Pada hari Minggu (21/07) Mahkamah Agung Bangladesh memutuskan untuk membatalkan sebagian besar kuota untuk posisi pekerjaan di pemerintahan setelah aksi nasional yang dipimpin oleh para mahasiswa berujung pada bentrokan yang menewaskan sedikitnya 139 orang. Meskipun begitu, beberapa pihak menyatakan bahwa protes akan terus berlanjut untuk semakin menekan pemerintah.
Jaksa Agung A.M. Amin Uddin menyatakan bahwa dengan menolak perintah pengadilan yang lebih rendah, Divisi Banding Mahkamah Agung memerintahkan agar sekitar 93% dari pekerjaan pemerintah harus terbuka untuk kandidat yang memiliki kemampuan.
Sebelumnya, pemerintah Perdana Menteri Sheikh Hasina telah menghapus sistem kuota pada tahun 2018, di mana 56% pekerjaan dicadangkan untuk kelompok-kelompok seperti keluarga pejuang kemerdekaan, perempuan dan orang-orang dari distrik-distrik yang kurang berkembang.
Berdasarkan aturan tersebut, sepertiga dari pekerjaan sektor publik telah dicadangkan untuk kerabat veteran dari perang kemerdekaan negara ini dari Pakistan pada tahun 1971. Namun sekarang pengadilan telah memutuskan hanya 5% dari jabatan yang dapat dicadangkan untuk kerabat veteran.
Menteri Hukum Anisul Huq juga mengatakan bahwa pemerintah akan mengimplementasikan keputusan tersebut dan kondisi ini memicu protes dan tindakan keras lainnya yang mencakup pemadaman internet dan jam malam dengan tentara di jalan-jalan.
Bentrokan baru-baru ini terjadi setelah protes kekerasan serupa menjelang pemilihan umum nasional pada bulan Januari oleh para penentang Hasina sebagai tanggapan atas apa yang mereka sebut sebagai pemerintahannya yang otoriter, dan oleh para pekerja garmen yang menuntut upah yang lebih baik di tengah inflasi yang tinggi.
“Para mahasiswa dengan jelas mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak terlibat dalam kekerasan dan pembakaran yang terjadi di Bangladesh sejak Senin,” kata Amin Uddin.
Penyelenggara protes mengklaim bahwa polisi dan sayap mahasiswa dari Liga Awami yang berkuasa, bernama Liga Chhatra Bangladesh, telah melakukan kekerasan terhadap para demonstran yang damai, sebuah tuduhan yang telah dibantah oleh pemerintah.
Banyak orang telah ditahan oleh pihak berwenang. Nahid Islam, seorang koordinator gerakan reformasi kuota, menegaskan bahwa ia telah mengalami penyiksaan fisik dan mental. “Setelah beberapa waktu, saya dikeluarkan dari mobil dan dibawa ke sebuah ruangan di sebuah rumah. Saya diinterogasi dan kemudian disiksa. Pada satu titik, saya pingsan. Setelah itu, saya tidak ingat apa-apa,” kata Islam.
Demonstrasi tersebar di beberapa negara lain
Ketegangan di Bangladesh telah memicu demonstrasi di luar negeri. Di Amerika Serikat, para mahasiswa Bangladesh yang sedang belajar di negara tersebut mengadakan protes di luar Gedung Putih. Di Times Square, New York, para peserta aksi membentangkan spanduk yang menuntut keadilan bagi para mahasiswa yang terbunuh dalam beberapa hari terakhir.
Di London timur, kerusuhan terjadi saat kelompok pro dan anti-pemerintah bentrok. Polisi melaporkan menemukan dua kelompok besar pria berkelahi di tengah demonstrasi yang lebih besar yang diikuti oleh beberapa ratus orang di Whitechapel, sebuah daerah dengan komunitas Bangladesh yang signifikan. Benda-benda dilemparkan ke arah polisi, melukai dua petugas, dan beberapa mobil rusak.