Kunjungan Bersejarah
Isaac Herzog, Presiden Israel berencana membuat sejarah bagi negaranya untuk mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) untuk pertama kalinya. Herzog berangkat pada perjalanan di akhir Januari 2022 semenjak diplomat dari kedua negara itu menormalisasi hubungan Israel dan UEA.
Herzog pergi bersama istrinya dan bertemu dengan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan selama perjalanan 30-31 Januari. Sebelum kedatangan Herzog, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett juga menjadi orang pertama dalam jabatan tersebut yang mengunjungi UEA. Kunjungan Bennett sendiri berfokus pada diskusi mengenai program nuklir Iran yang menjadi prioritas keamanan Israel.[1]
Sebelumnya pada 2020, UEA dan Bahrain sendiri telah menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel. Pada acara yang ditengahi AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani.[2] Hingga pada pertengahan 2021, Yair Lapid menjadi menteri Israel pertama yang datang ke UEA untuk meresmikan kedutaan besar Israel di Abu Dhabi dan konsulat di Dubai.
Herzog mengatakan bahwa kunjungannya sebagai “fondasi masa depan bersama yang baru”.[3] Sejarah baru antara UEA dan Israel ini sendiri terjadi setelah lebih dari satu tahun UEA memutuskan untuk kembali menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Normalisasi hubungan diantara keduanya ini juga berkaitan dengan Kesepakatan Abraham.
Kesepakatan Abraham atau Abraham Accords ini sendiri merupakan kesepakatan yang diinisasi oleh AS menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab. Namun kesepakatan ini menjadi kontroversi bagi Palestina yang selama ini menjadi lawan dari Israel. Kesepakatan ini dapat dikatakan sebagai “hadiah” bagi Israel agar akhirnya dapat memiliki negara-negara tetangga yang sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik dengannya.
Selain UEA, Moroko, Sudan, dan Bahrain telah lebih dulu menormalisasi hubungannya dengan Israel. Walaupun, sama seperti negara Liga Arab lainnya, tiga negara tersebut mengutuk bentrokan di sekitar masjid Al-Aqsa tetapi tidak banyak bicara tentang situasi di Gaza.[4] Sedangkan Mesir dan Yordania menjaga perdamaian “dingin” dengan Israel. Sisanya, kebanyakan negara Liga Arab lainnya menolak hubungan dengan Israel selama Palestina tidak memiliki kemerdekaan.
Dari Boikot Sampai Ke Kerja Sama
UEA merupakan salah satu negara yang memboikot Israel atas tindakannya pada Palestina sejak 1972. Pada 2020, UEA mengakhiri partisipasinya dalam Boikot Liga Arab pada 16 Agustus 2020 seraya dengan normalisasi hubungan dengan Israel lewat panggilan telepon antara Donald Trump, Benjamin Netanyahu, dan Sheikh Mohammeb Bin Zayed. Tindakan ini menjadikan UEA sebagai negara teluk pertama yang menjalin hubungan formal dengan negara Yahudi. Menurut Elham Fakhro, seorang analis di lembaga think tank International Crisis Group, mengatakan bahwa manfaat utama kerja sama UEA-Israel adalah ekonomi.[5]
Terkait hubungannya dengan Palestina, duta besar UEA untuk AS menyatakan lewat unggahannya di Twitter bahwa negaranya akan tetap mendukung Rakyat Palestina yang akan diadvokasi lewat normalisasi dengan Israel.[6] UEA sendiri mendapatkan banyak keuntungan dengan menjalin hubungan dengan Israel, salah satunya adalah kerja sama dengan AS. Washington yang merupakan sekutu Israel kemudian menyetujui penjualan jet tempur F-35 senilai $23 miliar ke UEA setelah Emirat mengakui negara Yahudi itu
Sejak tahun 2020, para diplomat dari UEA melakukan perjalanan resmi pertama mereka ke Israel pada dan pada tahun pertama itu, perdagangan antar keduanya mencapai total $570 juta.[7] Selain itu, UEA juga menandatangani MOU dengan badan antariksa Israel untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan. Namun, dari banyaknya keuntungan kerja sama di antara keduanya, terdapat satu ancaman bagi Abu Dhabi dan Tel Aviv. Bertentangan dengan pandangan normatif tentang Israel di dunia Arab, UEA menganggap Israel bukan musuh atau ancaman bagi stabilitas regional. Menurut Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, ancaman utama bagi UEA dan sekutunya adalah ekspansionis Iran dan Islamis politik transnasional.[8]
The enemy of my enemy is my friend: Iran?
