Dikabarkan pada 20 Mei 2021 waktu Amerika Serikat (AS), harga minyak dunia turun. Hal ini dipengaruhi oleh diskusi antar para diplomat mengenai kesepakatan pencabutan sanksi AS terhadap Iran yaitu Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang ditandatangani Iran, AS, dan beberapa negara lainnya pada tahun 2015. Prediksi lonjakan produksi minyak dari Iran dengan jumlah yang banyak ini menetapkan harga minyak dunia yang turun per barelnya.
Dilansir dari Antara, minyak mentah untuk pengiriman Juni dan Juli tergelincir, minyak berjangka Brent turun 2.3 persen dari sekitar 66,66 dolar AS menjadi 65,11 dolar AS per barel dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) 62,05 dolar AS per barel atau 2.1 persen dari 63,36 dolas AS. Melemahnya harga minyak dunia terjadi usai AS dan Iran menginisiasi kembali kesepakatan yang membatasi pengembangan senjata nuklir milik Iran. Duta Besar Rusia untuk PBB Mikhail Ulyanov mengatakan kemajuan terkait kesepakatan yang membatasi pengembangan senjata nuklir mengalami kemajuan yang signifikan.
Kebangkitan kesepakatan nuklir 2015 dan pelonggaran sanksi Iran dari AS dapat membuat Teheran meningkatkan produksi minyak dengan sangat cepat. Menurut Henry Rome, analis senior makro global di Euraisa Group, mengatakan bahwa Iran akan mencoba mengekspor minyak sebanyak mungkin dan tidak akan tunduk pada kuota Organization of the Petroleum Exporting Countries Plus (OPEC Plus) dan sebaliknya akan berjuang untuk mendapatkan kembali pangsa pasarnya. Rome juga menambahkan bahwa untuk harga minyak sendiri, produksi surplus akan berdampak negatif jika pertumbuhan permintaan tetap lemah karena pembatasan perjalanan internasional yang kemungkinan bertahan hingga tahun 2022 karena pandemi.
Setelah pada tahun 2018 Trump pada masa pemerintahannya menarik AS dari JCPOA, pemerintahan Biden justru berencana meringankan sanksi terhadap elemen-elemen penting ekonomi Iran, termasuk minyak. Keputusan AS pada tahun 2018 untuk keluar dari kesepakatan dan menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Iran mendorong Iran untuk melanggar kesepakatan antara keduanya seperti memperkaya uranium lewat dari batas kesepakatan JCPOA sehingga terjadi ketegangan di antara kedua negara. Namun dengan reancana Biden sebagai Presiden ke-46 AS untuk kembali ke kesepakatan JCPOA membuat Iran dapat memproduksi minyak kembali dalam jumlah banyak. Abbas Araghchi, wakil menteri luar negeri Iran dan kepala negosiator di Wina, mengatakan pada hari Rabu 19 Mei 2021 ada “kemajuan yang baik antara Iran dan AS”.
Iran merupakan salah satu negara pengekspor minyak dunia, sehingga sanksi dan kesepakatan dengan AS dapat mempengaruhi harga minyak secara global. Pada tahun 2015, setelah adanya kesepakatan antara Iran dan AS, karena prediksi bahwa Iran akan ikut serta dalam kegiatan ekspor minyak menyebabkan turunnya harga minyak dunia, Iran dapat meningkatkan ekspor minyaknya hingga 60% dalam setahun, menurut survei terhadap 25 analis minyak yang dipertanyakan oleh kantor berita Reuters. Pengaruh dari penjualan minyak dari Iran ini juga terbukti ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan JCPOA dengan Iran pada 2018 lalu, harga minyak melonjak sebesar 3½ persen yang menjadi sanksi “tingkat tertinggi” terhadap anggota OPEC sebagai produsen minyak dunia.