Resmi, Aung San Suu Kyi Dijatuhi Hukuman 4 Tahun Penjara
![AungSan A British embassy staff walks past a banner of Aung San Suu Kyi prior to a press conference at the embassy in Jakarta on August 11, 2009. Indonesia expressed its disappointment at the latest conviction of Aung San Suu Kyi, who was placed under house arrest for 18 months. "The Indonesian government is very disappointed over the verdict given by the Burmese court against Aung San Suu Kyi," foreign ministry spokesman Teuku Faizasyah told AFP, using the old name for the country. AFP PHOTO / ADEK BERRY (Photo credit should read ADEK BERRY/AFP via Getty Images)](https://dip.or.id/wp-content/uploads/2021/12/AungSan-1024x585.jpeg)
Setelah seminggu ditunda, akhirnya vonis pertama pengadilan militer Myanmar atas Aung San Suu Kyi diumumkan. Sebelumnya, vonis ditangguhkan setelah Suu Kyi dan Presiden Win Myint menyangkal tuduhan-tuduhan yang ditujukan pada mereka.
Politisi terpopuler Myanmar sekaligus pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tersebut akhirnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara atas dasar menentang junta militer dan melanggar aturan Covid-19. Suu Kyi juga dituduh atas 11 kejahatan lain termasuk korupsi hingga pelanggaran intelijen, yang jika terbukti bersalah, bisa menghasilkan lebih dari satu abad hukuman penjara. Di sisi lain, Presiden Win Myint juga dijatuhi hukuman yang sama dengan dasar tuduhan yang sama dengan Suu Kyi.
Juru bicara Junta Militer, Zaw Min Tun, menyatakan Suu Kyi dihukum dua tahun penjara berdasarkan pasal 505(b) dan dua tahun penjara menurut Undang-Undang tentang Bencana Alam. Kedua politisi ini belum akan dibawa ke penjara karena mereka akan menghadapi dakwaan lain dari tempat tinggal mereka saat ini.
Pendukung Suu Kyi menilai tuduhan tidak berdasar atas politisi tersebut hanya dilakukan untuk mengakhiri kekuatan pengaruh dan karir politik Suu Kyi.
Masyarakat internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai adanya motif politik dalam vonis dan keputusan pengadilan. Terlebih melihat tertutupnya proses persidangan di pengadilan militer, dan dilarangnya pengacara untuk berbicara kepada media massa.
Legislator Malaysia sekaligus Ketua The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Parliamentarians for Human Rights (APJR), Charles Santiago, mengecam putusan pengadilan militer Myanmar dan menyatakannya sebagai “parodi keadilan.” Santiago mendorong agar ASEAN mengambil tindakan tegas terhadap pengambilalih kekuasaan yang ilegal ini.
Hingga saat ini ASEAN masih menggunakan diplomasi dan rencana damai dengan junta militer Myanmar.