COP29 Berakhir: Negara Berkembang Kecewa Dana Iklim Jauh dari Harapan
COP29 (Conference of the Parties ke-29) secara resmi ditutup pada pukul 03.00 Minggu (24/11/2024) waktu setempat di Baku, Azerbaijan, setelah negosiasi yang berlangsung hampir 30 jam lebih lama dari jadwal semula. Negosiasi seharusnya selesai pada Jumat (22/11/2024) tetapi mengalami perpanjangan waktu karena perwakilan dari hampir 200 negara tidak menemui kata sepakat.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah permintaan negara berkembang untuk dana iklim yang memadai guna mendanai proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Namun, tuntutan ini gagal terwujud. Meskipun negara-negara berkembang mengajukan angka sebesar 1,3 triliun dolar AS untuk Dana Iklim Baru (NCQG), hasil akhirnya adalah janji dari negara-negara maju untuk memberikan 300 miliar dolar AS per tahun mulai tahun 2035.
Keputusan tersebut mendapat kritik tajam dari kelompok negara berkembang dan masyarakat sipil global. Beberapa negara, termasuk negara pulau kecil dan negara-negara yang paling tidak berkembang, bahkan melakukan walkout karena merasa tuntutan mereka tidak tercakup dalam draft keputusan yang sedang dibahas.
Sementara itu, sejumlah LSM dan kelompok masyarakat sipil terus menggelar aksi di luar gedung konferensi untuk mendesak agar negara-negara maju tidak mengabaikan tuntutan tersebut.
Menurut Climate Action Network, negara maju, khususnya Amerika Serikat, harus disalahkan atas hasil yang tidak memadai ini. “Amerika Serikat telah menggunakan hasil pemilu mereka sebagai alasan untuk memaksakan keputusan buruk ini. Meskipun ada atau tidak ada Trump, AS terus berusaha melemahkan Konvensi dan Perjanjian Paris,” demikian pernyataan mereka.
Keterlibatan Amerika Serikat dalam negosiasi ini dianggap menguntungkan pihak negara maju, di mana AS berperan besar dalam mengatur jalannya pembicaraan untuk menurunkan tuntutan dari negara-negara berkembang.
Victor Menotti, Koordinator Global Campaign to Demand Climate Justice, menilai, “Negara-negara maju mengabaikan aturan yang ada dan memaksakan kehendak mereka. Mereka bertindak seolah-olah mereka yang membuat aturan dan negara-negara lain harus mengikuti.”
COP29 yang dimaksudkan untuk mencari sumber pembiayaan yang dapat diandalkan untuk mengatasi dampak krisis iklim dan mengantisipasi dampak yang semakin buruk, dianggap gagal memenuhi harapan. Tasneem Essop, Direktur Eksekutif Climate Action Network (CAN), menilai, “Negosiasi iklim kali ini adalah yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir, karena ketidakjujuran negara-negara maju. Sebagai Finance COP, seharusnya ini menjadi kesempatan untuk mendukung negara-negara Selatan, namun yang terjadi justru pengkhianatan terhadap mereka.”