Negara Turki, kini telah berganti nama menjadi “Türkiye”. Pergantian ini dilakukan atas permintaan pemerintah Turki yang disetujui di aula Perserikatan Bangsa-Bangsa, “Proses yang kami mulai di bawah kepemimpinan Presiden kami Recep Tayyip Erdogan untuk meningkatkan nilai merek negara kami harus diselesaikan,” menurut Menteri Luar Negeri Turkiye pada awal Juni.[1]
Dalam surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Cavusoglu menulis: “Saya ingin memberi tahu Anda bahwa, sesuai dengan Surat Edaran Presiden … tertanggal 2 Desember 2021, tentang penggunaan kata ‘Türkiye’ dalam bahasa asing.[2] Pemerintah Republik Turkiye, selanjutnya akan mulai menggunakan ‘Türkiye’ untuk menggantikan kata-kata seperti ‘Turki,’ ‘Turkei’ dan ‘Turkey’ yang telah digunakan di masa lalu untuk merujuk ke ‘Republik Turkiye.'”
Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric sendiri mengatakan institusi internasional itu tidak mempermasalahkan pergantian nama dari sebuah negara. “Negara bebas memilih cara mereka ingin diberi nama. Itu tidak terjadi setiap hari, tetapi bukan hal yang aneh jika negara mengubah nama mereka.”[3]
Cavusoglu mengatakan kepada kantor berita milik pemerintah Anadolu pada awal Juni bahwa melalui kerja sama dengan Direktorat Komunikasi Turki, pemerintah telah berhasil meletakkan dasar untuk perubahan citra tersebut.[4] Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun juga kemudian memposting video promosi di Twitter dengan judul: #HelloTürkiye. Pemerintah telah memulai kampanye re-branding besar-besaran, di mana “Made in Türkiye ‘akan ditampilkan di semua produk yang diekspor.
Proses rebranding nama oleh Turkiye sendiri sudah dimulai sejak tahun lalu. Pada Desember 2021, Erdogan membuat pernyataan bahwa “kata Turkiye mewakili dan mengekspresikan budaya, peradaban, dan nilai-nilai bangsa Turki dengan cara terbaik.”[5]
Mengapa Turki ingin disebut Turkiye?
Sebenarnya, di dalam negeri, warga menyebut negara itu sebagai Turkiye, tetapi versi Inggrisnya ‘Turki’ diadopsi secara internasional.[6] Dilansir dari Indian Express, sebuah laporan dari Perusahaan Radio dan Televisi Turki (TRT) tahun lalu yang menjelaskan beberapa alasan pergantian nama negara. Dikatakan bahwa nama ‘Turki’ diadopsi setelah kemerdekaan negara pada tahun 1923. “Selama berabad-abad, orang Eropa awalnya menyebut Turki sebagai negara Ottoman dan kemudian ke Turkiye dengan lebih banyak nama sebutan lainnya.[7] Tetapi nama yang paling melekat adalah “Turquia” dan “Turki” yang lebih umum di mana-mana dan menjadi sebutan paling populer.
Rupanya, pemerintah Turkiye sendiri tidak senang dengan hasil pencarian Google yang muncul untuk kata ‘Turki’. Beberapa dari hasil ini termasuk burung besar yang disajikan hari besar di daerah Amerika Utara. Pemerintah juga keberatan dengan definisi kata ‘turki’ dalam Kamus Cambridge tentang istilah “kalkun”; “sesuatu yang gagal dengan buruk” atau “orang bodoh atau konyol”.
Apakah negara lain pernah mengubah nama mereka?
Dilihat ke belakang, terdapat beberapa negara yang pernah mengganti namanya, hal ini berkaitan dengan nama yang merupakan warisan penjajah, ataupun untuk merubah citranya seperti yang Turkiye lakukan. Beberapa contoh termasuk Belanda yang awalnya bernama Makedonia, yang berubah nama menjadi Makedonia Utara karena perselisihan politik dengan Yunani; Iran, yang mengubah namanya dari Persia pada tahun 1935; Siam, yang berubah nama menjadi Thailand; dan Rhodesia, yang berubah menjadi Zimbabwe untuk menjatuhkan warisan kolonialnya. Penggantian nama negara Turkiye sendiri bukanlah yang pertama kali. Upaya serupa dilakukan pada pertengahan 1980-an di bawah Perdana Menteri Turgut Ozal tetapi tidak pernah mendapatkan sorotan yang besar seperti saat ini.[8]
Mengapa perubahan citra perlu dilakukan?
“Alasan utama mengapa Turki mengubah namanya adalah untuk menghilangkan asosiasi dengan burung itu,” kata Sinan Ulgen, Ketua EDAM yang berbasis di Istanbul.[9] Bagi Erdogan, nama baru itu mengungkapkan “budaya, peradaban, dan nilai-nilai bangsa Turki dengan cara terbaik.” Menurut Francesco Siccardi, manajer program senior di lembaga pemikir Carnegie Europe, penggantian nama ini juga sebagai “strategi lain yang digunakan oleh pemerintah Turki untuk menjangkau pemilih nasionalis di tahun yang penting bagi politik Turki,”
Posisi Erdogan dalam jajak pendapat telah turun secara signifikan selama bertahun-tahun. Jajak pendapat dari akhir tahun lalu menunjukkan dukungan untuk partai berkuasa yang diikuti oleh Erdogan sekitar 31-33% menurut Reuters, turun dari 42,6% selama pemilihan parlemen 2018.[10] Hal ini juga dapat menjadi sebuah cara pengalihan isu karena krisis ekonomi yang tengah terjadi di negara tersebut.
Selain itu, pergantian nama ini juga berkaitan dengan citra dari sebuah negara. Proposisi utama dari teori citra adalah bahwa “perilaku bergantung pada citra.”[11] Citra sendiri sangat penting bagi sebuah negara untuk melangsungkan kepentingan nasionalnya di ranah internasional. Citra ini dapat berpengaruh pada praktik-praktik hubungan internasional seperti diplomasi dan juga kerja sama di ranah internasional.
[1] Mina Alsharif, Hande Atay Alam, dan Eliza Mackintosh, “Turkey rebrands as ‘Türkiye,’ changing name at the United Nations”, CNN, 3 Juni 2022, https://edition.cnn.com/2022/06/02/europe/turkey-trkiye-united-nations-scli-intl/index.html
[2] Ibid.
[3] “Turkey officially changes name at UN to Türkiye”, The Guardian, 3 Juni 2022. https://www.theguardian.com/world/2022/jun/03/turkey-changes-name-to-turkiye-as-other-name-is-for-the-birds
[4] Op. Cit.
[5] “Explained: Why Turkey now wants to be called Türkiye”, India Express, 4 Juni 2022, https://indianexpress.com/article/explained/turkey-name-change-turkiye-explained-7952091/
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Mohammed Abdelbary, “Why Turkey changed its name: populism, polls and a bird”, CNN, 3 Juni 2022, https://edition.cnn.com/2022/06/03/middleeast/turkey-name-change-mime-intl/index.html
[9] Ibid.
[10] https://www.reuters.com/markets/currencies/erdogans-approval-ratings-up-lira-stabilises-poll-2022-01-20/
[11] Kenneth E. Boulding, “The Image: The Knowledge in Life and Society”, Ann Arbor Paperbacks The University of Michigan Press, Amerika Serikat