Pada 24 Maret 2025 South China Morning Post (SCMP) menerbitkan sebuah artikel yang menyatakan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sedang menggunakan dan mengembangkan perangkat lunak (software) kecerdasan buatan (AI) Deepseek untuk membantu mereka sebagai elemen pendukung non-pertempuran. Artikel ini menambahkan saat ini model AI Deepseek tipe large language model (LLM) telah digunakan oleh rumah sakit yang dikelola oleh PLA, Polisi Bersenjata Rakyat (PAP), serta lembaga militer yang bertanggung jawab dalam mobilisasi perang. Salah satu rumah sakit yang telah menggunakan Deepseek adalah Rumah Sakit PLA Nomor 301 di Beijing yang bertanggung jawab untuk mengobati pejabat senior Partai Komunis China (PKC) dan perwira aktif PLA. Menurut pengumuman yang disampaikan oleh Komando Teater Pusat PLA, penggunaan AI Deepseek model RI-70B LLM dalam rumah sakitdiizinkan untuk membantu para dokter dalam memberikan sugesti tentang pengobatan yang harus diberikan kepada pasien. Sementara itu PAP menggunakan Deepseek untuk membantu latihan fisik dan bimbingan konseling (BK) mereka.
Menanggapi perkembangan ini para analis dan pakar AI menganggap AI Deepseek pada akhirnya akan digunakan PLA dalam medan pertempuran untuk membantu mereka mendapatkan intelijen dan mempermudah proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini China bukan negara pertama yang menggunakan AI untuk tujuan tersebut karena sebelumnya Amerika Serikat telah membangun model AI dengan tugas tersebut di Perang Afghanistan pada Oktober 2019 hingga penarikan mundur pasukan pada 30 Agustus 2021 dalam program yang diberi nama Raven Sentry. Tujuan utama dari program Raven Sentry adalah untuk mengembangkan model AI yang dapat memprediksi serangan yang akan dilancarkan oleh kelompok insurgensi Taliban dan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS/Daesh) terhadap pemukiman warga sipil, instalasi militer, serta pangkalan tempur Tentara Nasional Afghanistan (ANA) dan Koalisi Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF). Program ini dianggap sukses sejak karena Raven Sentry berhasil memprediksi serangan Taliban dan ISIS dengan tingkat akurasi sebesar 70%. Keberhasilan ini terlihat pada Juli 2020 saat Raven Sentry memprediksi adanya serangan ISIS terhadap Kota Jalalabad, Provinsi Nangarhar dengan perkiraan korban sebanyak 20-40 jiwa. Serangan tersebut akhirnya datang pada 2 Agustus 2020 dan mengakibatkan 29 korban jiwa, sesuai dengan perkiraan yang diberikan oleh Raven Sentry.
Akan tetapi walaupun kegunaan AI seperti Raven Sentry telah menunjukan efektivitasnya dalam memprediksi aksi selanjutnya yang akan dilancarkan musuh, para pakar menekankan Deepseek harus digunakan dengan pengawasan manusia karena pada dasarnya AI tersebut merupakan mesin yang tidak memiliki kesadaran diri tentang situasi yang dihadapi oleh unit yang berada di garis depan. Dengan kata lain, militer tidak boleh terlalu bergantung pada AIkarena terdapat beberapa kekurangan fundamental yang menyebabkan perangkat lunak tersebut inferior terhadap manusia. Contoh yang dapat diberikan dalam konteks tersebut adalah ketergantungan terhadap AI yang dimiliki oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam perang mereka di Gaza dan Lebanon. Ketergantungan IDF terhadap AI mereka dalam menentukan dan menyerang target menyebabkan banyak korban jiwa (collateral damage) karena model AI mereka diberikan izin untuk menargetkan siapapun yang terduga sebagai milisi Hamas danHezbollah. Hal ini menyebabkan banyak warga sipil menjadi korban karena model AI IDF salah mengidentifikasi target yang terduga sebagai milisi Hamas atau Hezbollah. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor seperti ketidakmampuan model AI IDF untuk mengidentifikasi umur dari target potensial yang sedang diawasi, kemiripan pakaian yang digunakan oleh target, kesengajaan dari IDF untuk menargetkan siapapun yang terduga sebagai terduga milisi Hamas dan Hezbollah.
Jika China ingin menggunakan Deepseek sebagai aset pendukung dalam medan tempur dalam jangka panjang, hal pertama yang harus dilakukan oleh PLA adalah mempelajari kekurangan AI yang digunakan oleh IDF di Gaza dan Lebanon. Kekurangan tersebut harus mereka pelajari agar kendaraan tempur otonom mereka yang dapat dikendalikan oleh AI seperti drone CH-4 dapat mengidentifikasi dan menyerang target yang sesuai tanpa mengakibatkan kerusakan/korban tambahan. Selanjutnya, China juga dapat melatih model AI mereka untuk melaksanakan fungsi serupa yang dilakukan oleh Raven Sentry buatan Amerika Serikat di Perang Afghanistan. Untuk mencapai hal tersebut PLA dapat melatih model AI buatan Deepseek dalam berbagai skenario tempur yang mungkin akan dihadapi oleh Negeri Tirai Bambu dalam perang melawan Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan India. Selain melatih AI dengan berbagai skenario pertempuran secara virtual, PLA juga dapat menggunakan data dari pertempuran nyata seperti intervensi tidak langsung di Myanmar untuk menyempurnakan model yang pada akhirnya mereka sebagai aset pendukung dalam operasi militer. Penggunaan data dari pertempuran nyata seperti Myanmar untuk melatih model AI Deepseek akan memiliki kontribusi lebih besar dibandingkan dengan latihan skenario perang yang dilaksanakan secara virtual karena dalam perang nyata terdapat berbagai variabel tidak terduga yang dapat mempengaruhi hasil akhir pertempuran. Hal ini akan membuat model AI Deepseek lebih adaptif dalam memberikan sugesti bagi PLA dalam medan tempur.