Rusia Resmi “Menyusul” AS Keluar dari Open Skies Treaty
Setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengonfirmasi tidak akan menandatangani kembali perjanjian ruang udara terbuka (open skies treaty), giliran Presiden Rusia Vladimir Putin yang membalas dengan turut mundur dari perjanjian tersebut. Sebelumnya pada tahun 2020 lalu saat Trump masih menjabat, AS mengumumkan akan keluar dari perjanjian ruang terbuka karena menilai Rusia sudah melanggar perjanjian tersebut.
Rusia melalui Perdana Menteri Lavrov juga sudah berulang kali menolak tuduhan tersebut dan mengatakan akan tetap patuh pada perjanjian. Lavrov menambahkan jika negara anggota lain ingin perjanjian tetap berlaku, harus ada surat resmi yang menyatakan tidak akan ada pembatasan penerbangan di wilayah teritorial manapun, termasuk di wilayah yang memiliki pangkalan militer AS. Rusia juga menekankan negara anggota lain supaya berkomitmen untuk tidak mengirimkan data penerbangan Rusia ke AS.
Sebelum menjabat, Biden menyatakan dukungannya pada perjanjian ini, bahkan sempat mengutuk keputusan Trump dan menilai keputusan tersebut sebagai keputusan “sumbu pendek” yang hanya akan melemahkan kepemimpinan AS. Namun setelah menjabat, Biden malah menyatakan tidak memiliki keinginan untuk bergabung kembali pada perjanjian ruang terbuka.
Biden beralasan bahwa Putin tidak memiliki itikad baik untuk tetap patuh pada perjanjian ruang terbuka, ditambah melihat tindakan agresif Rusia di Ukraina dengan peningkatan kekuatan militernya.
Perjanjian Ruang Terbuka dan peningkatan kapabilitas
Perjanjian ruang terbuka merupakan perjanjian yang berlaku di tahun 2002 yang mengizinkan negara-negara untuk menerbangkan pesawat tanpa senjata dengan kamera dan sensor lainnya di atas wilayah 34 negara anggota perjanjian lainnya. Kebanyakan negara anggota sendiri adalah negara-negara Eropa ditambah AS. Open Skies mengizinkan adanya pengambilan gambar instalasi dan kegiatan militer untuk mendorong adanya transparansi informasi atau data dan meningkatkan kepercayaan antar negara anggota.
Negara anggota memiliki dua kuota tahunan, di mana jumlah penerbangan yang dapat dilakukan atas pihak-pihak perjanjian lainnya (kuota aktif), dan jumlah penerbangan berlebih yang harus diterimanya (kuota pasif). Pesawat diperiksa sebelum melakukan penerbangan Open Skies dan personel dari negara yang akan dilimpahi berada di pesawat selama penerbangan.
Kegiatan ini tentunya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, karena di satu sisi bisa memberikan akses pada satelit penerbangan dan meningkatkan kapabilitas pengumpulan datanya, termasuk kegiatan pengiriman sinyal politik dan militer di wilayah tersebut. Namun di sisi lain, data-data wilayah maupun teritorial ini bisa menjadi senjata makan tuan yang membuat data-data ini bisa dieksploitasi dan dievaluasi kelemahannya oleh negara lain.
Pertemuan AS – Rusia di Jenewa
Vladimir Putin mengatakan keputusan Biden untuk tetap tidak menandatangani kembali perjanjian ruang terbuka sebagai kesalahan politik yang bisa memunculkan tensi politik dan keamanan terkait pengendalian senjata yang diharapkan akan didiskusikan di Jenewa tanggal 16 Juni 2021 nanti.
Putin menambahkan keputusan AS sangat mengganggu kestabilan kepentingan antar negara.
Eskalasi politik dan militer AS dan Rusia sedang meningkat karena pertama adanya sanksi AS atas intervensi peretas Rusia pada pemilihan di 2020, kedua peningkatan militer di Ukraina, ketiga pembangunan pipa Nord Stream 2, serta isu keamanan dan politik lainnya.
Perjanjian ruang terbuka ini sebenarnya sangat penting dalam mendukung diplomasi pertahanan dan confidence building measures agar keterbukaan dan kepercayaan terutama dari dua negara rival ini bisa meminimalisir terjadinya konflik. Namun tetap, transparansi militer dan pertukaran informasi ini hanya bisa terjadi jika masing-masing negara memiliki keinginan dan komitmen politik yang kuat, demi kestabilan politik dan keamanan global.