Pada peringatan 50 tahun hubungan diplomatik mereka, Jepang dan Vietnam telah secara resmi membentuk kemitraan strategis yang komprehensif, berjanji untuk meningkatkan hubungan keamanan dan ekonomi secara signifikan. Pengumuman tersebut menyusul pertemuan antara Presiden Vietnam Vo Van Thuong dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo pada akhir November 2023. Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan tersebut, kedua pemimpin berjanji untuk “memperluas hubungan lebih lanjut ke bidang-bidang baru” dan “membawa kerja sama kedua negara ke tingkat yang lebih tinggi.”
Kishida dan Thuong sepakat untuk memperluas kerja sama keamanan mereka melalui perjanjian ini, sehingga hubungan tersebut diberi nama resmi penuh, “Kemitraan Strategis Komprehensif untuk Perdamaian dan Kemakmuran di Asia dan Dunia.” Hal ini termasuk berbagi teknologi, kerja sama di bidang keamanan maritim, dan menyediakan peralatan pertahanan Jepang. Selain itu, kedua pemimpin “menegaskan pentingnya kerja sama untuk menjamin keamanan ekonomi dan sepakat untuk terus memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara.” Dengan nilai perdagangan bilateral senilai $50 miliar pada tahun lalu, Jepang merupakan mitra komersial terbesar keempat bagi Vietnam dan sumber investasi asing terbesar ketiga bagi Vietnam.
Selama empat hari di Istana Kekaisaran, Thoung diperkirakan menghadiri pertemuan dan makan siang yang diberikan oleh Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako. Selain itu, ia dijadwalkan memberikan pidato di Majelis Rendah parlemen Jepang. Thuong menyebut penguatan hubungan tersebut sebagai “peristiwa penting yang membuka babak baru dalam hubungan Vietnam-Jepang” dalam pidatonya yang disiarkan televisi secara nasional. Pada konferensi pers bersama setelah pertemuan mereka, Kishida mengatakan bahwa Vietnam adalah “mitra utama dalam mencapai Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.”
Penguatan hubungan Vietnam dengan Jepang merupakan hasil dari kekhawatiran yang sama antara kedua negara terhadap kekuatan Tiongkok. Hasilnya, hubungan pertahanan mereka menjadi lebih kuat. Misalnya, Jepang telah memberikan kapal patroli kepada Vietnam untuk meningkatkan kemampuan penegakan hukum maritimnya, dan pada tahun 2020, Jepang menandatangani perjanjian prinsip yang mengizinkan Jepang untuk mentransfer teknologi dan peralatan pertahanan ke Vietnam. Di sisi lain, Hanoi dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan hubungannya dengan Singapura, Australia, dan Indonesia ke tingkat yang sama. Secara keseluruhan, upaya-upaya perbaikan ini adalah contoh yang baik dari pendekatan yang diambil Vietnam terhadap kebijakan luar negerinya sejak berakhirnya Perang Dingin.
Dalam memperkuat hubungan, mereka menekankan komitmen bersama terhadap perdamaian dan tidak menganjurkan segala upaya untuk mengubah status quo melalui kekerasan. Mereka menyoroti pentingnya UNCLOS, kebebasan navigasi, dan penerbangan. Menekankan perlunya Kode Etik (CoC) yang efektif dan sejalan dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS, tanpa mengurangi hak-hak pemangku kepentingan.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Jepang yang lebih luas untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia Tenggara, membina hubungan yang lebih kuat dengan Vietnam untuk meningkatkan kolaborasi dalam perdagangan dan keamanan. Hal ini menempatkan Jepang sebagai salah satu mitra utama Vietnam, menyelaraskan kebijakan perdamaian dan mengatasi tantangan-tantangan regional, termasuk kekhawatiran mengenai ketegasan Tiongkok, sebagaimana diuraikan dalam Strategi Keamanan Nasional Jepang.