Sebuah organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Seoul mengumumkan pada hari Kamis (7/12/2023) bahwa sekitar 600 warga Korea Utara “hilang” setelah dipulangkan secara paksa oleh Tiongkok pada bulan Oktober.
Kelompok Kerja Keadilan Transisi (TJWG), memperingatkan bahwa di negara-negara terpencil, para korban menghadapi hukuman penjara, penyiksaan, kekerasan seksual, dan eksekusi. Laporan ini dirilis sekitar dua bulan setelah Korea Selatan mengajukan protes kepada Tiongkok atas dugaan pemulangan sejumlah besar warga Korea Utara yang berusaha melarikan diri ke Korea Selatan.
TJWG mengumumkan pada tanggal 9 Oktober bahwa ratusan pembelot Korea Utara telah dipindahkan dari kamp penahanan Tiongkok melintasi perbatasan ke utara dengan bus dan van yang dijaga, dan menyebut peristiwa tersebut sebagai repatriasi massal terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun banyak identitas pasti para pembelot Korea Utara belum diketahui, namun kelompok tersebut mengatakan sebagian besar yakni 70% dari mereka adalah perempuan. “Tidak ada kontak yang terjalin dengan para pembelot sejak mereka kembali,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
“Satu-satunya kejahatan kakakku adalah lahir di Korea Utara… yang aku inginkan untuknya adalah hidup dalam keamanan,” kata Kim Kyu, kakak Kim Cheol-ok, salah satu anggota kelompok repatriasi.
“Orang-orang yang kembali secara paksa dihadapkan pada penyiksaan, kekerasan berbasis gender, pemenjaraan di kamp konsentrasi, aborsi paksa, dan eksekusi karena kediktatoran menyebut mereka sebagai ‘penjahat’ dan ‘pengkhianat.
Media pemerintah Korea Utara belum mengomentari insiden tersebut, namun negara tersebut telah lama mengecam pembelot sebagai “sampah manusia” dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un semakin memperkuat perbatasannya dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu pada bulan Oktober, Kementerian Luar Negeri Beijing menyangkal keberadaan “yang disebut pembelot” di Tiongkok, namun mengatakan bahwa warga Korea Utara memasuki negara tersebut secara ilegal karena alasan ekonomi dan bahwa Tiongkok selalu menangani masalah ini sesuai dengan hukum. Analis hukum TJWG Hee-Seok Shin menyatakan bahwa tidak seperti Korea Utara, China cukup memikirkan citra dan reputasi internasionalnya.
Jumlah pengungsi Korea Utara yang tiba di Korea Selatan mencapai titik terendah selama pandemi ini karena Korea Utara menutup perbatasannya. Sejak itu, Korea Utara telah mencabut beberapa pembatasan terkait virus corona dan melanjutkan perdagangan serta pertukaran lainnya dengan Tiongkok.