Rezim junta militer Myanmar secara resmi mengumumkan pembubaran partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy/NLD) pimpinan mantan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi. Keputusan tersebut diumumkan oleh komisi pemilihan umum pada Selasa (28/3), dengan alasan bahwa NLD tidak memenuhi kriteria terbaru untuk mengikuti pemilu.
Sebelumnya, Myawaddy TV yang dikelola negara mengumumkan bahwa 63 partai telah mendaftar di tingkat lokal atau nasional dan menamai 40 partai yang secara otomatis dibubarkan karena gagal mendaftar pada batas waktu Selasa.
UU Baru Junta Militer
Hal ini berkaitan dengan pemerintah militer mengeluarkan undang-undang baru untuk pendaftaran partai politik yang bertujuan untuk mempersulit kelompok oposisi untuk mengajukan tantangan serius terhadap kandidat favoritnya. Persyaratan yang ditetapkan seperti tingkat minimum keanggotaan dan kandidat serta jabatan sulit dipenuhi oleh partai mana pun tanpa dukungan tentara dan kroninya, terutama dalam suasana politik yang represif.
Undang-undang baru tersebut menyatakan bahwa partai politik yang sudah ada harus mendaftar ulang ke komisi pemilihan dalam waktu dua bulan setelah diberlakukan, yaitu paling lambat 28 Maret. Jika partai gagal mendaftar, maka akan dianggap “secara otomatis dibatalkan” dan dianggap bubar. Selain itu, partai juga harus menyerahkan propertinya kepada pemerintah jika dibubarkan atas kemauannya sendiri atau ketika pendaftarannya dibatalkan berdasarkan undang-undang.
Liga Nasional untuk Demokrasi menolak undang-undang tersebut hanya beberapa hari setelah diumumkan, menganggap pemilihan yang direncanakan oleh militer ilegal dan setara dengan “pemilihan palsu.” Mereka menyatakan bahwa setiap individu atau entitas yang bekerja sama dengan militer dalam pemilihan akan dianggap sebagai pengkhianat tingkat tinggi.
Semakin mundurnya demokrasi di Myanmar?
Keputusan ini dianggap sebagai pukulan terhadap demokrasi di Myanmar, karena NLD dianggap sebagai partai pembawa demokrasi di negara tersebut. Suu Kyi mendirikan NLD pada 1988 dan partai ini langsung menang telak dalam pemilu pada 1990. Namun, junta militer menjegal dan membatalkan kemenangan NLD.
Setelah pemilu 2020, junta kembali membayangi pemerintahan NLD dengan menuding partai tersebut melakukan kecurangan. Junta mengudeta pemerintahan sipil Myanmar pada Februari 2020 dan menangkap sederet pejabat, termasuk Suu Kyi.
Sejak saat itu, warga Myanmar terus turun ke jalan dan disambut dengan tindakan keras aparat. Sementara itu, Suu Kyi masih mendekam di tahanan sembari menjalani proses peradilan yang dianggap sarat politik.
Menurut Richard Horsey, seorang penasihat senior untuk Myanmar di Crisis Group, jika pemilu dipaksakan dengan kekuatan militer, maka pemilihan umum nasional “akan menjadi yang paling berdarah dalam sejarah terbaru negara ini”.
Lebih lanjut, Horsey mengatakan bahwa “mayoritas penduduk dengan keras menentang untuk mengikuti pemilu guna melegitimasi kontrol politik militer, sehingga kita akan melihat kekerasan meningkat jika rezim mencoba memaksakan pemilihan, dan kelompok-kelompok perlawanan berusaha mengganggu mereka.”
Ia juga menambahkan bahwa “untuk mencegah eskalasi ini, aktor barat dan regional harus mengirimkan pesan bersama bahwa pemilihan umum adalah ilegal, dan menahan dukungan pemilihan”.
Horsey menyarankan agar pemerintah persatuan nasional, yang dibentuk oleh politisi dan aktivis terpilih untuk menentang junta, harus dengan tegas menentang serangan terhadap target pemilihan oleh kelompok-kelompok perlawanan.