Transfer Teknologi Indonesia Dalam Program KFX Berkurang
Pada 16 Agustus, pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa kontribusi Indonesia terhadap program pesawat tempur KFX/KF-21 Boromae diturunkan dari 1.6 triliun won menjadi 600 miliar won. Penurunan kontribusi ini diakibatkan oleh keterlambatan pembayaran yang sering terjadi dengan pihak Indonesia yang pada akhirnya menyebabkan Indonesia untuk mengurangi kontribusi nya dalam pengembangan pesawat tempur generasi 4.5 tersebut. Selain keterlambatan pembayaran yang sering terjadi, terdapat juga permasalahan tentang pencurian teknologi dan pencurian data yang dilakukan oleh teknisi dan insinyur Indonesia yang menyebabkan Seoul ragu dengan komitmen yang diberikan oleh Jakarta terhadap program pesawat tempur tersebut.
Sebelumnya, Indonesia dan Korea Selatan melakukan kerja sama ini dengan skema cost sharing dimana Jakarta dan Seoul memiliki kesepakatan untuk membagi biaya pengembangan program tersebut. Dalam kesepakatan tersebut, Korea Selatan akan menanggung 80% dari keseluruhan biaya pengembangan sementara Indonesia hanya menanggung 20% dari biaya pengembangan. Indonesia sendiri mengikuti program ini di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pada tahun 2010 dan pengiriman teknisi dan insinyur pada tahun 2011. Setelah program pengembangan KFX rampung, PT. Dirgantara Indonesia akan mengakuisisi sekitar 50 pesawat untuk melengkapi tiga skadron tempur. Program ini diharapkan dapat memberikan TNI AU pesawat tempur generasi 4.5 pada tahun 2026.
Akan tetapi, sejak 2017, Indonesia mengalami berbagai macam kendala yang pada akhirnya mendorong Jakarta untuk menegosiasikan ulang kontribusi mereka kepada program tersebut. Beberapa kendala yang yang dihadapi adalah keterlambatan pembayaran akibat berbagai faktor dan permasalahan tentang hak ekspor dan transfer of technology. Permasalahan tentang keterlambatan pembayaran sendiri merupakan isu yang terus muncul dalam kontribusi Indonesia terhadap program KFX dari tahun 2019-2024 sehingga membuat Seoul mempertanyakan komitmen Jakarta terhadap program tersebut. Keterlambatan pembayaran ini pada akhirnya mendorong pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan kontribusinya terhadap program KFX dengan menurunkan cost sharing yang sebelumnya 1.6 triliun won menjadi 600 miliar won. Dilansir dari Yonhap, penurunan kontribusi yang dilakukan Indonesia berarti transfer of technology yang dilakukan akan berkurang karena dalam perjanjian sebelumnya, Jakarta sepakat untuk membayar 1.6 triliun won untuk mendapatkan satu prototipe dan teknologi canggih.