Warga Palestina yang terluka dan warga negara asing akhirnya diizinkan meninggalkan Gaza dan memasuki Mesir dalam eksodus pertama dari wilayah kantong yang terkepung tersebut dalam beberapa minggu terakhir. Sebanyak 81 warga Palestina yang terluka parah diperkirakan akan memasuki Mesir pada hari Rabu, dan puluhan orang telah tiba dan menjalani perawatan di berbagai rumah sakit di seluruh Mesir, dilansir dari CNN.
Lebih dari 360 pemegang paspor asing juga telah meninggalkan Gaza melalui penyeberangan perbatasan Rafah, yang difasilitasi oleh kesepakatan antara Israel, Hamas, dan Mesir, dengan berkoordinasi dengan AS. Kesepakatan itu ditengahi oleh Qatar, yang memungkinkan pembebasan warga asing dan warga sipil yang terluka parah dari Gaza. Hal ini menandai terobosan signifikan setelah berminggu-minggu serangan udara Israel di Gaza, yang menyebabkan krisis kemanusiaan.
Menurut seorang pejabat senior AS, lebih dari 5.000 warga negara asing pada akhirnya dapat meninggalkan Gaza menuju Mesir sebagai bagian dari perjanjian ini, dengan kemungkinan mencapai hingga 7.000 orang. Sekitar 400 warga Amerika dan anggota keluarga mereka, total sekitar 1.000 orang telah terdampar di Gaza dan berusaha untuk menyelamatkan diri, sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Penyeberangan Rafah di sisi Gaza terlihat dari adanya segerombolan ambulans untuk membawa orang-orang yang terluka akibat perang, sementara banyak keluarga dengan koper dan bawaannya masih menunggu di perbatasan. Pejabat konsulat asing hadir di sisi penyeberangan Mesir untuk membantu warga negaranya masing-masing. Tenaga medis dan ambulans milik pemerintah Mesir juga siap menerima pasien Palestina yang terluka yang membutuhkan perawatan yang tidak tersedia di Gaza.
Situasi di Gaza menjadi mengerikan setelah serangan teror mematikan Hamas pada 7 Oktober mendorong Israel menutup perbatasannya dengan Gaza dan melancarkan kampanye udara yang menargetkan kelompok militan tersebut. Kampanye ini mengakibatkan kematian sedikitnya 8.700 orang, dengan lebih dari 70% korban tewas adalah perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Setengah dari dua juta orang yang terdampar di Gaza adalah anak-anak.
Kepala badan pengungsi Palestina di PBB menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang “belum pernah terjadi sebelumnya,” dan menyoroti kondisi kehidupan yang tidak sehat, kekurangan air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar di Gaza. Komunitas internasional telah berupaya mengevakuasi warga negara asing dan meredakan kekhawatiran Mesir mengenai pengungsi yang masuk melalui penyeberangan Rafah. Sinai utara Mesir menjadi lokasi penyeberangan Rafah, satu-satunya pintu masuk Gaza ke dunia luar, dan sebagian besar telah ditutup sejak konflik dimulai.