Iran Tuduh AS Hingga Israel Sebagai Dalang Pembunuhan Seorang Personil Militer
Kelompok bersenjata yang mengendarai sepeda motor menembaki seorang perwira senior Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) elit Iran di luar rumahnya di Teheran. Hassan Sayyad Khodayari terbunuh pukul 4 sore (11:30 GMT), dilansir Al Jazeera
Kantor berita setempat menerbitkan gambar yang menunjukkan seorang pria terkulai di kursi pengemudi kendaraan, dengan darah di sekitar kerah kemeja dan lengannya. Yang kemudian dikonfirmasi oleh IRGC bahwa pria tersebut adalah Kolonel Khodayari. Khodayari adalah anggota Pasukan Quds, yang bertanggung jawab atas operasi luar negeri IRGC, dan dia dilaporkan bertugas di Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
Iran menuduh aksi pembunuhan itu ke “elemen yang terkait dengan arogansi global” sebuah istilah khusus untuk Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Israel. IRGC mengatakan pihaknya meluncurkan penyelidikan untuk mengidentifikasi “para penyerang”.
Terkait pembunuhan itu, Presiden Ebrahim Raisi mengatakan akan membalas aksi keji tersebut. “Saya bersikeras pada pengejaran serius [para pembunuh] oleh pejabat keamanan, dan saya tidak ragu bahwa darah martir besar ini akan dibalaskan,” kata Raisi. “Tidak ada keraguan bahwa tangan arogansi global dapat terlihat dalam kejahatan ini.” Dilansir Al Jazeera.
Iran sendiri menjadi pendukung militer utama rezim Suriah. Teheran dikabarkan telah mengirim ribuan pejuang ke Suriah dan Irak untuk berperang melawan kelompok ISIL (ISIS) di bawah Pasukan Quds yang mengawasi operasi asing.
Abas Aslani, seorang peneliti senior di Pusat Studi Strategis Timur Tengah, mengatakan “penghapusan tokoh IRGC yang berpengaruh bertujuan untuk menciptakan operasi psikologis di Iran“. “Saya pikir waktunya juga sangat penting, pemerintah sedang melakukan reformasi ekonomi yang dapat menjadi potensi protes di negara ini,” kata Aslani kepada Al Jazeera.
Sebelum Kolonel Khodayari, aksi pembunuhan dan penyerangan juga pernah terjadi kepada setidaknya enam ilmuwan dan akademisi Iran sejak 2010. Pada Januari 2020, Jenderal Qassem Soleimani, kepala Pasukan Quds dan arsitek aparat keamanan regionalnya, tewas setelah serangan udara AS di bandara internasional Baghdad untuk mencegah serangan di masa depan yang diduga direncanakan oleh Iran.
Penyerangan-penyerangan sebelumnya diyakini menargetkan program nuklir Iran, yang menurut negara-negara Barat ditujukan untuk memproduksi senjata nuklir. “Ini bukan pertama kalinya pembunuhan terjadi di Teheran. Ada contoh di masa lalu. Dan seringkali orang Israel dan Amerika bersalah,” kata Aslani dari Pusat Studi Strategis Timur Tengah.
Iran menyangkal hal ini dengan mengatakan program nuklirnya memiliki tujuan damai, dan mengecam pembunuhan ilmuwannya sebagai tindakan “terorisme” yang dilakukan oleh badan intelijen Barat dan Mossad Israel.
Sanam Vakil wakil kepala program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, mengatakan pembunuhan Khodayari adalah untuk meresahkan Teheran karena ketegangannya dengan Israel akibat program nuklir Iran. Jika Israel adalah dalang dibalik serangan tersebut, hal itu dapat menjadi pengingat akan jangkauan dan kapasitas destabilisasi Israel yang meningkat di Iran menurut Vakil.
Dilansir dari Al Jazeera, TV pemerintah Iran sebelumnya mengumumkan bahwa anggota jaringan intelijen Israel telah ditemukan dan ditangkap oleh IRGC. “Di bawah bimbingan dinas intelijen rezim Zionis, jaringan tersebut berusaha mencuri dan menghancurkan properti pribadi dan publik, menculik dan memperoleh pengakuan palsu melalui jaringan preman,” kata dinas hubungan masyarakat IRGC dalam sebuah pernyataan.