaingan antara Washington dan Beijing untuk mendapatkan pengaruh di kawasan Pasifik tampaknya meningkat setelah dilakukannya penandatanganan perjanjian kerja sama pertahanan bilateral baru antara Amerika Serikat dan Papua Nugini. Hal ini telah menimbulkan kontroversi di negara Kepulauan Pasifik dan juga bagi China.
Pada 22 Mei 2023, saat Blinken mengunjungi ibu kota negara Papua Nugini (PNG), Port Moresby, kesepakatan dan pengaturan keamanan laut ditandatangani oleh James Marape, perdana menteri PNG. Peningkatan kerja sama pertahanan ini akan meningkatkan akses AS ke militer dan fasilitas lain di PNG dan selanjutnya akan memperkuat hubungan keamanan Washington di Pasifik Selatan. “Kerja sama pertahanan dirancang oleh Amerika Serikat dan Papua Nugini sebagai mitra yang setara dan berdaulat,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam upacara penandatanganan pada hari Senin.[1]
Kawasan Pasifik, yang meliputi Australia, Selandia Baru, dan sejumlah pulau dan negara kepulauan dinilai memiliki kepentingan strategis yang sangat besar. Kawasan ini terletak di antara AS, China, dan Australia, menimbulkan kepentingan strategis untuk keamanan dan pertahanan. Contohnya, pada Perang Dunia ke II, wilayah Pasifik sendiri menjadi pangkalan dan pelabuhan vital untuk angkatan udara dan angkatan laut Jepang.[2]
Presiden AS, Joe Biden minggu lalu mempersingkat perjalanan ke Asia yang akan mencakup pemberhentian di Port Moresby dan Sydney, Australia, karena diskusi batas utang saat ini di AS, namun, perjalanan Blinken ke PNG menjadi kejutan. Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 21 Mei lalu, PNG menggambarkan kesepakatannya dengan AS sebagai peluang untuk memperkuat kemampuan dan infrastruktur pertahanannya pada saat kekhawatiran keamanan internasional meningkat.
“Papua Nugini tidak memiliki musuh tetapi perlu dipersiapkan. Terutama terkait isu sengketa teritorial seperti dalam kasus Ukraina-Rusia,” kata pernyataan itu, dilansir dari CNN. “Perjanjian ini bukan tentang geopolitik tetapi lebih mengakui kebutuhan negara untuk membangun kemampuan pertahanannya karena sengketa perbatasan tidak dapat dihindari di masa depan,” katanya, seraya menambahkan bahwa hal itu tidak menghalangi pemerintah untuk “bekerja sama” dengan negara lain, termasuk China.[3]
Menurut Departemen Luar Negeri, tentara AS dan PNG sudah memiliki hubungan bantuan keamanan kooperatif yang sebagian besar berpusat pada latihan kemanusiaan bersama dan pelatihan personel militer PNG.[4] Kesepakatan baru ini telah mendorong diskusi di Papua Nugini, terutama karena kurangnya transparansi pemerintah atas apa yang terkandung di dalamnya dan dugaan kebocoran draf di internet.
AS mengikuti jejak China?
Dalam beberapa tahun terakhir, China tengah meningkatkan kekuatan angkatan lautnya secara signifikan. Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA Navy) melampaui Angkatan Laut AS dalam ukuran armada sekitar tahun 2020 dan dari informasi terakhir, Beijing memiliki sekitar 340 kapal perang, menurut Laporan Kekuatan Militer China 2022 versi Pentagon yang dirilis pada November lalu. Armada China diperkirakan akan menambah 400 kapal dalam dua tahun ke depan, menurut laporan yang sama.[5]
Keagresifan China dalam meningkatkan kekuatan militernya telah membuat wilayah Pasifik menjadi semakin penting bagi dua kekuatan besar. Kekhawatiran ini meningkat tahun lalu setelah Beijing menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon. Perjanjian kerangka kerja keamanan bilateral antara Beijing dan Kepulauan Solomon dilakukan berdasarkan permintaan dan kebutuhan Pulau Solomon dam tujuannya adalah untuk membantu Kepulauan Solomon menjaga tatanan sosial.