Kekhawatiran akan Iran tidak hanya membuat was-was UEA maupun Israel, tetapi negara-negara Teluk Arab lainnya. Kerja sama UEA-Israel juga tidak luput dari diskusi geopolitik kawasannya. Kunjungan Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett juga memiliki agenda mengenai senjata nuklir, terutama yang dimiliki Iran. Sebelum UEA-Israel bekerja sama, AS juga telah memfasilitasi dialog antara keduanya pada 2019 untuk membahas nuklir Iran. [9]
Abu Dhabi sendiri merupakan mitra ekonomi Iran sejak lama. UEA adalah bagian dari blok regional yang menentang penyebaran pengaruh Iran. Pada Februari 2020, Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengatakan kepada Saudi TV bahwa UEA mendukung de-eskalasi dengan Iran dengan tujuan menuju penyelesaian politik.[10] Di Israel, menteri luar negeri Yair Lapid juga memastikan bahwa ancaman bagi Tel Aviv dan juga Washington adalah Iran tidak menjadi negara nuklir ambang batas,” katanya kepada The Associated Press.[11]
Walaupun nuklir menjadi kekhawatiran bersama ditambah kesepakatan JCPOA yang membatasi perkembangan nuklir Iran, negara Teluk lainnya pun terancam oleh pengembangan rudal balistik Iran yang dapat mencapai wilayah mereka.[12] Selain itu, Keamanan kawasan UEA saat ini juga sedang terancam. Beberapa minggu terakhir, UEA diserang dengan drone dan rudal yang diklaim oleh pemberontak Houthi Yaman. Hubungan baik antara UEA-Israel sekali lagi memberikan keuntungan bagi UEA. Israel menanggapi dengan menawarkan dukungan keamanan dan intelijen ke UEA terhadap serangan tersebut. Herzog menyatakan bahwa Israel mendukung UEA dan akan membantu mewujudkan keamanan di wilayah.[13]
Pandangan Normatif dan Keuntungan Absolut
Kunjungan Herzog ke UEA, menandakan hubungan yang semakin baik antara keduanya, walaupun hubungan formal UEA dengan Israel jelas bertentangan dengan pandangan negara-negara Liga Arab. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua belah pihak memiliki keuntungan dari terjalinnya hubungan baik tersebut. Hal ini dijelaskan lewat pendekatan neoliberalisme bahwa konsep keuntungan absolut menjadi penentu kepentingan nasional negara. Kepentingan negara ditentukan dengan tidak hanya memperhatikan kekuatan tetapi aspek lainnya seperti ekonomi.
UEA menyadari bahwa keuntungan dengan bekerja sama dengan Israel lebih dari sekedar pandangan normatif di kalangan negara-negara Liga Arab. Mesir menjadi salah satu contohnya, dengan menandatangani normalisasi hubungan dengan Israel, Kairo menjadi salah satu orbit strategis AS dan menjadi penerima bantuan ekonomi dan militer Amerika terbesar kedua, terlepas dari politik otoriter dan catatan hak asasi manusianya yang buruk.[14]
Tujuan bersama mengenai stabilitas geopolitik juga menjadi alasan mengapa UEA semakin dekat dengan Israel. Untuk mencapai keamanan kawasan, UEA membutuhkan mitra yang kuat yang salah satunya adalah Israel, negara dengan tingkat kecanggihan militer yang tinggi berkat bantuan AS. Hubungan baik keduanya juga dapat membangun kepercayaan antara keduanya untuk mengurangi konflik di waktu yang akan datang.
