1 Tahun Sejak Operasi 1027: Titik Terang dan Gelap Perang Saudara Myanmar
Pada 27 Oktober 2023 pasukan pemberontak Myanmar yang tergabung dalam Aliansi Tiga Bersaudara (3BA) yaitu Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), yang dibantu oleh Pasukan Perlindungan Rakyat (PDF) melancarkan Operasi 1027, sebuah ofensif di Negara Bagian Shan, Mandalay, dan Arakan untuk membebaskan wilayah dari kekuasaan Junta Militer Myanmar (SAC), menghancurkan SAC, dan memberantas sarang penipuan daring yang berada di perbatasan China-Myanmar. Operasi 1027 berhasil dalam mencapai tujuan tersebut karena sarang penipuan yang berada di perbatasan China-Myanmar berhasil dihancurkan. Operasi ini juga berhasil dalam membebaskan wilayah dari cengkraman SAC karena pasukan 3BA berhasil menguasai wilayah perkotaan seperti Kota Lashio dan Kota Laukkai di wilayah Shan. Sementara itu di Selatan Myanmar, per November 2024 pasukan AA berhasil membebaskan sebagian besar dari Negara Bagian Rakhine dari cengkraman SAC.
Ofensif ini merupakan perkembangan tidak terduga dalam Perang Saudara Myanmar karena sebelumnya pasukan pemberontak memiliki kekuasaan tinggi di wilayah pedesaan sementara SAC memiliki kendali penuh terhadap wilayah perkotaan. Selain itu Operasi 1027 membuktikan bahwa pasukan pemberontak dapat menguasai wilayah perkotaan dari SAC walaupun mereka diserang terus menerus oleh Angkatan Udara Myanmar. Hal tersebut mendorong kelompok pemberontak lain seperti Front Pembebasan Rakyat Karenni (KNPLF) untuk melancarkan ofensif yang serupa yaitu Operasi 1107 pada 7 November 2023 dan Operasi 1111 pada 11 November 2023 di Negara Bagian Karenni. Kedua operasi tersebut berhasil dalam membebaskan beberapa kota dari kekuasaan SAC seperti Demoso, Hpruso, dan Hpasawng walaupun Ibu Kota Negara Bagian Karenni, Loikaw, tetap berada di bawah kendali SAC. Selain itu para pemberontak juga berhasil menguasai belasan pos dan markas terdepan SAC, hal tersebut memberikan mereka persenjataan tambahan seperti senapan, artileri berat, dan artileri pertahanan udara (arhanud) yang digunakan untuk menghadapi Junta Militer Myanmar.
Perkembangan terbaru akibat dari Operasi 1027 terjadi pada 7 Maret 2024, saat kelompok pemberontak Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) melancarkan Operasi 0307 di Negara Bagian Kachin untuk menguasai Jalan Raya Myitkyina-Bhamo, mengamankan markas utama KIA di Kota Laiza, dan membebaskan Kota Hpakant yang memiliki kontribusi besar terhadap keuangan SAC dengan tambang Batu Giok. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari intelijen terbuka (OSINT) pasukan KIA berhasil membebasakan Kota Sadung, Desa Laching, dan pemukiman lain yang berada di Perbatasan Utara China-Myanmar. Selain itu pasukan KIA dengan bantuan PDF berhasil menguasai berbagai pos dan markas terdepan SAC yang berada di wilayah perbatasan China-Myanmar, serta jalan raya Hpakant-Tamakan-Sezin yang digunakan oleh Junta Militer Myanmar untuk mengirimkan bala bantuan dan tambang Batu Giok mereka. Hal ini merupakan pukulan besar bagi SAC karena mereka akan kesulitan untuk mengekspor salah satu sumber pendapatan utama mereka akibat dari jalan raya yang telah sepenuhnya dikuasai oleh KIA dan PDF.
Seluruh ofensif yang telah dilancarkan oleh pasukan pemberontak merupakan sebuah kemenangan signifikan bagi mereka karena aksi tersebut menunjukan bahwa kekuasaan yang dipegang oleh SAC di Myanmar dapat dihancurkan. Hal ini juga merusak legitimasi SAC sebagai pemerintahan resmi Myanmar karena mereka tidak dapat mempertahankan wilayah kekuasaan dari serangan pasukan pemberontak yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Selain itu runtuhnya kekuasaan SAC di wilayah yang sudah dibebaskan membuka peluang bagi pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), untuk membangun sebuah administrasi baru/revolusioner di wilayah tersebut. Selain itu hal ini dapat memperkuat pandangan dari NUG dan para akademisi ahli dalam dinamika Myanmar bahwa ini merupakan sebuah revolusi yang bertujuan untuk membebaskan rakyat dari junta militer yang telah mengekang kebebasan mereka dari 1962/1988.
Namun perlu ditekankan bahwa kemenangan signifikan para pasukan pemberontak dapat membuka permasalahan lama yang telah menjadi isu berulang dalam Perang Saudara Myanmar yaitu ketegangan antar kelompok pemberontak akibat dari berbagai faktor seperti perbedaan etnis, tujuan akhir, atau akibat dari dukungan luar yang didapatkan oleh kelompok tertentu. Hal ini memungkinkan karena, walaupun secara garis besar seluruh kelompok pemberontak berada di bawah koordinasi NUG, sebagian besar aliansi yang terbentuk dalam perang ini seperti aliansi 3BA merupakan sebuah aliansi pragmatis (alliance of convenience). Sebagai contoh, kelompok pemberontak MNDAA mengeluarkan deklarasi pada 18 September 2024 bahwa mereka tidak akan membentuk aliansi atau kerja sama dengan NUG atau kelompok pemberontak lain yang membahayakan kepentingan China di Myanmar. Deklarasi tersebut menunjukan bahwa persatuan pasukan pemberontak terbatas dan hal tersebut merupakan isu signifikan bagi NUG karena hal tersebut dapat membahayakan momentum yang terbentuk sejak dilancarkannya Operasi 1027.
Selain itu isu lain yang harus dihadapi oleh NUG dan kelompok pemberontak anti SAC lainnya adalah dukungan senjata dan politik yang diberikan oleh China kepada Junta Militer Myanmar. Hal ini merupakan bahaya eksternal terbesar yang dihadapi oleh para pemberontak karena kekalahan SAC di medan pertempuran seperti yang terjadi dalam Operasi 1027, 1107, 111, dan 0307 dapat mendorong China untuk melakukan aksi drastis untuk mempertahankan kekuasaan Junta Militer Myanmar. Walaupun demikian, dukungan yang diberikan China dapat menjadi sebuah keuntungan bagi pasukan pemberontak dan NUG karena mereka bisa menggunakan sentimen negatif yang terbentuk akibat dari dukungan Negeri Tirai Bambu terhadap SAC untuk meningkatkan rekrutmen dan mempersatukan para kelompok pemberontak dengan tujuan bersama.