Diskusi untuk merestorasi perjanjian batas pengembangan bahan nuklir Iran atau JCPOA masih terhambat dan belum menemukan titik terang sampai saat ini. Namun, Amerika Serikat telah kehabisan cara untuk membujuk Iran kembali ke perjanjian tersebut.
Pada hari Kamis, Iran diduga mematikan kamera pengawas yang digunakan oleh pengawas nuklir internasional International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memantau aktivitas di fasilitas nuklir utama Teheran. Hal ini terjadi setelah IAEA mengeluarkan resolusi baru yang gagal menjelaskan temuan jejak uranium di Iran. Langkah itu, kata Kepala IAEA Rafael Grossi memperingatkan, dapat menimbulkan hambatan baru bagi negosiasi kesepakatan nuklir, dilansir dari CNN. Tidak adanya rekaman dari situs nuklir membuat negosiator JCPOA kehilangan data, sehingga “secara teknis tidak mungkin untuk memiliki kesepakatan,” tambah Grossi.
Menurut Grossi, tidak aktifnya kamera pengawas merupakan hal yang sangat serius dan memiliki konsekuensi. Iran juga telah mulai memasang sentrifugal canggih di sebuah cluster di pabrik pengayaan bawah tanah, menurut Reuters. Analis percaya bahwa Teheran mungkin telah mencapai bahan yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.
“Sementara AS dan Iran telah berurusan dengan sebagian besar teknis untuk kembali ke kesepakatan nuklir, perbedaan tetap ada di area yang sebagian besarnya merupakan aspek simbolis,” kata Dina Esfandiary, penasihat senior untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Crisis Group. Area simbolis ini mengacu pada tuntutan Iran agar Kors Pengawal Revolusinya dihapus dari daftar organisasi teror.
Semenjak Presiden AS Joe Biden menjabat, ia mengatakan bahwa proses menghidupkan kembali negosiasi ini telah dilakukan, walaupun sampai saat ini kebijakan Biden masih saja gagal dan Iran terus meningkatkan taruhannya dalam melanggar perjanjiannya.
Menurut Wakil Presiden Eksekutif di Quincy Institute Trita Parsi tindakan Iran yang kerap melanggar aturan adalah karena Iran tidak melihat manfaat dari JCPOA sejak 2018. Sementara itu, Biden kehabisan pilihan untuk bahan negosiasi, mengingat AS telah memberikan sanksi kepada Iran di bawah pemerintahan Trump yang mempersulit diskusi JCPOA. Hal ini dapat menyebabkan AS dan sekutunya mempertimbangkan untuk mengejar opsi militer demi merestorasi perjanjian tersebut.
Pada hari Minggu, 26 Juni 2022, Iran dikabarkan telah menguji peluncur satelit Zuljanah untuk kedua kalinya untuk tujuan penelitian, menurut media pemerintah. Mengutip juru bicara kementerian pertahanan, dikatakan bahwa kendaraan satelit itu diluncurkan dengan target suborbital, dan bahwa data yang dikumpulkan dari peluncuran akan menginformasikan peluncuran yang direncanakan ketiga.
Televisi pemerintah Iran juga menayangkan cuplikan peluncuran, yang tampaknya berjalan tanpa masalah, tetapi tidak ada konfirmasi apakah itu berhasil. Peluncuran itu dilakukan setelah berminggu-minggu spekulasi karena gambar satelit muncul untuk menunjukkan bahwa Iran sedang mempersiapkan peluncuran di Pelabuhan Luar Angkasa Imam Khomeini di provinsi Semnan.