Mayoritas dari anggota legislatif Iran telah merencanakan kondisi ketat sebagai syarat kembalinya Iran pada perjanjian nuklir tahun 2015. Sebuah pernyataan pada 20 Februari 2022 menyebutkan 250 dari 290 legislatif di parlemen meminta Presiden Ebrahim Raisi untuk mematuhi persyaratan mereka dalam memulihkan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Aksi ini menjadi salah satu kemajuan setelah perundingan mengenai perpanjangan kesepakatan sempat terhenti pada diskusi keenam di Wina, Juni 2021. Setelah itu, beberapa kejadian membuat kemajuan dari kesepakatan itu berkurang, seperti terpilihnya presiden Iran, Ebrahim Raisi yang merupakan seorang loyalis rezim konservatif dari kabinet yang diusulkan didominasi oleh garis keras dan afiliasi Garda Revolusi, dan juga pengayaam uranium yang dinilai melebihi batas wajar.
Rapat legislatif itu juga menyatakan bahwa pemerintahan kejam Amerika Serikat dan para pengikutnya yang lemah seperti Prancis, Jerman, dan Inggris atau yang disebut E3 telah menunjukkan bahwa mereka tidak terikat oleh kesepakatan apa pun selama beberapa tahun terakhir yang membuat Iran harus belajar dari pengalaman dan menetapkan batas yang jelas dalam melakukan hubungan internasional.
Dilansir dari Al Jazeera, pihak Iran menyatakan bahwa “Rezim AS dan negara-negara lain yang menjadi pihak JCPOA harus berjanji bahwa mereka tidak akan menggunakan mekanisme snapback”. Sebuah prosedur kontroversial buatan AS di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai upaya untuk secara sepihak menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.
Syarat yang Iran berikan masih menjadi pertimbangan.
Para anggota parlemen juga tetap menginginkan agar semua sanksi yang diterapkan oleh AS akibat kesepakatan nuklir dicabut. Termasuk beberapa undang-undang lainnya seperti UU Sanksi Iran (ISA), UU Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA), dan sanksi U-Turn pada transaksi dolar.
Terkait perundingan JCPOA, sebagian besar masalah telah disepakati untuk memulihkan kesepakatan tersebut, walaupun terdapat beberapa masalah dimana Iran maupun pihak Barat terus mengatakan secara terbuka bahwa pihak lawannya perlu membuat keputusan akhir untuk mengembalikan kesepakatan nuklir mereka.
Beberapa pihak memprediksi bahwa JCPOA akan dijalankan pada akhir Februari dimana saat ini para pemegang kepentingan tengah berada dalam diskusi yang kompleks. Bahkan, Israel yang menjadi salah satu aktor penentang nuklir Iran merespon baik prospek kesepakatan nuklir yang dipulihkan. Diskusi terkait pemulihan kesepakatan nuklir memang mengalami kemajuan dan berbagai pihak kini telah setuju mengenai JCPOA. Namun, Menteri Pertahanan Benny Gantz mengingatkan bahwa setiap kesepakatan dengan Iran harus melibatkan penegakan oleh pengawas nuklir PBB.
Kenaikan Harga Minyak: Keuntungan untuk Iran? - DIP Institute
March 21, 2022 @ 9:32 am
[…] Teheran menginginkan Washington mencabut sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepadanya, termasuk sanksi ISA, CAATSA, dan U-Turn pada transaksi dolar. Kali ini, parlemen Iran juga menginginkan jaminan bahwa AS tidak akan mengingkari kesepakatan lagi […]