Protes Besar Anti-lockdown di China: Xi Jinping Akan Turun?
Pemimpin China, Xi Jinping tengah menghadapi protes yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah ribuan demonstran memprotes di kota-kota di seluruh China selama akhir pekan menentang strategi nol-Covid-nya. Sebelumnya, pada akhir November, jumlah kasus harian Covid-19 China daratan telah meningkat menjadi sekitar 28.000 per hari, bahkan saat ini, dilaporkan bahwa kasus harian mencapai 35.000 kasus.[1]
Kebijakan nol-covid yang dilakukan oleh China sendiri menuai kemarahan masyarakat China dimana banyak negara di belahan dunia lain telah melonggarkan kebijakan covidnya, bahkan banyak negara yang sudah mengangkat kebijakan penggunaan masker di tempat publik.
Protes yang terlihat di kota-kota tersebut menyerukan agar pemimpin China yang baru saja dilantik untuk periode ketiganya, Xi Jinping beserta partainya untuk mundur dari pemerintahan, beberapa masyarakat terlihat dengan berani secara terbuka menyerukan pemecatan Xi dan partainya.[2]
Meskipun protes tersebut menjadi berita utama di media internasional, media pemerintah China justru memuat cerita dan opini yang menekankan parahnya wabah Covid dan perlunya bertahan dengan metode lockdown untuk memberantasnya. Hal ini dilakukan seraya melakukan sensor terhadap sejumlah berita yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Protes yang jarang terjadi di China
Protes massa ini bermula sejak kebijakan lockdown di pusat manufaktur China sejak awal November yang berkembang hingga saat ini. Walaupun protes baru terlihat sejak bulan November, kebijakan lockdown telah dilakukan sejak awal tahun, pada bulan Maret, beberapa wilayah di Shanghai mengunci masyarakatnya di rumah masing-masing selama dua bulan. Salah satu pemicu lainnya adalah kebakaran mematikan pada Kamis, 24 November 2022 di sebuah blok apartemen di wilayah paling barat Urumqi. Penanganan kebakaran itu terkesan lambat akibat kebijakan pemerintah yang membatasi aktivitas masyarakat.[3]
Di puluhan universitas, mahasiswa berdemonstrasi dan memasang poster protes. Di banyak wilayah lain yang tengah dilakukan lockdown, masyarakat terlihat merobohkan barikade penghalang yang dipasang oleh pemerintah untuk membatasi aktivitas masyarakat dan turun ke jalan untuk melakukan protes anti-lockdown.[4] Demonstrasi tersebut mendapat banyak dukungan di situs media sosial Weibo, di mana mereka yang ikut serta disebut sebagai “berani”.[5]
Protes besar semacam ini sangat jarang terjadi di China sebelumnya, hal ini karena Partai Komunis China, kerap membungkam ekspresi masyrakat yang mengekspresikan pendapat yang berbeda dengan pemerintah China. Tetapi setelah tiga tahun pandemi berlangsung, banyak masyarakat yang mulai muak akan kebijakan ketat yang diberlakukan oleh Xi Jinping.
Pada 27 November 2022, demonstrasi massal telah menyebar ke Beijing, Chengdu, Guangzhou, dan Wuhan, di mana ribuan penduduk menyerukan tidak hanya diakhirinya pembatasan Covid, tetapi mereka kini menuntut kebebasan politik. Protes kali ini adalah pertunjukan oposisi paling luas terhadap partai yang berkuasa dalam beberapa dekade.[6]
Seorang saksi bahkan melihat beberapa orang ditangkap dan dibawa ke dalam kendaraan polisi ataupun dibawa ke belakang garis polisi.[7] Protes yang terus terjadi membuat kepolisian China mengambil pendekatan yang lebih keras, bergerak lebih cepat dan agresif untuk menangkap dan membubarkan massa.[8]
Awal bulan ini, pemerintah China merilis pedoman 20 poin untuk membatasi aturan nol-Covid dalam kehidupan sehari-hari termasuk kegiatan ekonomi. Pada pedoman tersebut, diatur masa karantina yang dipersingkat, dihapusnya persyaratan karantina untuk kontak sekunder, dan menghapus pembatasan besar pada penerbangan internasional.[9]
Pedoman itu sebelumnya disambut baik oleh masyarakat maupun pelaku ekonomi, tetapi lonjakan kasus baru kemudian membuat pemerintah kembali melaksanakan lockdown jangka panjang dan meluas. Ada tanda-tanda bahwa pejabat China merasakan panasnya ketidakpuasan publik yang meningkat akibat beban sosial dan ekonomi yang berat akibat kebijakan lockdown.[10]
Alih-alih melonggarkan ketatnya kebijakan, banyak pejabat lokal kembali ke buku pedoman tanpa toleransi, mencoba membasmi infeksi sesegera mungkin. Salah satunya dilaksanakan di Kota Shijiazhuang dimana pihak berwenang memberlakukan kembali penguncian pada 28 November.
