Dilansir dari kantor berita Iran International, kantor berita bahasa Persia berbasis di Inggris, para peretas anti-pemerintah mengganggu siaran berita pidato Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang sedang menyampaikan pidato upacara peringatan 44 tahun revolusi Iran pada Sabtu (11/2).
Pidato Raisi di alun-alun Azadi Teheran dihadiri oleh masyarakat banyak yang menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki popularitas. Hingga saat ini, pemerintah Iran menghadapi gejolak dari para pengunjuk rasa terutama masyarakat muda yang menyerukan agar Raisi turun dari jabatannya. Dengan cukup banyaknya masyarakat yang berkumpul, Raisi menyerukan agar para pendemo untuk ‘bertobat’ sehingga kesalahan mereka diampuni oleh petinggi Iran tersebut. Tidak sedikit dari pendukung yang menyerukan “Kematian untuk Amerika” atau “Kematian untuk Israel.”
Raisi dalam pidatonya mengatakan bahwa rezim akan merangkul mereka yang “tertipu” selama kerusuhan berlangsung, mengacu pada protes besar tahun lalu dan Ia menegaskan bahw orang-orang tersebut akan diterima kembali “ke pelukan bangsa.” Presiden Iran terus mengutarakan adanya garis propaganda asing yang menghasut protes di Iran untuk “menghancurkan Iran.”
Pidato terjeda, dan protes berkepanjangan di Iran
Pidato Raisi yang disiarkan secara langsung tersebut terputus hingga sekitar semenit dengan logo muncul di layar yakni kelompok peretas Ali’s Justice (Edalat-e Ali) atau Keadilan Ali dengan slogan “Matilah Khamenei.” Tidak hanya itu, sebuah suara juga muncul dengan arti “Matilah Republik Islam.”
Kelompok ini juga mengunggah video berdurasi 44 detik yang meminta orang-orang untuk menarik uang mereka dari bank pemerintah dan mendorong agar orang-orang turut mengambil bagian dalam protes antipemerintah pada 16 Februari mendatang.
Para pengunjuk rasa mulai turun ke jalan pada bulan September tahun lalu setelah kematian Mahsa Amini, seorang wanita Iran-Kurdi berusia 22 tahun, yang ditahan oleh polisi moralitas negara. Demonstrasi-demonstrasi itu, awalnya berfokus pada jilbab wajib Iran, yang berubah menjadi seruan untuk revolusi baru. Teriakan termasuk “Kematian bagi Khamenei” dan “Matilah Republik Islam” terdengar di antara pendemo. Namun, keadaan memburuk saat pasukan keamanan menanggapi pendemo dengan kekerasan.
Kekecewaan masyarakat juga berkaitan dengan isu ekonomi dan politik keamanan yakni jatuhnya nilai rial Iran terhadap dolar AS, serta isu bahwa Teheran mempersenjatai Rusia dengan drone pembawa bom dalam perangnya di Ukraina, yang juga membuat marah negara Barat.
Hingga saat ini, pemerintah Iran belum menyebutkan jumlah korban tewas secara keseluruhan atau jumlah orang yang telah ditangkap. Namun, para aktivis di luar negeri seperti Human Rights Activists News Agency (HRANA) mengatakan sedikitnya 528 orang telah tewas dan sekitar 19.763 orang ditahan oleh Iran.
Pekan lalu, media pemerintah Iran mengatakan bahwa pemimpin tertinggi memerintahkan amnesti atau pengurangan hukuman penjara untuk “puluhan ribu” orang yang ditahan selama protes, yang secara langsung mengakui untuk adanya tindakan keras.