Kementerian Kesehatan Lebanon mengonfirmasi adanya asap mengepul di Lebanon selatan setelah serangan udara Israel menewaskan setidaknya 569 orang, dalam pertempuran paling mematikan hampir dua dekade terakhir. Per 25 September 2024, peningkatan jumlah korban tewas terus terjadi sejak serangan Israel tersebut.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengkonfirmasi bahwa 35 anak-anak dan 58 wanita termasuk di antara korban tewas, dan 1.645 lainnya terluka. Perincian yang pasti mengenai jumlah korban sipil dan kombatan masih belum jelas.
Serangan Israel ini disinyalir sebagai serangan paling mematikan di Lebanon sejak tahun 2006. Militer Israel telah melancarkan setidaknya 1.300 serangan terhadap Hizbullah sebagai bagian dari operasi yang menargetkan infrastruktur kelompok tersebut yang dibangun sejak perang tahun 2006. Pasca serangan, ribuan keluarga telah mengungsi akibat kekerasan yang terjadi. Di sisi lain, Hizbullah turut membalas serangan ini dengan menembakkan lebih dari 200 roket ke Israel utara yang melukai dua orang.
Dalam sebuah pernyataan yang direkam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak warga sipil Lebanon untuk menanggapi peringatan evakuasi dari Israel dengan serius. “Tolong keluar dari bahaya sekarang,” kata Netanyahu, menekankan urgensi dari situasi ini. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka akan dapat kembali ke rumah dengan selamat setelah operasi militer Israel berakhir.
Konflik yang meningkat telah menarik perhatian para pemimpin dunia yang khawatir akan terjadinya perang skala penuh antara kedua belah pihak. Para pemimpin dunia telah mendesak untuk menahan diri, dengan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres memperingatkan bahwa Lebanon tidak boleh “menjadi Gaza yang lain” dan para pejabat Uni Eropa menggambarkan situasi ini sebagai situasi yang sangat berbahaya.
Konflik ini bermula dari bentrokan lintas batas antara Israel dan Hizbullah, yang dipicu oleh perang di Gaza, yang telah menyebabkan tewasnya ratusan orang-terutama para pejuang Hizbullah-dan membuat puluhan ribu orang mengungsi dari kedua belah pihak.
Hizbullah, yang didukung oleh Iran dan dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan beberapa negara lain, mengatakan tidak akan menghentikan aksinya sampai ada gencatan senjata di Gaza. Sementara itu, AS mengirimkan pasukan tambahan ke Timur Tengah karena ketegangan terus meningkat.
Media lokal Lebanon melaporkan bahwa serangan udara Israel dimulai waktu 06.30 setempat pada hari Senin (23/09). Serangan udara Israel telah menghancurkan kota-kota, desa-desa, dan infrastruktur, yang menyebabkan kepanikan yang meluas. Sebuah gedung di Beirut juga diserang dalam upaya untuk menargetkan seorang komandan Hizbullah, meskipun nasibnya masih belum jelas. Pihak berwenang Israel telah memperingatkan warga sipil untuk mengevakuasi daerah-daerah di mana Hizbullah diyakini menyimpan senjata, sementara Perdana Menteri Lebanon mengutuk serangan tersebut sebagai “perang pemusnahan”.
Pasukan Pertahanan Israel telah menargetkan infrastruktur Hizbullah, dan mengklaim bahwa serangan tersebut diperlukan untuk mengurangi kemampuan militer Hizbullah dan melindungi penduduk Israel utara. Konflik terus meningkat tanpa adanya tanda-tanda de-eskalasi, meskipun ada seruan internasional untuk menahan diri.
Menteri Informasi Lebanon Ziad Makary mengatakan bahwa kementeriannya telah menerima telepon dari Israel yang mendesaknya untuk mengosongkan gedung di Beirut. Namun, ia bersikeras bahwa pihaknya tidak akan menuruti apa yang disebutnya sebagai “perang psikologis.” Sementara itu, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan dalam sebuah rapat kabinet: “Agresi Israel yang terus berlanjut di Lebanon adalah perang pemusnahan dalam segala hal.”