Pasca Satu Tahun Kematian Presiden, Kondisi Haiti Semakin Parah
Semenjak satu tahun kematian Jovenel Moïse, Presiden Haiti yang dibunuh di rumah pribadinya, tidak hanya otoritas Haiti gagal menghukum dalang dibalik pembunuhannya, tetapi Haiti semakin jatuh dan terpuruk karena kekerasan terjadi dimana-mana dan kondisi ekonomi negara yang memburuk.
Banyak masyarakat Haiti yang telah meninggalkan wilayah negara tersebut sejak tahun lalu lewat jalur laut yang tidak kalah mematikan, membuat banyak masyarakat Haiti sampai ke berbagai pantai di negara-negara terdekat. Tujuan mereka sederhana, mereka lebih memilih mati karena mencoba menyelamatkan diri dibandingkan mati di tanah negaranya karena kelaparan dan bentrok.
“Setiap hari adalah bentrokan. Ini adalah perjuangan untuk tetap hidup. Ini pertarungan untuk makan. Ini perjuangan untuk bertahan hidup,” kata Hector Duval, seorang tukang ledeng yang sekarang menjadi tukang ojek untuk penghasilan tambahannya, dilansir dari ABC News.
Pemerintah Haiti sendiri kewalahan untuk menindak kelompok-kelompok brutal dan mengurangi lonjakan penculikan yang terjadi. Pada saat yang sama, upaya untuk membentuk pemerintahan koalisi telah goyah dalam beberapa pekan terakhir dan upaya untuk mengadakan pemilihan umum terhenti.
Perdana Menteri Ariel Henry telah berjanji untuk membentuk dewan pemilihan sementara baru, yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum, walaupun belum sempat dilaksanakan. Sementara itu, harapan untuk pengadilan bagi mereka yang ditangkap dalam pembunuhan presiden telah digagalkan oleh pengunduran diri empat hakim yang ditunjuk untuk mengawasi penyelidikan, dengan beberapa mengatakan mereka mengkhawatirkan nyawa mereka.
Terkait perkembangan kasus pembunuhan Moïse, lebih dari 40 orang telah ditangkap di Haiti, termasuk perwira tinggi polisi dan sekelompok mantan tentara Kolombia. Setidaknya dua dari tiga tersangka yang ditahan di luar Haiti diekstradisi ke AS, di mana mereka menghadapi tuduhan termasuk bersekongkol untuk melakukan pembunuhan atau penculikan di luar Amerika Serikat.
Istri dari mendiang Moïse, Martine, terus menuntut keadilan. Dia mengeluarkan pernyataan bahwa dia tidak akan menghadiri peringatan hari Kamis yang diselenggarakan oleh negara bagian Haiti, “yang kepala pemerintahannya dicurigai serius (terlibat dalam) pembunuhan Presiden Republik.”
Walaupun begitu, Henry mengatakan bahwa pejabat yang terindikasi terlibat pembunuhan berencana itu belum memiliki bukti kuat bahwa ia bersalah. Di samping itu, Henry mendesak warga Haiti untuk fokus memperbaiki negara. “Sangat penting bahwa Haiti bekerja sama untuk mendamaikan segmen masyarakat kita yang terlalu terpecah,” katanya. “Ini adalah suatu keharusan jika kita ingin memulihkan keamanan, berurusan dengan kelompok-kelompok bersenjata dan sponsor mereka, menciptakan iklim yang kondusif untuk mengadakan pemilihan dengan jumlah pemilih yang tinggi, untuk membangun kembali institusi demokrasi kita.” tuturnya dilansir dari ABC News.
Tetapi semakin banyak orang Haiti menyalahkan Henry atas ketidakamanan yang meningkat. PBB mengatakan bahwa hampir tujuh penculikan dilaporkan setiap hari dan pada bulan Mei saja lebih dari 200 pembunuhan dan 198 penculikan dilaporkan di negara itu. Penculikan itu termasuk dua bus berisi anak-anak dan tiga pegawai PBB serta tanggungan mereka. Selain itu, satu geng baru-baru ini menguasai sebagian Pengadilan Tingkat Pertama Haiti, menjarah dan membakar berkas kasus dan barang bukti.