Korea Utara dikabarkan telah kembali menembakkan rudal balistik ke perairan lepas pantai timur semenanjung Korea untuk yang ke-19 kalinya, menurut pejabat di Korea Selatan dan Jepang. Rudal jarak pendek itu ditembakkan Minggu pagi, 25 September 2022 waktu setempat dari daerah Taechon di Provinsi Pyongan Utara menurut Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan.
Dikatakan militer Korea Selatan dan AS mempertahankan “postur kesiapan penuh” dan bekerja sama setelah peluncuran yang digambarkan sebagai “tindakan provokatif yang membahayakan perdamaian dan keamanan Semenanjung Korea serta komunitas internasional.” JCS mengatakan peluncuran itu merupakan “pelanggaran yang jelas” terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB dan meminta Korea Utara untuk “segera berhenti.”
Dilansir dari CNN, rudal itu memiliki jarak terbang sekitar 600 kilometer, ketinggian 60 kilometer, dan kecepatan sekitar Mach 5, menurut JCS. Badan-badan intelijen Korea Selatan dan AS sedang menganalisis rincian lebih lanjut. Lebih lanjut, Menteri Pertahanan Jepang, Yasukazu Hamada mengatakan rudal balistik itu mungkin terbang dengan lintasan yang tidak teratur.
Korea Utara diyakini telah meluncurkan setidaknya satu rudal sekitar pukul 06:52 waktu setempat di Jepang atau 17:52 waktu timur Sabtu, kata Hamada. Dia menambahkan rudal itu jatuh “dekat pantai timur Korea Utara”, di luar Zona Ekonomi Eksklusif Jepang. Hamada juga menyatakan kekhawatirannya akan persenjataan Korea Utara, “perkembangan luar biasa baru-baru ini dari teknologi terkait rudal nuklir Korea Utara tidak dapat diabaikan demi keamanan negara kita dan kawasan.”
Walaupun begitu, Penjaga Pantai Jepang mengirim peringatan secepat mungkin pada kapal-kapal di wilayah tersebut terkait peluncuran rudal. “Kapal disarankan untuk memperhatikan informasi lebih lanjut dan jika mereka melihat benda jatuh, tolong jangan mendekati mereka dan melaporkan informasi yang relevan kepada Penjaga Pantai Jepang,” katanya.
Apa motif peluncuran rudal oleh Korea Utara?
Sebelumnya, kelompok penyerang dari kapal induk milik Amerika Serikat, USS Ronald Reagan tiba di kota pelabuhan Busan di tenggara Korea Selatan beberapa hari sebelumnya, selain itu, Angkatan Laut AS dan Korea Selatan diperkirakan akan melakukan latihan gabungan bulan ini. Wakil Presiden AS, Kamala Harris juga berencana untuk mengunjungi Jepang dan Korea Selatan.
Apakah AS “memancing” Korea Utara atau sebaliknya?
Amerika Serikat, beberapa waktu ini telah “memicu” beberapa ketegangan antar negara. Kunjungan ketua DPR AS, Nancy Pelosi sebelumnya ke Taiwan juga telah memicu ketegangan antara China dan Taiwan. China mengatakan bahwa tindakan AS menyalahi ketentuan kebijakan one-China dan dukungan Biden beberapa waktu lalu untuk Taiwan membuat China tidak senang.
Di sisi lain, Korea Utara sebagai “kawan dekat” China tentu melihat kondisi ini sebagai refleksi atas geopolitik di kawasannya. Hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan yang sampai saat ini belum berdamai dan secara teknis masih berada dalam tahapan gencatan senjata, menciptakan ancaman tersendiri bagi Korea Utara, dimana Korea Selatan merupakan salah satu negara mitra Amerika Serikat.
Peluncuran rudal balistik ini dapat dilihat sebagai usaha Pyongyang untuk menciptakan detterence effect seperti peluncuran-peluncuran rudal balistik sebelumnya. Intensifnya hubungan Korea Selatan dan AS menjadi ancaman bagi Korea Utara, untuk itu penggunaan alutsista menjadi salah satu cara utama Korea Utara untuk mengekspresikan ketidaksetujuan akan hubungan tersebut yang mengancam negaranya. Korea Utara sendiri bukan merupakan negara yang menggunakan diplomasi secara terbuka untuk mencapai kepentingan negaranya.