Latihan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Asia Pasifik seperti Korea Selatan dan Jepang baru-baru ini melibatkan pesawat bomber pengangkut bom nuklir. Latihan militer ini semakin membuat geram Korea Utara. Sebelumnya Korea Utara mengecam dan mengancam latihan militer tiga negara tersebut karena dianggap mengganggu keamanan Korut.
Korea Utara merespons dengan melakukan uji coba ‘sistem senjata nuklir bawah air.’ Drone bawah air yang konon dapat membawa senjata nuklir diuji coba di lepas pantai timur, demikian kata media negara Korea Utara.
Tidak ada bukti lain yang menunjukkan bahwa uji coba tersebut telah dilakukan, dan Seoul sebelumnya mengatakan bahwa deskripsi kemampuan drone yang diberikan oleh Korea Utara terlalu dibesar-besarkan. Di sisi lain, Jepang menolak memberikan komentar terkait laporan tersebut.
Korea Utara telah mengklaim uji coba sistem “Haeil-5-23” sebelumnya, tetapi insiden terbaru ini terjadi saat Korea Utara meningkatkan tindakan militer dalam beberapa minggu terakhir. Pada hari Minggu, mereka mengklaim telah menggunakan rudal balistik berjarak menengah berbahan bakar padat yang baru.
Hal tersebut menyusul latihan tembak langsung di perbatasan maritim dengan Korea Selatan pada awal Januari. Pemimpin Pyongyang, Kim Jong Un, juga semakin agresif dalam arah kebijakan dan retorikanya – mengakhiri beberapa kesepakatan yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dalam beberapa bulan terakhir.
Pada hari Jumat, Korea Utara mengatakan bahwa mereka telah diprovokasi oleh latihan bersama Washington, Seoul, dan Tokyo untuk melakukan uji coba senjata bawah air, menurut laporan oleh agensi negara KCNA.
Namun di sisi lain, AS, Korea Selatan, dan Jepang mengatakan bahwa mereka telah melakukan lebih banyak latihan dalam setahun terakhir sebagai respons pencegahan terhadap peningkatan frekuensi tindakan militer Korea Utara, yang melibatkan uji coba berulang rudal balistik nuklir dan peluncuran senjata baru. Semua tindakan tersebut melanggar sanksi PBB.
Tetapi Kim Jong Un secara berulang kali mengatakan bahwa rezimnya membangun persenjataan militer sebagai persiapan untuk perang yang bisa “meletus kapan saja” di Semenanjung Korea. Selama periode Tahun Baru, ia mengisyaratkan beberapa pergeseran kebijakan fundamental dalam sikap rezimnya terhadap Korea Selatan. Selain itu, ia menyatakan bahwa tujuan pokok untuk reunifikasi dengan Korea Selatan telah berakhir, menetapkan Korea Selatan sebagai “musuh utama”.
Meskipun dengan perkembangan militer dan tensi politik ini, analis telah mengatakan bahwa jika senjata-senjata tersebut berfungsi seperti yang disajikan oleh Korea Utara, maka mereka akan dianggap sebagai senjata yang kurang signifikan dibandingkan dengan rudal balistik nuklir rezim ini.
“Apa yang dinyatakan oleh Korea Utara hanya sebatas tingkat sains pertahanan mereka dan kenyataan bahwa senjata tersebut masih dalam tahap pengembangan, sehingga belum mencapai tahap ancaman yang signifikan,” kata Ahn Chan-il, seorang pembelot yang menjadi peneliti di World Institute for North Korea Studies.
Pada akhir tahun lalu, Pyongyang juga menyatakan bahwa mereka telah berhasil meluncurkan satelit mata-mata ke ruang angkasa setelah percobaan gagal sebelumnya dan berjanji untuk meluncurkan tiga lagi tahun ini.