Menyusul kebijakan Uni Eropa terkait deforestasi yang berkaitan dengan minyak sawit, Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bersama memerangi diskriminasi Uni Eropa terhadap industri tersebut.
Guna melindungi industri tersebut, baru-baru ini Indonesia dan Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia yakni sebesar 85%, sepakat mengirimkan utusan misi ke Uni Eropa untuk membahas dampak undang-undang deforestasi blok tersebut bagi sektor minyak sawit.
Dilansir dari Kompas, pada Desember 2022 lalu, Uni Eropa menyutujui undang-undang deforestasi yang disinyalir akan memblokir penjualan minyak sawit. Hal ini dikarenakan UU Deforestasi tersebut mewajibkan perusahaan produsen untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menginformasikan dengan detik mengenai informasi kapan dan di mana komoditas diproduksi.
Tidak hanya itu, perusahaan juga harus mampu menginformasikan dan memverifikasi bahwa produksi kelapa sawit ditanama di lahan yang tidak digunduli setelah tahun 2020, atau berisiko membayar denda besar. Uni Eropa juga mengatur bahwa hasil minyak nabati dari kelapada sawit memiliki batas keamanan pada kontaminan minyak nabati, ester 3-MCPD, yang berdampak signifikan pada minyak sawit, dibandingkan dengan minyak nabati lain.
Peraturan yang baik untuk lingkungan ini disambut positif oleh para pecinta lingkungan karena deforestasi ini bertanggung jawab hingga 10 persen emisi gas rumah kaca global.
Meski Indonesia – Malaysia menilai kebijakan Uni Eropa terhadap minyak sawit adalah diskriminatif, namun Uni Eropa membantah klaim bahwa mereka ingin melarang impor minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia, dan menilai UU tersebut juga berlaku untuk komoditas yang diproduksi oleh negara mana pun. Terlebih, Uni Eropa adalah pasar minyak sawit terbesar ketiga bagi Malaysia dan Indonesia.
Indonesia-Malaysia membentuk satu kesepahaman
Berbicara di depan pers, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Fadillah Yusof, menyatakan bahwa kedua negara sepakat mengirim misi bersama untuk mempresentasikan fakta ilmiah, manfaat ekonomi, dan praktik industri sawit.
“Kami telah sepakat untuk melindungi sektor kelapa sawit dengan memperkuat upaya dan kerja sama [kami] untuk menangani diskriminasi ini. Sehubungan dengan langkah sepihak yang dapat berdampak pada industri kelapa sawit ini, pertemuan kami sepakat untuk mengadakan dialog kebijakan dengan negara-negara importir utama,” kata Airlangga dalam konferensi pers.
Tidak hanya itu, Menteri Fadillah juga mengatakan Malaysia dan Indonesia sepakat menjaga lingkungan, termasuk juga mempraktekkan sustainable logging saat membuka lahan untuk perkebunan. “Kami selalu berusaha untuk mematuhi peraturan tentang industri kelapa sawit, tetapi mereka harus adil dan memahami situasi di kedua negara, di mana kami berusaha membantu petani kecil keluar dari kemiskinan,” katanya.
Utusan-utusan yang dikirim ke Uni Eropa akan memastikan para pembeli bahwa sertifikasi keberlanjutan yang diperkenalkan oleh Indonesia dan Malaysia yakni Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) agar dapat diterima Uni Eropa. Selain itu, utusan juga akan berkunjung ke India untuk mempromosikan bahwa ISPO dan MSPO sudah diterima di beberapa negara.