Jika UEA benar akan melanjutkan advokasi perdamaian Palestina, kerja sama antara keduanya juga dapat menjadi salah satu jalan. Kerja sama yang baik menurut konsep liberalisme juga dapat membuat aktor-aktor yang terlibat lebih kooperatif.[15] Dalam dunia yang anarkis, UEA membutuhkan mitra untuk menghadapi ancamannya. Untuk itu, kerja sama yang akhirnya terjadi dengan Israel tidak semata-mata hanya mengabaikan pandangan Liga Arab terkait tindakan Israel terhadap Palestina. Keamanan merupakan salah satu kepentingan nasional yang berusaha dicapai UEA sehingga keuntungan kerja sama dengan Israel menjadi cara terbaik untuk mencapai tujuan UEA.
[1] “Israeli president to make first-ever state visit to UAE”, Al Jazeera, 25 Januari 2022, https://www.aljazeera.com/news/2022/1/25/israeli-president-to-make-first-ever-state-visit-to-uae
[2] “Israel, UAE and Bahrain sign US-brokered normalisation deals”, Al Jazeera, 15 September 2020, https://www.aljazeera.com/news/2020/9/15/israel-uae-and-bahrain-sign-us-brokered-normalisation-deals
[3] Op. Cit., Al Jazeera
[4] Ruth Sherlock, “’An Embarrassing Time’: The Challenges For Arab Nations That Made Peace With Israel”, NPR, 14 Mei 2021, https://www.npr.org/2021/05/14/996503383/an-embarrassing-time-the-challenges-for-arab-nations-that-made-peace-with-israel
[5] “A year after normalization, Israel-UAE ties continue to bear fruit”, The Times of Israel, 14 September 2021, https://www.timesofisrael.com/a-year-after-normalization-israel-uae-ties-continue-to-bear-fruit/
[6] “Israel International Relations: Israel – UAE Relations”, Jewish Virtual Library, https://www.jewishvirtuallibrary.org/israel-uae-relations
[7] Ibid.
[8] Ini adalah pendapat penulis, namun akun lain mendukung pandangan ini, termasuk: Robert F. Worth, “Mohammed bin Zayed’s Dark Vision of the Middle East’s Future,” The New York Times Magazine, 9 Januari 2020 dalam Omar Rahman, “The emergence of GCC-Israel relations in a changing Middle East”, Brookings, 28 Juli 2021, https://www.brookings.edu/research/the-emergence-of-gcc-israel-relations-in-a-changing-middle-east/#footnote-12
[9] Op. Cit., Jewish Virtual Library
[10] “UAE, Jordan condemn assassination of top Iranian nuclear scientist”. The Times of Israel, 29 November 2020, https://www.timesofisrael.com/uae-condemns-assassination-of-top-iranian-nuclear-scientist/
[11] Nasser Karimi dan Jon Gambrell, “Top UAE adviser makes rare trip to Iran amid nuclear talks”, AP News, 6 Desember 2021, https://apnews.com/article/middle-east-iran-israel-dubai-united-arab-emirates-509050c8e4cf18b02dfda9c9b9bd3f5e
[12] Karen DeYoung dan Liz Sly, “Gulf Arab states that opposed the Iran nuclear deal are now courting Tehran”. The Washington Post, 11 Desember 2021, https://www.washingtonpost.com/world/uae-saudi-iran-diplomacy-nuclear-deal/2021/12/11/8c51edae-586c-11ec-8396-5552bef55c3c_story.html
[13] “President Isaac Herzog says Israel supports UAE security needs”, Al Jazeera, 30 Januari 2022, https://www.aljazeera.com/news/2022/1/30/israeli-president-heads-to-uae-in-historic-visit
[14] Op. Cit., Omar Rahman
[15] Rebecca Devitt, “Liberal Institutionalism: An Alternative IR Theory or Just Maintaining the Status Quo?”, E-International Relations, 1 September 2011, https://www.e-ir.info/2011/09/01/liberal-institutionalism-an-alternative-ir-theory-or-just-maintaining-the-status-quo/