Bukan Dengan AS Maupun China, UEA Sudah Memiliki Alternatif Kerja Sama
Uni Emirat Arab (UEA) menangguhkan kesepakatan miliaran dolar untuk membeli jet tempur F-35 buatan Amerika Serikat (AS). UEA melakukan ini sebagai tanda kefrustrasiannya dengan upaya Amerika Serikat (AS) yang membatasi penjualan teknologi China ke Abu Dhabi. Penjualan 50 pesawat tempur F-35 buatan Lockheed Martin ke UEA sempat melambat di tengah kekhawatiran UEA atas hubungan AS dengan China, termasuk penggunaan teknologi 5G Huawei di negara tersebut.[1] Seorang pejabat Departemen Luar Negeri juga mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahan Biden tetap “berharap kami dapat mengatasi masalah yang belum terselesaikan”.[2]
Hubungan AS-China Menjadi Pertimbangan UEA Dalam Mengambil Keputusan Strategis
Tindakan UEA ini didasari oleh pengaruh politik yang diterima Abu Dhabi. Menurut Anwar Gargash, penasihat diplomatik untuk kepemimpinan UEA, negaranya merupakan negara kecil yang terpengaruh langsung secara negatif oleh perseteruan AS-China.[3] AS sendiri merupakan sekutu utama dari UEA, namun China juga merupakan mitra dagang UEA. Kedua negara ini sempat berencana untuk melakukan kompetisi secara sehat, namun kondisi tersebut tidak kunjung terjadi yang membuat Gargash mengatakan bahwa “Yang kami khawatirkan adalah garis tipis antara persaingan akut (antara China dan AS) dan Perang Dingin baru,”[4]
Dilansir dari CNN, seorang pejabat UEA mengatakan “UEA telah memberi tahu AS bahwa mereka akan menangguhkan diskusi pembelian pesawat F-35,”. Kesepakatan antara keduanya bernilai lebih dari $23 miliar tersebut tidak hanya berisikan penjualan jet tempur canggih buatan AS, tetapi terdapat pembelian pesawat F-35 Lightning II, 18 sistem udara tak berawak MQ-9B, dan proyektil udara-ke-udara dan udara-ke-darat.
Menurut Wakil Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Keamanan Regional, Mira Resnick, pesawat F-35 merupakan simbol dari angkatan udara AS. Sehingga penundaan pembelian F-35 menjadi suatu hal besar. “F-35 adalah permata mahkota kami di Amerika Serikat, angkatan udara kami, jadi kami harus dapat melindungi keamanan teknologi untuk semua mitra kami.”[5]
Di sisi lain, Departemen Luar Negeri AS mengatakan AS tetap berkomitmen pada kesepakatan itu. Pada hari Selasa, sekretaris pers Pentagon John Kirby juga mengatakan bahwa AS bersedia bekerja sama dengan UEA untuk mengatasi kekhawatiran kedua negara. “Kemitraan AS dengan UEA lebih strategis dan lebih kompleks daripada penjualan senjata mana pun,” menurutnya. Kesepakatan senilai $23 miliar ini resmi disetujui pada November 2020 lalu pada masa pemerintahan Donald Trump. Kesepakatan ini berangkat dari lahirnya Abraham Agreement yang melibatkan UEA Bahrain, Maroko dan Sudan untuk menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Selain AS dan China, UEA Memiliki Rekan Kerja Sama Lain
Di sisi lain, UEA telah menyetujui pembelian 80 pesawat tempur Rafale dari Prancis seharga $15.8 miliar yang menjadi sebuah rekor pembelian pesawat perang. UEA sendiri saat ini menjadi pembeli terbesar produk alutsista Prancis. Selain pesawat Rafale dengan tipe F4, UEA juga membeli 12 helikopter angkut militer Caracal. Pesawat tipe F4 ini masih menjalani program pengembangan yang dijadwalkan selesai pada 2024 dan akan dikirimkan mulai 2027. Sebelumnya, diskusi pembelian pesawat ini sempat beberapa kali tersendat karena UEA menganggap pesawat tersebut tidak kompetitif dan tidak bisa dioperasikan.
Beberapa sumber mengatakan bahwa pesawat Rafale akan menggantikan pesawat Mirage yang merupakan rakitan Prancis. Untuk pesawat dengan tipe F-35 dari AS kecil kemungkinannya untuk digantikan dengan rakitan Prancis. Karena tentu UEA akan menjaga hubungannya dengan pemasok alutsista utamanya, AS. Namun, karena “perang dingin modern” antara AS dan China, UEA justru menyetujui pembelian pesawat dari Prancis yang menandakan bahwa UEA memiliki alternatif.
Hubungan UEA dengan AS di segi militer dan China di segi ekonomi sangat penting bagi UEA. Hal ini membuat pengambilan langkah yang salah dapat menjadi kesalahan besar. Apalagi dengan menyetujui kesepakatan milliaran dollar AS, hubungan ekonomi UEA dengan China akan terganggu. Saat ini, UEA juga merupakan pelanggan dari vaksin buatan China. Hal ini memperlihatkan negara sendiri merupakan aktor yang berorientasi pada tujuan menurut asumsi realisme. Sehingga keputusannya untuk tidak terlibat dengan konflik AS-China menjadi pilihan aman untuk keberlangsungan negara dan kepentingan nasionalnya. Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya di segi keamanan, langkah UEA dengan membeli pesawat Rafale milik Prancis menjadi tetap terpenuhi.
AS sebagai pemasok alutsista utama bagi UEA disisi lain perlu khawatir akan hal ini. Bahwa saat ini UEA memiliki opsi lain yang dibuktikan dengan rekor pembelian pesawat termahal oleh UEA kepada Prancis. UEA memperlihatkan sebagai aktor, ia bisa menentukan pilihannya sendiri ketika AS memaksanya untuk tidak menyetujui kerja sama teknologi UEA -China. UEA menunjukan bahwa AS bukan merupakan aktor hegemon dan untuk bertahan, UEA dapat melakukannya dengan kerja sama dengan negara lain.
[1] “UAE told the U.S. it will suspend talks on F-35 jets -Emirati official”, Reuters, 15 Desember 2021, https://www.reuters.com/business/aerospace-defense/uae-threatens-pull-out-23-bln-f-35-drone-deal-with-us-wsj-2021-12-14/
[2] “Blinken says US still prepared to sell jet fighters to UAE”, Al Jazeera, 19 Septemmber 2019, https://www.aljazeera.com/news/2021/12/14/uae-suspends-discussions-on-23bn-weapons-deal-with-us
[3] Mostafa Salem, Jennifer Hansler dan Celine Alkhaldi, “UAE suspends multi-billion dollar weapons deal in sign of growing frustration with US-China showdown”, CNN, 15 Desember 2021, https://edition.cnn.com/2021/12/14/middleeast/uae-weapons-deal-washington-china-intl/index.html
[4] Ibid.
[5] Ibid.