Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang telah berkuasa sejak 2013, kembali menang pada pemilihan umum yang diadakan tanggal 28 Juli 2024 beberapa waktu lalu. Selama di bawah kepemimpinannya, Venezuela mengalami kemunduran demokrasi di mana hampir delapan juta penduduknya telah meninggalkan negara tersebut. Selain itu, inflasi juga telah melonjak dan kekurangan pangan merebak dikarenakan krisis ekonomi.
Pemungutan suara di Venezuela kali ini mempertemukan Maduro, berusia 61 tahun, seorang otoriter yang memimpin Venezuela dengan tingkat kemiskinan dan emigrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan Edmundo Gonzalez Urrutia, berusia 74 tahun, yakni seorang yang telah membangun pengikut yang kuat meskipun hanya menjadi pilihan ketiga dari pihak oposisi yang sebelumnya dilarang untuk mencalonkan diri.
Para ahli memperingatkan bahwa hasil pemungutan suara mungkin akan digugat. Hal ini dikarenakan Maduro memiliki kebiasaan untuk terus berkuasa, di mana pemerintahannya telah lama dituduh mencurangi pemilu tahun 2018 yang mengembalikan Maduro ke kursi kepresidenan. Pemilu sebelumnya ini pun digambarkan sebagai pemilu yang tidak sah oleh aliansi 14 negara Amerika Latin, Kanada, dan Amerika Serikat.
Pada acara-acara kampanye tahun ini Maduro menyebut lawan-lawannya sebagai “fasis” dan “mudah dimanipulasi”, dan menyatakan bahwa mereka akan memprivatisasi layanan kesehatan dan industri minyak di negara tersebut serta “memberikan kekayaan kita”.
Kemenangan Maduro membawa ketidakstabilan
Beberapa orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam demonstrasi di negara bagian Yaracuy, Venezuela, menyusul pengumuman kemenangan Presiden Nicolas Maduro oleh otoritas pemilihan umum yang diduga diwarnai kecurangan. Ribuan orang turun ke pusat kota untuk menunjukkan ketidaksetujuannya pada klaim kemenangan Presiden Maduro. Mereka menyatakan tidak akan berhenti hingga pemerintahan baru terbentuk dan juga jika para tentara turut bergabung dalam protes oposisi.
LSM hak asasi manusia Venezuela, Foro Penal, menyatakan bahwa seorang pemuda tewas dalam demonstrasi tersebut dan sedikitnya 750 orang ditangkap selama protes di beberapa kota di Venezuela.
Para pengunjuk rasa membakar poster-poster kampanye Maduro dan merobohkan setidaknya empat patung mantan Presiden Hugo Chavez. Beberapa demonstran lainnya juga berusaha memblokir jalan raya dan menduduki bandara internasional utama, sementara kerumunan massa berbaris di jalan-jalan utama, memukul-mukul panci dan wajan sebagai bentuk protes.
“Kami telah menyaksikan serangkaian peristiwa, serangan kekerasan. Mereka bisa disebut sebagai penjahat teroris,” kata Maduro. Pasukan keamanan menanggapi demonstrasi dengan kekerasan. Di Caracas, polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa yang menuju ke Istana Miraflores, kediaman presiden.
Jaksa Agung Venezuela, yang dekat dengan Maduro, menyatakan bahwa seorang tentara terbunuh dalam protes anti-pemerintah ini. Di sisi lain, pemimpin oposisi Maria Corina Machado mendesak warga untuk berkumpul di depan gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Caracas untuk “memastikan bahwa suara mereka dihitung.” Namun, Machado tetap mendukung agar protes dilakukan dengan damai.
Kita tidak boleh terjerumus ke dalam provokasi yang dilakukan oleh pemerintah. Mereka ingin membuat rakyat Venezuela saling berhadapan satu sama lain,” kata Machado. Kandidat kami memenangkan 70% suara. Kami menyatukan sebuah negara, rakyat Venezuela yang dulunya percaya pada Maduro sekarang bersama kami,” tambahnya.