Kudeta Militer Pemerintahan Sudan, Perdana Menteri Ditangkap
Upaya kudeta di Ibu Kota Sudan, Khartoum, terjadi saat mayoritas anggota kabinet dan partai pendukung pemerintah di tangkap. Dilansir Reuters, mantan menteri dan penasihat untuk Perdana Menteri, Faisal Mohamed Salih, serta anggota dewan Mohamed al-Faki Soleiman juga turut ditangkap.
Dewan Informasi Sudan menyatakan Perdana Menteri Abdalla Hamdok yang ditangkap dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan setelah menolak menyatakan dukungan pada kudeta militer yang terjadi. Sehari setelahnya, Perdana Menteri beserta istrinya diperbolehkan kembali ke rumah, sehingga keamanan sekitar langsung dijaga ketat. Namun, elit politik lain masih ditahan di lokasi yang dirahasiakan tersebut.
Ribuan pendukung konstitusi pada masa transisi demokrasi di Sudan menolak upaya kudeta, di mana aktivis pro-demokrasi Dura Gambo menyaksikan kekuatan paramiliter mengejar demonstran hingga wilayah pemukiman Khartoum. Suara tembakan terdengar karena kekuatan militer menembakan senjata ke arah demonstran. Sejauh ini terdapat tujuh orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya terluka.
Revolusi Sudan dan Awal Mula Kudeta 2021
Kudeta ini muncul setelah dua tahun pasca protes penurunan pemerintahan otoriter Omar al-Bashir dan hanya beberapa minggu sebelum kekuatan militer seharusnya memberikan kepemimpinan ke masyarakat sipil. Tahun 2018 lalu terdapat protes massal yang menolak korupsi, kemiskinan, dan tingkat pengangguran di wilayah Timur Laut wilayah Atbara. Omar al-Bashir yang memimpin selama kurang lebih 30 tahun sejak kudeta militer tahun 1989 menimbulkan kekacauan ekonomi dan sosial politik, sehingga menghasilkan revolusi Sudan.
Pasca turunnya Al-Bashir, pemerintahan digantikan oleh pemerintahan militer transisi, namun demonstran menginginkan adanya pemerintahan oleh sipil. Tensi antara militer dan sipil terjadi, di mana seharusnya ada pembagian kekuasaan di Sudan, sehingga muncul upaya penangkapan Perdana Menteri yang dianggap menghambat transisi kepemimpinan militer penuh. Sejak saat itu, perpecahan pro-demokrasi dan pro-militer membuat isu politik semakin rumit karena banyak partai yang menggunakan tensi ini untuk menjaga bahkan meningkatkan kekuasaan domestiknya.
Di satu sisi, terdapat Sudanese Armed Forces (SAF) atau Angkatan Bersenjata Sudan yang dipimpin Abdel Fattah, yakni pimpinan militer yang mengetuai Dewan Kedaulatan Sudan, yang membuat terjadi penangkapan masyarakat sipil dan PM Abdalla Hamdok. Abdel juga yang mendeklarasikan keadaan darurat diseluruh wilayah Sudan, sekaligus membubarkan dewan serta pemerintahan transisi. Di sisi lain, pemimpin politik sipil menilai adanya kekhawatiran terkait kekuatan militer, sehingga menginginkan reformasi kekuatan militer.
Putusnya Koneksi Internet dan Reaksi Internasional
NetBlock, Badan berbasis internet dari Inggris menyatakan bahwa sejak upaya kudeta, akses dan layanan internet di Sudan terganggu. NetBlock menambahkan bahwa konektivitas di Sudan menurun menjadi hanya 24 persen, sehingga arus informasi mengenai berita insiden menjadi terbatas. Batasan akses informasi pada masa krisis ini dikhawatirkan menghasilkan persepsi jangka panjang masyarakat atas kebenaran kudeta yang terjadi, termasuk upaya propaganda domestik.
Selanjutnya, di bawah pemerintahan Hamdok dan Dewan Transisi, Sudan dihapuskan dari daftar negara pendukung teroris AS, sehingga investasi dan bantuan internasional semakin terbuka lebar. Namun tidak dipungkiri, negara ini masih kesulitan dalam pemulihan dan reformasi ekonomi sehingga membutuhkan pinjaman dan bantuan dari institusi internasional.
Utusan Khusus AS di Afrika, Jeffrey Feltman, sempat bertemu dengan politisi Sudan beberapa jam sebelum kudeta terjadi. Feltman selama beberapa minggu ke belakang berupaya mengadakan dialog dengan pihak militer agar kudeta tidak terjadi. Seorang diplomat juga mengatakan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) akan mendiskusikan isu Sudan secara tertutup dengan Inggris, Irlandia, Norwegia, Amerika Serikat, Estonia, dan Prancis pada hari Selasa (26/10).
Di sisi lain, Amerika Serikat akan menangguhkan bantuan sekitar USD700 juta untuk Sudan pasca kudeta militer dan menegaskan agar adanya restorasi kepemimpinan sipil kembali. “Pemerintahan transisi yang dipimpin sipil harus segera dikembalikan dan merepresentasikan keinginan masyarakat.” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Krisis politik dan keamanan di Sudan perlu diselesaikan dengan dialog dan bantuan baik ekonomi dan kemanusiaan. Kompetisi politik yang menghasilkan kerugian pada masyarakat sipil dan kestabilan pemerintahan di Sudan bisa menjadi alarm bagi kondisi di wilayah lainnya di Afrika.
Sudan Menarik Status Darurat Nasional Pasca Kudeta 2021 - DIP Institute
May 31, 2022 @ 11:12 am
[…] darurat nasional sebelumnya diberlakukan karena perebutan kekuasaan melalui kudeta pada Oktober 2021 lalu. Al-Burhan mendeklarasikan status darurat nasional yang dilanjutkan dengan […]