Netanyahu Gagal Membentuk Pemerintahan Koalisi, Apa Selanjutnya?

Benjamin Netanyahu, seorang politisi Israel yang sejak tahun 2009 menjadi perdana menteri, dikabarkan gagal dalam membuat pemerintahan koalisi setelah pemilihan umum Israel pada 23 Maret 2021 yang mandatnya berakhir pada tanggal 4 Mei 2021. Apabila Netanyahu gagal membentuk pemerintahan koalisi, Presiden Reuven Rivlin kemungkinan memberikan mandat kepada Naftali Bennett sebagai Pemimpin Partai Yemina untuk membangun koalisi 62 anggota Knesset (Badan legislative nasional Israel) dengan beberapa partai lainnya seperti Yesh Atid, Blue and White, New Hope, Labour, Yisrael Beytenu, Meretz, dan Ra’am.
Israel sendiri sejak tahun 2019 telah menyelenggarakan empat kali pemilihan umum yaitu pada bulan April dan September 2019, 2 Maret 2020, dan 23 Maret 2021. Pada pemilu tahun 2020 sendiri, Knesset gagal menyetujui anggaran tahun 2020, kegagalan untuk meloloskan anggaran terjadi hanya tujuh bulan setelah pelantikan “pemerintah persatuan” antara Partai Likud dan Biru Putih sehingga pada 23 Maret 2021, di mana pemilu kembali diselenggarakan yang menghasilkan Partai Likud sebagai pemenang dengan peraihan 30 kursi di Knesset dan disusul oleh Partai Yesh Atid dengan 17 kursi. Pemerintahan ini akan menjadi pemerintahan koalisi, karena kursi yang didapat kurang dari 61.
Sesaat sebelum tenggat waktu pembentukan pemerintahan, Netanyahu memberikan kabar kepada Presiden bahwa ia gagal membentuk pemerintahan sehingga mengembalikan mandatnya. Presiden Reuven Riviln sekarang dapat memberikan tugas pembentukan pemerintahan kepada anggota parlemen Israel lainnya dalam beberapa hari mendatang, hal ini dapat menyebabkan Partai Likud ditempatkan sebagai oposisi untuk pertama kalinya dalam 12 tahun. Namun, jika tidak ada yang berhasil membentuk pemerintahan, maka pemilu ke-5 semenjak tahun 2019 akan menjadi agenda Pemerintah Israel di masa mendatang.
Dengan kemungkinan adanya pemilu ke-5, menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Israel Democracy Institute pada Bulan Mei lalu dilansir dari The Jerusalem Post, Netanyahu masih memiliki kesempatan untuk terpilih kembali untuk membentuk pemerintah jika melihat bagaimana masyarakat Israel yang mendukungnya. Sepertiga dari publik Israel (32%) mengatakan bahwa blok pro-Netanyahu memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk membentuk koalisi pemerintah, sementara 17% menunjukkan kemungkinan yang lebih kuat untuk blok anti-Netanyahu membentuk sebuah koalisi. Sedangkan berdasarkan afiliasi politik, 45% sayap kanan Israel mengatakan Netanyahu memiliki peluang kuat untuk membentuk pemerintahan koalisi yang stabil, berbeda dengan 25% di antara kelompok sentris dan kiri yang percaya diri dalam pembentukan pemerintahan koalisi kiri-tengah.
Posisi Netanyahu selama ini juga menuai skandal, dimana pada tahun 2018, polisi Israel merilis pernyataan di mana mereka mengatakan ada cukup bukti dari dua penyelidikan untuk mendakwa Netanyahu atas penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan, Netanyahu dituduh memperdagangkan bantuan dengan imbalan hadiah mewah, senilai hampir $ 300.000 selama satu dekade. Namun, pandemi Covid-19 yang melanda dunia membuat Netanyahu berhasil menyelamatkan karir politiknya dari jeruji besi karena penundaan persidangan korupsinya.
Walaupun persidangan ditunda, namun Presiden Reuven Rivlin telah menugaskan Yair Lapid ketua dari Partai Yesh Atid rival terbesar dari Netanyahu untuk membentuk pemerintahan dengan waktu 28 hari pada Rabu 5 April 2021. Rivlin juga mengatakan bahwa apakah ini pemerintahan yang dipimpin oleh Lapid sendiri atau apakah itu pemerintahan yang dipimpin oleh kandidat lain yang akan menjabat sebagai perdana menteri pengganti. Lapid sendiri telah melakukan diskusi yang menghasilkan kesepakatan dengan pemimpin Partai Rumah Yamina yaitu Naftali Bennett untuk membagi tugas perdana menteri jika pembentukan koalisi di antara keduanya berhasil, jika tidak maka pemilu ke-5 sejak dua tahun terakhir akan terwujud.