Walaupun begitu, usaha China dalam memperkuat pengaruhnya di wilayah Pasifik mengalami beberapa kemunduran. Pakta pertahanan dengan Fiji dilaporkan mengakhiri perjanjian pelatihan polisinya dengan China awal tahun ini “adalah kemenangan besar, membuat negara-negara Pasifik terbesar berpihak pada AS dalam upayanya untuk membatasi pengaruh China di kawasan itu,” kata Laveil, menambahkan bahwa Marape dapat “memanfaatkan ancaman China” untuk meminta lebih banyak bantuan pembangunan dari AS.
Setelah perjanjian China-Kepulauan Solomon, negara-negara di seluruh dunia, terutama AS mulai memfokuskan diri terhadap wilayah Pasifik. Saat ini, lalu lintas kunjungan, pertemuan, dan strategi jalur cepat untuk melawan pengaruh Tiongkok di Pasifik telah berdampak pada hampir setiap negara atau teritori, pulau, dan atol Pasifik dalam berbagai tingkat.[6] Hal ini dapat terlihat dari bagaimana berbagai negara “masuk” ke wilayah ini seperti mitra AS, Korea Selatan yang berusaha menghalau upaya diplomatik dan ekonomi untuk melawan China ini telah disertai dengan peningkatan perhatian pertahanan yang sangat besar, tidak terkecuali melalui perjanjian AUKUS antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Jelas terlihat bagaimana AS berusaha mengimbangi kekuatan dimana China tengah bergerak. Gagasan keseimbangan kekuasaan sendiri menyatakan bahwa negara bertujuan untuk pemerataan kekuasaan untuk mencegah dominasi oleh satu negara. Sementara para diplomat dan politisi sepanjang sejarah telah menggunakan konsep keseimbangan kekuasaan dalam berbagai keadaan dan untuk berbagai tujuan, konsep ini juga merupakan teori politik internasional yang digunakan oleh para sarjana untuk menjelaskan fenomena di dunia sekitar kita saat ini.[7] Berpijaknya AS di wilayah Pasifik lewat perjanjian dengan PNG merupakan salah satunya.
[1] “Papua New Guinea, US sign defence and maritime pact”, Al Jazeera, 22 Mei 2023, https://www.aljazeera.com/news/2023/5/22/papua-new-guinea-us-to-sign-security-pact-with-eye-on-china
[2] Lucas Myers, “The Pacific War’s Lessons for the Continued Strategic Importance of Oceania”, Wilson Center, https://www.wilsoncenter.org/publication/pacific-wars-lessons-continued-strategic-importance-oceania#:~:text=The%20South%20Pacific%20islands%20provided,Japanese%20air%20and%20naval%20forces.
[3] Simone McCarthy, “US and Papua New Guinea sign defense pact as Washington, Beijing vie for influence in the Pacific”, CNN, 22 Mei 2023, https://edition.cnn.com/2023/05/22/asia/us-papua-new-guinea-defense-cooperation-agreement-intl-hnk/index.html
[4] Ibid.
[5] Brad Lendon, “Expert’s warning to US Navy on China: Bigger fleet almost always wins”, CNN. 17 Januari 2023, https://edition.cnn.com/2023/01/16/asia/china-navy-fleet-size-history-victory-intl-hnk-ml/index.html#:~:text=The%20People’s%20Liberation%20Army%20Navy,two%20years%2C%20the%20report%20says.
[6] Patricia O’Brien, “China in the Pacific: The Fiji Case”, The Diplomat, 1 Mei 2023, https://thediplomat.com/2023/05/china-in-the-pacific-the-fiji-case/
[7] Morten Skumsrud Andersen. “Balance of Power”, Wilson Library, 27 Februari 2018, https://doi.org/10.1002/9781118885154.dipl0339