AS Menjatuhkan Sanksi Yang ‘Sangat Membatasi’ Penjualan Minyak Iran
AS telah mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, Washington akan menjatuhkan hukuman keuangan secara “reguler” dalam upaya untuk “sangat membatasi” ekspor minyak dan petrokimia Iran.
Langkah-langkah tersebut dibeberkan pada akhir September yang menargetkan beberapa perusahaan dan distributor yang berbasis di China, Uni Emirat Arab, Hong Kong, dan India yang dituduh Amerika Serikat terlibat dalam penjualan produk minyak dan petrokimia Iran. Presiden AS, Joe Biden juga secara eksplisit mengaitkan sanksi dengan kegagalan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 yang secara resmi dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
“Amerika Serikat berkomitmen untuk sangat membatasi penjualan minyak dan petrokimia ilegal Iran,” kata pejabat Departemen Keuangan AS, Brian Nelson. “Selama Iran menolak untuk kembali ke implementasi penuh Rencana Aksi Komprehensif Bersama, Amerika Serikat akan terus memberlakukan sanksinya terhadap penjualan produk minyak dan petrokimia Iran.” Tambah Nelson dilansir dari Al Jazeera.
Sanksi tersebut juga membekukan aset perusahaan Iran di AS dan membuatnya ilegal bagi warga Amerika untuk berbisnis dengan mereka. Sejak mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018, berbagai sektor ekonomi Iran berada di bawah sanksi AS yang berat.
Pada hari Kamis, pemerintahan Biden mengatakan akan terus menegakkan sanksi dengan ketat sampai Iran kembali ke kesepakatan. “Seiring Iran terus mempercepat program nuklirnya yang melanggar JCPOA, kami akan terus mempercepat penegakan sanksi kami atas penjualan minyak dan petrokimia Iran di bawah otoritas yang akan dihapus berdasarkan JCPOA,” kata Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan.
“Tindakan penegakan ini akan berlanjut secara teratur, dengan tujuan untuk sangat membatasi ekspor minyak dan petrokimia Iran.” Sebagai cara “memaksa” Iran untuk kembali ke JCPOA. Setelah beberapa putaran pembicaraan nuklir tidak langsung, Washington dan Teheran saling menyalahkan atas kegagalan untuk memulihkan perjanjian karena keduanya memiliki tuntutan yang sama-sama tidak berhasil dikompromi.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pekan lalu, Biden mengatakan Washington siap untuk kembali ke kesepakatan, tetapi menekankan bahwa pemerintahannya tidak akan mengizinkan Teheran untuk memperoleh senjata nuklir.
Iran sendiri sedang menyelesaikan protes nasional yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang wanita berusia 22 tahun yang ditangkap di Teheran karena “pakaian yang tidak sesuai” awal bulan ini. Washington telah menyatakan dukungan untuk para demonstran tetapi mengatakan masih bersedia untuk memulihkan kesepakatan nuklir berdasarkan kepatuhan bersama.