Sebagai negara demokrasi, pemilihan umum menjadi salah satu elemen penting dalam aplikasi nilai kebebasan memilih warga negara. Pentingnya pemilu membuat adanya rotasi kepemimpinan serta dukungan dan hak masyarakat dalam memilih pemimpin berkuasa di negara.
Indonesia tidak terkecuali karena jika sesuai jadwalnya, maka tahun 2024 nanti menjadi salah satu pesta demokrasi terpenting untuk memilih presiden yang memimpin lima tahun ke depan. Jika tidak dilakukan, maka tidak hanya masa jabatan presiden menjadi ditambah, namun juga berpotensi memunculkan konflik sosial politik di lingkup masyarakat dan bahkan pemerintahan.
Beberapa waktu lalu muncul isu rencana penundaan pemilihan umum calon presiden di tahun 2024. Isu ini mulai muncul ke masyarakat saat terdapat usulan dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas, serta Golongan Karya (Golkar) untuk menunda pemilu.
Dasar dari usul tersebut yakni agar pemerintah fokus pada upaya perbaikan ekonomi dalam masa pandemi Covid-19 ini. Mengingat biaya pemilu yang tinggi, Muhaimin menilai perbaikan ekonom bisa terganggu jika Pemilu 2024 tetap digelar.
Ketum PKB sendiri tidak mengambil pusing jika usulan tersebut ditolak karena Ia menilai nanti keputusan tetap akan diambil oleh Ketum partai politik lain dan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan ini mengundang reaksi pro dan kontra masyarakat, salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang terdiri dari lembaga sosial dan perwakilan akademisi yang mengecam usulan tersebut. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 mendesak pencabutan pernyataan tersebut.
Tidak sesuai nilai demokrasi dan hukum
Peneliti Indonesia Corruption Wacth (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pernyataan penundaan pemilu membahayakan tatanan demokrasi serta hukum bagi masyarakat Indonesia. Ramadhana mendesak seluruh partai politik untuk mendukung pengaplikasian Keputusan KPU No. 21 Tahun 2022 mengenai penyelenggaraan pemilu.
Di kesempatan lain, Said Iqbal, Presiden Partai Buruh menyatakan organisasi serikat buruh siap melakukan aksi di Gedung DPR pada Jumat (11/3) untuk menolak penundaan pemilu, sekaligus perpanjangan masa jabatan presiden.
Iqbal menegaskan akan menolak, mengecam, dan menggunakan people power dengan berbagai elemen masyarakat guna menghentikan kisruh wacana pemilu yang ada. Bahkan, Iqbal menegaskan aksi buruh tidak hanya dilakukan di Jakarta, namun juga di seluruh kota di Indonesia.
Penundaan pemilu dikhawatirkan memunculkan demokrasi yang tidak sehat, sehingga perlindungan dan pemenuhan hak buruh menjadi terancam.
Partai politik ramai-ramai menentang
Wacana penundaan pemilu ini ditentang oleh partai politik lainnya. Mulai dari partai NasDem, PDI Perjuangan, Demokrat, PPP, hingga Gerindra ramai menolak penundaan pemilu.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan pernyatan sejumlah pimpinan partai tersebut tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia.
“Tidak logis dan memalukan cara berpikir seperti itu. Memainkan suara rakyat, seolah-olah ini desakan rakyat. Rakyat yang mana?,” ujar AHY
AHY juga menilai terdapat upaya pelanggengan kekeuasan oleh pihak tertentu. Ia menengaskan masa kepemimpinan harus sesuai dengan Konstitusi RI saat ini.
Secara hukum, pemilu memang bisa ditunda. Namun, dengan dasar dan alasan darurat seperti bencana alam maupun kerusuhan. Dalam pemilu 2024 nanti, isu penundaan sendiri belum memiliki dasar yang kuat, dan dinilai hanya sebagai kepentingan elit politik dalam mengamankan proyek infrastruktur.