Di Guangzhou, pejabat berwenang memperpanjang penguncian di distrik Haizhu untuk kelima kalinya, walaupun protes terlihat tetap berlangsung. Zhengzhou, rumah bagi pabrik Foxconn tempat para pekerja bentrok dengan polisi, memberlakukan penguncian selama lima hari di distrik perkotaan utamanya.
Apakah cukup signifikan untuk menggulingkan pemerintahan Xi?
Kebebasan berbicara di China sendiri baru mulai diterapkan pada beberapa tahun terakhir, tetapi hanya dari kategori orang tertentu, semacam “elit kebebasan berbicara”, dan hanya kemudian di forum yang dikendalikan pemerintah.[11] Kelompok elit yang dimaksud tentu bukan masyarakat secara umum atau sekedar memiliki pengaruh, tetapi kelompok ini terdiri dari para pemimpin senior pemerintah dan Partai Komunis China dan mereka yang mendapat perlindungan dari para pemimpin China.
Hal ini lah yang akhirnya menimbulkan protes besar di China. Tetapi, pendekatan koersif dan tidak adanya penjelasan resmi dari pemerintah China akan pergerakan masa ini memperlihatkan bahwa Xi Jinping belum cukup khawatir akan ketidakpuasan masyarakatnya. Sampai saat ini baru ditemukan satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri China, Zhao Lijian terkait protes di China, dengan berdalih bahwa apa yang tengah diberitakan di media masa bukan apa yang terjadi sebenarnya serta “membela” kebijakan Partai Komunis China dalam menyelesaikan masalah COVID-19.[12]
Sampai saat ini, Badan kepemimpinan tertinggi China, komite tetap politbiro, belum membuat pengumuman resmi tentang sikapnya terhadap pelonggaran pembatasan. Meski begitu, Presiden Xi Jinping tampaknya mengarahkan perubahan kebijakan, menurut orang yang mengetahui masalah tersebut.[13]
[1] Selina Wang dan Nectar Gan, “As anger rises and tragedies mount, China shows no sign of budging on zero-Covid”, CNN, 25 November 2022, https://edition.cnn.com/2022/11/25/china/china-zero-covid-discontent-reopening-mic-intl-hnk/index.html
[2] Biro Beijing CNN dan Nectar Gan, “Protests erupt across China in unprecedented challenge to Xi Jinping’s zero-Covid policy”, CNN, 28 November 2022, https://edition.cnn.com/2022/11/26/china/china-protests-xinjiang-fire-shanghai-intl-hnk/index.html
[3] James FitzGerald dan Sophie Williams, “China Xinjiang: Urumqi rocked by Covid lockdown protests after deadly fire”, BBC, 26 November 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-china-63766125
[4] Op. Cit., Biro Beijing CNN dan Nectar Gan
[5] Op. Cit., FitzGerald dan Williams
[6] “Protesters are so upset with China’s COVID rules some are openly saying Xi should go”, NPR, 27 November 2022,
https://www.npr.org/2022/11/26/1139273138/china-xinjiang-loosens-covid-restrictions-lockdown-protest
[7] Op. Cit., Biro Beijing CNN dan Nectar Gan
[8] Op. Cit., NPR
[9] Op. Cit., Selina Wang dan Nectar Gan
[10] Ibid.
[11] “Freedom of Expression in China: A Privilege, Not a Right”, Congressional-Executive COmmision on China, https://www.cecc.gov/freedom-of-expression-in-china-a-privilege-not-a-right
[12] Casey Hall dan Martin Quin Pollard, “China tightens security after rare protests against COVID curbs”, Reuters, 28 November 2022, https://www.reuters.com/world/china/china-covid-cases-hit-fresh-record-high-after-weekend-protests-2022-11-28/
[13] Eleanor Olcott dan Tom Mitchell, “Chinese cities ease Covid restrictions following nationwide protests”, Financial Times, 4 Desember 2022 https://www.ft.com/content/bfbc7afb-3994-4e4c-b649-ca791675b296