Presiden Korea Selatan Resmi Ditangkap imbas Kisruh Darurat Militer

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, resmi ditangkap oleh Badan Investigasi KriminalNasional (CIO) pada Rabu (15/01) atas tuduhan pemberontakan. Ia dikenai pasal “memimpin pemberontakan” terkait upayanya mendeklarasikan darurat militer pada Desember lalu, yang sempat membuat gempar negeri Ginseng tersebut.
Pengacara Yoon menyebut perintah penangkapan ini “ilegal” karena diterbitkan oleh pengadilan yang yurisdiksi hukumnya keliru. Pihak Yoon juga bersikeras tim investigator tak berhak secara hukum menginterogasi sang presiden. Dalam sebuah pesan video, Yoon juga menyatakan tak menerima legalitas perkara hukum yang ditujukan padanya, tapi mengaku tunduk untuk“mencegah pertumpahan darah“.
Deklarasi darurat militer yang ditetapkan Yoon sebelumnya dituding melanggar konstitusi Korea Selatan. Keputusan tersebut dianggap sebagai upaya mempertahankan kekuasaannya di tengah ketidakstabilan politik, menyusul turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahannya. Oposisi dan kelompok masyarakat sipil menganggap tindakan tersebut sebagai ancaman serius terhadap demokrasi negara itu.
Situasi di Seoul memanas saat ribuan pendukung Yoon berkumpul di depan kediamannya untuk menghadang polisi. Bentrokan kecil sempat terjadi, namun berhasil diredam oleh pasukan keamanan. Di sisi lain, kelompok anti-Yoon turun ke jalan merayakan penangkapannya sambil menyerukan penguatan supremasi hukum.
Penangkapan ini menjadi momen bersejarah, karena untuk pertama kalinya seorang presidenyang masih menjabat ditahan atas tuduhan pemberontakan di Korea Selatan. Langkah ini disebut sebagai upaya menjaga stabilitas nasional dan memastikan penegakan hukum berjalan adil.
Mahkamah Konstitusi Korsel saat ini sedang menilai keabsahan pemakzulan tersebut. Jika sah, Yoon akan lengser, tetapi jika tidak dia kembali melenggang ke kursi kepresidenan
Proses hukum tersebut akan menentukan nasib Yoon Suk Yeol, sekaligus memberikan dampak terhadap masa depan politik Korea Selatan. Banyak pihak berharap proses ini dapat membawakembali stabilitas dan memperkuat sistem demokrasi negara tersebut.