Departemen Keuangan AS pada awal Maret menjatuhkan sanksi pada tiga perusahaan dan dua individu karena “secara ilegal” menghasilkan pendapatan bagi pemerintah Korea Utara. Menurut berita dari Departemen Keuangan AS, agensi tersebut memberikan sanksi kepada Chilsong Trading Corporation dan Korea Paekho Trading Corporation “karena menjadi agen, perantara, atau entitas yang dikendalikan oleh Pemerintah Korea Utara atau Partai Buruh Korea.”
“Chilsong berada di bawah Pemerintah Korea Utara yang menggunakan perusahaan perdagangan seperti Chilsong untuk mendapatkan mata uang asing, mengumpulkan intelijen, dan memberikan status perlindungan bagi agen intelijen” dan “Paekho telah menghasilkan dana untuk pemerintah DPRK sejak 1980-an dengan melakukan seni dan proyek konstruksi atas nama rezim di seluruh Timur Tengah dan Afrika,” menurut Departemen Keuangan AS dilansir dari CNN.
Sanksi oleh AS juga menargetkan Hwang Kil Su dan Pak Hwa Song, dan perusahaan mereka yang berbasis di Republik Demokratik Kongo, Congo Aconde SARL yang menghasilkan pendapatan bagi pemerintah Korea Utara.
Dalam pernyataan terpisah, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mencatat bahwa tindakan AS semakin menyelaraskan sanksi AS dengan mitra internasional kami. “Uni Eropa sebelumnya menunjuk Chilsong, Paekho, Pak, dan Hwang yang terlibat dalam penghindaran sanksi dan bertanggung jawab untuk mendukung program rudal nuklir dan balistik DPRK yang melanggar hukum,” katanya.
Sanksi ini juga berkaitan dengan intensifnya uji coba rudal yang dilakukan Pyongyang. Pada pertengahan Februari, Korea Utara mengatakan pihaknya melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM), uji coba senjata jarak jauh ketiga yang diketahui dalam waktu kurang dari setahun. Blinken menyebutnya “sekali lagi tindakan provokatif oleh Korea Utara yang melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB.”
“Senjata pemusnah massal dan program rudal balistik yang melanggar hukum oleh Korea Utara mengancam keamanan internasional dan stabilitas regional,” Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan AS, Brian Nelson mengatakan dalam sebuah pernyataan. “Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk menarget rezim jaringan gelap global yang menghasilkan pendapatan untuk aktivitas destabilisasi ini,” tambahnya.